Sukses

Bahaya Minum Obat Pereda Nyeri Migrain Secara Berlebihan, Begini Anjuran Dokter Syaraf

Mengonsumsi obat pereda nyeri saat mengalami migrain sebaiknya jangan berlebihan, karena efeknya justru akan memperparah keadaan. Dokter syaraf biasanya akan memberikan penanganan lebih spesifik dan menyarankan tindakan preventif.

Liputan6.com, Jakarta - Migrain merupakan nyeri pada satu sisi kepala yang terasa berdenyut dan bukan suatu penyakit biasa. Berdasarkan studi Global Burden of Disease pada 2019, migrain menempati urutan nomor dua sebagai penyakit penyebab disabilitas tertinggi di dunia baik bagi pria maupun wanita.

Migrain disebut nyeri kepala yang paling sering menimbulkan disabilitas yang signifikan. Studi menunjukkan setidaknya lebih dari 1 miliar orang di dunia pernah mengalami satu kali migrain dalam hidupnya, dan sekitar 148 juta orang di antaranya jatuh pada kondisi migrain kronik atau parah.

Ketua Perhimpunan Dokter Syaraf Indonesia (PERDOSNI), Dr. dr Dodik Tugasworo P. Sp.N. Subsp.NIOO(K), MH mengatakan kondisi nyeri kepala ini harus mendapat perhatian dan edukasi karena memengaruhi produktivitas seseorang, pasalnya migrain kerap dialami pada orang yang usia produktif. Itu sebabnya ia pun merasa perlunya dukungan penanggulangan penyakit migrain, dengan pelaksanaan deteksi dini migrain.

"Serta meningkatkan kemampuan dokter pada layanan primer dalam melaksanakan deteksi migrain dan lingkungan yang suportif pada penyandang migrain," kata Dr. dr Dodik saat dalam acara Bulan Kesadaran Migrain yang digelar oleh Kementerian Kesehatan RI dan PT Pfizer Indonesia pada Rabu, 3 Juli 2024.

Umumnya orang akan langsung mengonsumsi obat-obatan yang dijual umum untuk mengatasi migrain. Hal ini awalnya memang akan meredakan migrain, tapi konsumsi berlebihan akan berbahaya bagi pasien karena obatnya tidak lagi efektif.

"Minum analgetik (obat anti-nyeri) keterusan akhirnya penggunaan obat yang berlebihan, akan lebih nyeri sakit kita," terang Ketua Pokja Nyeri Kepala PERDOSNI dr. Devi Ariani Sudibyo, Sp.N(K) dalam diskusi yang sama.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Anjuran Dokter Syaraf

Lebih lanjut dr. Devi Ariani mengatakan, dalam tahap awal nyeri diperbolehkan minum analgetik, tapi tidak boleh lebih dari lima hari. Penderita migrain harus berkonsultasi dokter umum hingga dokter saraf jika tidak kunjung sembuh meski sudah minum obat anti-nyeri, supaya nanti dicarikan obat yang tepat untuk mengatasi migrain yang sudah parah.

Dalam paparannya yang bertajuk "Lanskap dan Diagnosis Migrain di Indonesia", dr. Devi Ariani menjelaskan bahwa migrain diderita lebih dari 1 miliar orang di dunia. Angka insiden migrain secara global berkisar pada 8.1 per 1000 orang per tahun.

Diketahui migrain lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan pria dengan rasio 3:1. Di Indonesia, prevalensi migrain berkisar antara 11.000-12.000 per 100 ribu jiwa. Ia menyambung bahwa sebanyak 25 persen dari penderita migrain akan mengalami empat hari atau lebih (per bulan) jika kategorinya serangan migrain dengan skala nyeri berat.

Sementara 35 persen lainnya hanya mengalami nyeri berat selama tiga hari, dan 40 persen sisanya 1 hari setiap bulan. Selain itu, migrain juga dipengaruhi faktor genetik, terutama pada jenis migrain dengan aura. Migrain aura memiliki gejala awal seperti permasalahan sensorik seperti terdapat kilatan cahaya saat sedang melihat, kesulitan berbicara, atau sensasi kesemutan pada salah satu sisi wajah, lengan, dan kaki. 

3 dari 4 halaman

Pemicu Migrain

Migrain juga terkait dengan risiko stroke, gangguan psikiatri serta disabilitas. "Prevalensi migrain dalam 1 tahun meningkat seiring usia antara laki-laki dan perempuan, mencapai maksimal usia 35--45 tahun. Prevalensi meningkat pada kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah," jelas dr. Devi.

Di kesempatan yang sama, Dr. Isti Sujarjanti Migran dari PERDOSNI menambahkan, bahwa migrain bukan penyakit neurologis. Tapi migrain dapat menyebabkan gangguan fungsional perasaan sensitif peka suara dan gejala gangguan penglihatan.

Pemicu migrain dapat diakibatkan antara lain oleh perubahan hormonal, stres, konsumsi makanan tertentu seperti keju, alkohol, kafein. Amati juga pola makan dan istirahat tidak teratur, bau yang menyengat, cahaya terang, konsumsi terlalu banyak obat, dan lainnya.

Saat mengalami serangan, ada dua pilihan pengobatan yang dapat dibagi menjadi dua kategori. "Ada pengobatan untuk menghentikan rasa sakit dan pengobatan untuk mencegah serangan migrain dengan menghentikan sinyal rasa sakit dan pembengkakan pembuluh darah," ungkap dr. Isti. 

 

 

4 dari 4 halaman

Atasi Migrain dengan Manajemen Stres hingga Tidur Cukup

Dalam berbagi pengalaman sebagai pejuang migrain, Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp.N(K) menjelaskan beberapa strategi mencegah serangan migrain yang dapat dilakukan sesuai situasi dan kondisi penyandang migrain. Pasien bisa mencatat kapan saat migrain terjadi, minum lebih banyak air, memperhatikan pemilihan makanan, melakukan teknik manajemen stres, memperhatikan cuaca, makan dan istirahat dengan jadwal reguler.

"Ini merupakan salah satu upaya untuk mengambil kendali dalam mengatasi migrain," jelas Prof. Hasan. 

Menanggapi kondisi migrain yang banyak menyerang kaum wanita, Ketua Umum DPD Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) DKI Jakarta, Endah Ansoroedin, menekankan pentingnya membangun lingkungan yang mendukung pekerja wanita dengan migrain. "DPD IWAPI DKI Jakarta memandang pentingnya penanganan migrain secara seksama, sebab pekerja maupun pengusaha wanita yang terkena migrain akan mengganggu performa kerjanya," jelasnya.

"Otomatis, jika para pekerja maupun pengusaha sehat, maka kinerja dan produktivitas akan meningkat sehingga baik bagi usaha danperekonomian," tutup Endah Ansoroeddin. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini