Sukses

Jakarta Urutan Ketiga Destinasi Paling Bikin Stres di Dunia, Sandiaga Uno: Jangan Baper

Jakarta menempati peringkat ketiga sebagai destinasi wisata paling membuat stres setelah Mumbai di India dan Marrakesh di Maroko.

Liputan6.com, Jakarta - Agen asuransi perjalanan Paying Too Much membuat survei destinasi wisata paling stressful atau bikin stres di dunia di tahun ini. Jakarta pun termasuk dalam daftar tersebut dengan berada di urutan ketiga.

Paying Too Much, dilansir dari laman resminya, Senin, 1 Juli 2024, mengklaim telah 50 kota global berdasarkan berbagai faktor yang memengaruhi, seperti tingkat kenyamanan, relaksasi, kebisingan, tingkat keramaian, lalu lintas, dan kualitas ruang hijau. Menurut survei tersebut, Jakarta menempati peringkat ketiga sebagai destinasi paling bikin stres setelah Mumbai di India dan Marrakesh di Maroko.

Paying Too Much lebih menyoroti tingkat stres di Jakarta yang disebabkan kepadatan penduduk serta indeks lalu lintas yang tinggi hingga mencapai skor 252. Lalu lintas yang ramai mencerminkan tantangan dalam mobilitas dan waktu yang banyak dihabiskan di perjalanan. Hal itu menambah beban bagi penduduk setempat dan wisatawan

Meskipun dikenal dengan kepadatan dan kesibukan lalu lintasnya, Jakarta tetap menyediakan beberapa cara untuk menghindari kebisingan dan kegaduhan kota. Ada 148 taman tersebar di seluruh kawasan metropolitan yang menjadi pilihan populer untuk berlindung dari kesibukan kota.

Masuknya Jakarta dalam daftar kota paling bikin stres juga mendapat perhatian dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Menurut Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Kemenparekraf Nia Niscaya, Jakarta punya banyak masalah yang harus dikelola dengan baik, seperti kemacetan lalu lintas yang belum kunjung terselesaikan sehingga sering memicu stres. Di sisi lain, Nia memambahkan, lalu lintas yang padat juga memcerminkan perekonomian semakin berkembang.

2 dari 4 halaman

Mengatasi Berbagai Masalah di Jakarta

"Macet juga bisa menandakan perekionomian menggeliat, karena Jakarta tetap punya daya tarik dan jadi tujuan banyak orang walaupun nanti tidak jadi ibu kota lagi. Soal kemacetan pasti ada di kota-kota besar di seluruh dunia. Kalau mau berpergian, mungkin kita lihat dulu waktu yang pas, kalau di jam berangkat atau pulang kantor pastinya macet," ujar Nia dalam The Weekly Brief with Sandi Uno di Jakarta, Senin, 1 Juli 2024.

"Kita selalu berkomunkasi dengan Pemprov buat mengatasi berbagai masalah di Jakarta termasuk soal transportasi ini. Sekarang ini rasanya sudah lebih bagus karena ada MRT, LRT dan busway juga terus bertambah," sambungnya.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menambahkan, Jakarta tetap punya daya tarik yang besar meski disebut sebagai destinasi paling bikin stres.

"Kan ada lagunya Koes Plus yang liriknya, ‘Ke Jakarta aku kan kembali walau apa pun yang kan terjadi’. Jakarta masih dan akan tetap diminati baik dari soal bisnis sampai wisata. Tapi bukan berarti kiat mengabaikan berbagai masalah yang harus diatasi," tutur Sandiaga.

 

3 dari 4 halaman

Pekerjaan Rumah

Sebagai orang yang pernah jadi bagian dari Pemprov, pria yang biasa disapa Sandi ini mengakui banyak masalah yang harus diperbaiki, termasuk soal sampah dan polusi udara. Terlebih, Jakarta beberapa kali menjadi kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.

"Masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita lakukan buat Jakarta,. Yang penting kita selalu berusaha menambahkan apa yang kurang dan memperbaiki apa yang kurang baik, jangan baperan. Kita ambil positifnya saja dan berbuat yang terbaik untuk kota ini," ujar Sandi.

Pada Selasa pagi, 25 Juni 2024, indeks kualitas udara di Jakarta kembali menempati peringkat satu sebagai kota dengan udara terburuk di dunia. Melansir Antara, berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pukul 07.00 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di urutan pertama dengan angka 179 atau masuk dalam kategori tidak sehat.

Setelah Jakarta, kota dengan AQI terburuk kedua adalah Kinshasa, Kongo, di angka 174, menyusul Lahore, Pakistan di angka 167. Urutan keempat ada Manama, Bahrain, di angka 163; urutan kelima Delhi, India, di angka 137. Sementara pada 1 Juli 2024 pukul 08.00 WIB, IQAir mencatat Jakarta berada di peringkat empat kota paling berpolusi di dunia dengan konsentrasi PM2.5 sebesar 82 μg/m3 (kategori tidak sehat).

4 dari 4 halaman

Polusi Udara Jakarta

Buruknya kualitas udara ini akan berdampak pada kesehatan fisik, terutama terkait dengan pernapasan. Masyarakat pun diimbau agar memakai masker saat keluar rumah, perlu mengurangi aktivitas di luar ruangan, menutup jendela demi menghindari udara luar yang kotor, dan menyalakan penyaring udara.

Berbagai cara dilakukan pemerintah daerah maupun pusat untuk mengurangi polusi udara di Jakarta, kendati hasilnya masih sangat jauh dari berhasil. Salah satunya dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang mengaku mengintensifkan pengawasan dan penindakan kegiatan yang berpotensi menghasilkan polusi udara di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), termasuk mengidentifikasi 230 perusahaan yang jadi target pengawasan tahun ini.

Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Rasio Ridho Sani saat konferensi pers di Kantor KLHK di Jakarta, Kamis, 20 Juni 2024, menjelaskan, Satgas Pengendalian Pencemaran Udara sudah mengidentifikasi sumber-sumber pencemaran udara di Jabodetabek setelah terjadi penurunan kualitas udara belakangan ini.

"Saat ini ada 230 lokasi yang kami identifikasi berkontribusi dengan penurunan kualitas udara Jakarta dari kegiatan atau usaha industri," ujarnya.

Â