Liputan6.com, Jakarta - Badan Pangan Singapura atau Singapore Food Agency (SFA) telah menyetujui 16 spesies serangga seperti cacing super dapat dikonsumsi oleh manusia pada Senin, 8 Juli 2024. Pihak SFA mengatakan akan segera menerbitkan izin impor serangga dan produk serangga dari spesies yang dinilai memiliki tingkat kekhawatiran peraturan yang rendah.
"Serangga yang dikonsumsi manusia atau pakan ternak harus memenuhi pedoman SFA, termasuk menyediakan bukti dokumenter bahwa jenis serangga yang diimpor dibudidayakan di tempat yang diatur dengan kontrol keamanan pangan dan tidak dipanen dari alam liar," tulis pihak SFA dalam pernyataannya, dikutip dari CAN, Senin.
Baca Juga
Serangga yang tidak tercantum dalam daftar 16 SFA harus menjalani evaluasi untuk memastikan spesies tersebut aman untuk dikonsumsi, kata lembaga tersebut. Perusahaan yang menjual makanan kemasan yang mengandung serangga juga diharuskan memberi label pada kemasannya sehingga konsumen dapat membuat keputusan yang tepat tentang apakah akan membeli produk tersebut.
Advertisement
SFA mengeluarkan daftar spesies serangga yang dinilai aman untuk dikonsumsi, serta tahap kehidupan serangga yang diizinkan untuk dikonsumsi. Hal ini termasuk beberapa spesies jangkrik dan belalang pada tahap dewasa. Beberapa kumbang, ulat, belatung putih, dan belatung kumbang badak raksasa hanya diperbolehkan pada tahap larva.
Lalu ada ngengat lilin besar dan ngengat lilin kecil yang diizinkan dikonsumsi pada tahap larva saja, sedangkan ulat sutra diizinkan pada tahap larva dan pupa atau kepompong. Lebah madu barat juga akan diizinkan untuk dikonsumsi pada tahap larva dan dewasa.Â
Kebijakan ini awalnya akan diberlakukan pada 2022 lalu tapi mundur dari jadwal semula dan baru resmi berlaku pada Juli 2024. Kebijakan konsumsi serangga diputuskan setelah SFA mengadakan latihan konsultasi publik dari 5 Oktober hingga 4 Desember 2022 tentang regulasi serangga dan produk serangga.
Â
Spesies Serangga yang Bisa Dikonsumsi Manusia
SFA mengatakan bahwa pada Oktober 2022 bahwa pihaknya telah melakukan tinjauan ilmiah dan menilai bahwa spesies serangga tertentu yang memiliki riwayat dikonsumsi manusia dapat dimakan, baik secara langsung, maupun dibuat menjadi makanan ringan.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dalam beberapa tahun terakhir telah mempromosikan konsumsi serangga untuk manusia dalam upaya memberi makan populasi dunia yang terus bertambah dengan cara yang lebih terjangkau dan berkelanjutan. FAO mengungkapkan bahwa serangga yang dapat dikonsumsi memberikan nutrisi berkualitas tinggi, membutuhkan lebih sedikit pakan, dan mengeluarkan lebih sedikit gas rumah kaca daripada ternak yang dibudidayakan.
Selain serangga, SFA mengatakan akan juga mengizinkan ulat sutera untuk dikonsumsi manusia. Ulat sutera sendiri telah dikonsumsi di China, Malaysia, dan sejumlah tempat lain. Ulat sutera menghasilkan kepompong dengan benang sutera, yang terdiri dari dua protein utama, yang dikenal sebagai sericin dan fibroin.
SFA saat itu mengatakan, akan mengizinkan fibroin dari kepompong ulat sutera untuk dikonsumsi, mengingat protein tersebut telah disetujui di Korea Selatan dan Jepang, serta secara umum diakui aman oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat.
Advertisement
Persepsi Negatif Umum Serangga
Profesor William Chen, direktur Program Ilmu dan Teknologi Pangan di Universitas Teknologi Nanyang, mengatakan bahwa meskipun konsumsi serangga tidak asing di sejumlah negara Asia, namun pengenalan langsung serangga utuh dalam menu restoran mungkin masih menantang karena persepsi negatif umum serangga.
"Salah satu cara untuk mengintegrasikan serangga ke dalam makanan kita adalah dengan menambahkan protein serangga ke dalam makanan yang kita kenal seperti pasta," ujar Cohen, melansir kanal Global Liputan6.com, 8 April 2023.
"Tanpa melihat wujud utuh serangga dan tidak ada mengubah rasa –saya dapat dengan aman mengatakan ini setelah mencicipi spageti bolognese yang dibuat dengan pasta berbahan dasar protein ulat tepung– konsumen perlahan-lahan akan menerima makanan berbahan dasar serangga," sambungnya.
Tetapi, mereka yang ingin memperkenalkan larva lalat prajurit hitam sebagai makanan harus mendapatkan persetujuan dari SFA karena tidak ada riwayat konsumsi manusia yang diketahui. Larva lalat tentara hitam digunakan di Singapura untuk mengolah sisa makanan. Larva mengonsumsi limbah hingga empat kali berat badannya dan pada gilirannya, mengeluarkan kotoran, yang digunakan sebagai pupuk.Â
Penjualan Serangga oleh Perusahaan Negara
Larva digunakan sebagai pakan ikan dan udang. Sebelum Singaoura, Inggris sudah lebih dulu mengembalikan ulat dan jangkrik rumah ke dalam menu makanan warganya. Penjualan serangga oleh perusahaan negara itu sempat dilarang akibat keputusannya meninggalkan Uni Eropa (UE), menurut VICE News World.
Brexit memicu aturan serangga dapat dimakan tidak lagi memiliki payung hukum yang mengatur konsumsinya di Inggris. Anggota industri serangga yang dapat dimakan di Inggris kini bisa bernapas lega setelah pemerintah mengakui seharusnya tidak menyuruh mereka berhenti menjual serangga pasca-Brexit.
Saat Inggris meninggalkan UE, banyak aturan UE yang disalin dan ditempelkan ke dalam undang-undang Inggris. Tapi, itu diambil tanpa langkah-langkah transisi yang ada untuk mendukung bisnis melalui undang-undang baru tersebut.
Ini membuat perusahaan seperti Horizon Insects, yang berbasis di London, diperintahkan otoritas lokal untuk berhenti memproduksi serangga dan ditolak perusahaan asuransi. Imbasnya, mereka harus memusnahkan 100 kilogram ulat tepung dan menghentikan penjualan.
Â
Advertisement