Sukses

Curhat Najwa Shihab Soal Bocornya Data Pribadi Warga: Kita Cuma Dianggap Penting di Bilik Suara

Dalam cuitannya, Najwa Shihab berpendapat bahwa tidak ada backup data di PDN karena data pribadi kita tidak dipandang penting.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Hinsa Siburian, mengungkapkan server Pusat Data Nasional (PDN) diserang ransomware pada Kamis , 20 Juni 2024. Kejadian itu membuat banyak pihak kesal termasuk presenter Najwa Shihab. Ia geram mengetahui backup Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) hanya mencapai 2 persen.

Jurnalis yang terkenal dengan pertanyaan-pertanyaan kritis tu, membuat sebuah cuitan di Threads yang diunggah pada 27 Juni 2024. Dalam cuitannya, wanita yang pernah bekerja di beberapa stasiun TV itu berpendapat bahwa tidak ada backup data di PDN karena data pribadi kita tidak dipandang penting.

"Tidak ada backup di Pusat Data Nasional. Data pribadi kita tidak dipandang penting. KITA tidak penting. Terima saja. Memangnya sejak kapan rakyat dianggap penting selain di bilik suara," tulisnya.

Unggahan itu langsung ramai dan dibagikan ulang di sejumlah akun media sosial, termasuk di akun Instagram @folkshitt, Minggu (30/6/2024). Warganet pun banyak yang mampir memberikan komentar.

"Tsunami fakta,, menyala mbak najwa🔥🔥🔥," komentar seorang warganet.

"Mbak najwa kalo ngomong suka benerrr 🥲🥲," kata warganet lain.

"Kalo dpr kaya mba najwa semua mgkin negara ini maju kali ya :v,” sebut yang lain.

"Menkominfo harusnya diisi anak anak muda yang melek IT, bukan bapak bapak gaptek yang tahunya main wa dan fb aja , itupun sandi fbnya gampang kebobol 🥱🗿,” ujar warganet yang lain.

"Mau marah tp aku gak tega kalo liat bapak2 udh tuwir, mau kasian tp dr banyak kasus bapak2 tuwir jaman skrg jg pada gatau diri 😢,” timpal warganet lainnya.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi enggan berkomentar banyak soal desakan dari sejumlah masyarakat yang meminta dirinya mundur karena dianggap gagal menjaga keamanan data.  Desakan mundur itu buntut dari server Pusat Data Nasional (PDN) yang diretas ransomware dan pemerintah menyatakan hanya pasrah.

 

2 dari 4 halaman

Tanggapan Menkominfo Soal Desakan Mundur

"Ah no comment kalau itu. Itu haknya masyarakat untuk bersuara," kata Budi di Kompeks Parlemen Senayan, Kamis, 27 Juni 2024, mengutip kanal News Liputan6.com, Jumat, 28 Juni 2024.  Budi mengklaim, meski server PDN diretas, namun belum ada bukti kebocoran data sudah terjadi.

"Yang pasti tadi hasil rapat dengan Komisi I (DPR) kita, tidak ada indikasi dan belum ada bukti terjadinya kebocoran data," terangnya.  Diketahui, desakan agar Budi Arie mundur dari jabatan Menkominfo dapat dilihat dari petisi yang dibuat oleh Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet).

Petisi itu menggalang suara masyarakat untuk menuntut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mundur dari jabatannya. Petisi tersebut bisa diakses di laman change.org dan sudah direspons oleh puluhan ribu masyarakat.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia secara tegas menolak membayar tebusan sebesar Rp 131 miliar yang diminta oleh peretas Pusat Data Nasional (PDN). Keputusan ini disampaikan oleh sejumlah pejabat terkait menyusul serangan siber yang mengganggu layanan publik sejak 20 Juni 2024.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo), Usman Kansong, menegaskan sikap pemerintah dalam menanggapi tuntutan peretas. "Ya pemerintah kan enggak mau menebus, sudah dinyatakan tidak akan memenuhi tuntutan Rp 131 miliar," ujar Usman kepada wartawan pada 26 Juni 2024.

 

3 dari 4 halaman

Pemerintah Menolak Memenuhi Tuntutan Peretas

Menurutnya, alasan pemerintah menolak memenuhi tuntutan peretas karena data PDNS yang dibobol itu sudah tidak bisa diubah-ubah oleh peretas, ataupun pemerintah.

"Karena sudah diamankan data itu. Sudah kami tutup, kan," ucapnya. Usman mengungkapkan, Kominfo bersama Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN, serta Telkom Sigma selaku vendor telah mengisolasi data-data dari PDNS 2 di Surabaya. Karena itu, ia mengklaim bahwa data di pusat data itu tidak bisa diambil oleh pelaku peretasan, meski servernya berhasil dilumpuhkan.

Di sisi lain, Wakil Ketua Tim Insiden Keamanan Internet dan Infrastruktur Indonesia (Indonesia Security Incident Response Team on Internet and Infrastructure/ID-SIRTII) Muhammad Salahuddien Manggalany menilai teknologi cloud atau penyimpanan data yang disediakan perusahaan nasional sama mumpuninya dengan milik perusahaan asing.

"Secara teknis, aspek teknologi sama. Tidak ada perbedaan sama sekali," kata Didien panggilan akrab Manggalany dikutip Minggu, melansir kanal Bisnis Liputan6.com.

Didien mengibaratkan penyedia layanan cloud sama seperti pemilik kos-kosan, yang menawarkan apakah penyewa kos-kosan cuma menyewa kamar saja, atau ada fitur-fitur tambahan seperti membersihkan kamar atau pakaiannya. Jika penyewa kamar kos mengambil layanan tambahan seperti mencuci pakaian, maka setelah dicuci, pakaiannya mau disimpan dimana diserahkan kepada penyewa.

4 dari 4 halaman

Teknologi Cloud yang Mumpuni

Hal yang sama juga terjadi pada penyedia layanan cloud. Dalam layanan ini dikenal dua sistem yang ditawarkan penyedia layanan cloud, yakni managed operations atau managed services. Dalam hal managed operations, penyedia layanan cloud hanya menyediakan infrastruktur an sich, berbeda dengan pola managed services di mana penyedia layanan cloud mengelola secara rutin data termasuk back up data dari penyewa.

Didien melihat akar permasalahan terjadinya serangan ransomware karena pelaksanaan perawatan data termasuk backup data diserahkan ke tim PDNS dan masing-masing tenant dari Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah.

"Jadi kalau aneka fitur dan fasilitas backup tadi tidak diaktifkan atau tidak dikonfigurasi dengan benar, ya terjadilah insiden seperti sekarang ini. Karena kontrak ke vendor cloud dan jaringan hanya untuk sewa barang (infrastruktur) saja, tidak termasuk pengelolaan operasionalnya. Alias semua pengelolaan dilakukan sendiri oleh tim PDNS dan tenant. Vendor hanya jadi engineer panggilan technical support saja," kata Didien.

Dampaknya, walaupun sudah menerapkan teknologi cloud yang mumpuni, tetapi implementasinya tidak maksimal. Buktinya, tidak ada redundansi, atau kalaupun ada sepertinya tidak pernah diuji apakah kemampuan fail over, roll back dan recovery benar dapat terjadi ketika production system terganggu.