Sukses

Dirjen Bea Cukai Tanggapi Isu Pengenaan Pajak Cukai Tiket Konser sampai Smartphone

Selain tiket konser musik, ada pula rumah, makanan cepat saji, tisu, ponsel pintar, MSG, batu bara, dan deterjen yang kabarnya akan dikenai pajak cukai.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dikabarkan akan memberlakukan ekstensifikasi cukai, yaitu penambahan jenis barang yang akan dikenakan pajak cukai sesuai ketentuan perundang-undangan. Tiket pertunjukan hiburan, seperti konser musik, diisukan masuk dalam daftar.

Selain tiket konser musik, ada pula rumah, makanan cepat saji, tisu, ponsel pintar, MSG, batu bara, dan deterjen. Menanggapi itu, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heriyanto mengatakan bahwa isu kebijakan ekstensifikasi cukai disampaikan dalam kuliah umum di ruang lingkup akademis.

"Bahasan kebijakan ekstensifikasi cukai itu mengemuka di acara kuliah umum PKN STAN bertema 'Menggali Potensi Cukai: Hadapi Tantangan, Wujudkan Masa Depan Berkelanjutan.' Jadi, sifat kebijakan ekstensifikasi tersebut masih usulan-usulan dari berbagai pihak, belum masuk kajian, dan dalam rangka mendapat masukan dari kalangan akademisi," ungkapnya di siaran pers, seperti dilansir dari situs web Bea Cukai, Jumat (26/7/2024).

Nirwala menjelaskan, kriteria barang yang dikenakan cukai pada dasarnya adalah barang yang sifat atau karakteristik konsumsinya perlu dikendalikan. Lalu, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, serta pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

"Hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Hingga saat ini, barang yang dikenakan cukai baru ada tiga jenis, yaitu etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau," sebut dia.

2 dari 4 halaman

Tidak Berhubungan dengan Rencana Kebijakan

Soal wacana optimalisasi penerimaan negara melalui ekstensifikasi objek cukai, Nirwala menjelaskan, proses suatu barang yang akan ditetapkan jadi barang kena cukai sangat panjang dan melalui banyak tahap. Ini termasuk mendengarkan aspirasi masyarakat, ia mengklaim.

"Prosesnya dimulai dari penyampaian rencana ekstensifikasi cukai ke DPR, penentuan target penerimaan dalam RAPBN bersama DPR, dan penyusunan peraturan pemerintah sebagai payung hukum pengaturan ekstensifikasi tersebut," rincinya.

Pemerintah diklaim sangat hati-hati menetapkan suatu barang sebagai barang kena cukai. Pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan plastik, misalnya, yang sudah dicantumkan dalam APBN, tapi belum diimplementasikan.

"Pemerintah sangat prudent dan betul-betul mempertimbangkan berbagai aspek, seperti kondisi ekonomi masyarakat, nasional, industri, aspek kesehatan, lingkungan, dan lainnya. Kami akan mendengarkan aspirasi stakeholders, dalam hal ini DPR dan masyarakat luas," tegasnya.

Senada dengan itu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani mengatakan wacana objek cukai yang dimaksud diungkapkan dalam kuliah umum yang tidak berhubungan dengan rencana kebijakan. "Tidak ada hubungannya dengan kebijakan jangka pendek maupun jangka menengah beberapa tahun ke depan," kata dia, lapor Antara.

3 dari 4 halaman

Kebijakan Cukai Lainnya

Di sisi lain, pemerintah melalui dokumen Kebijakan Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) tahun 2025 mencantumkan rencana melakukan intensifikasi kebijakan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT). Ini salah satunya dilakukan melalui penyederhanaan layer.

Penyederhanaan struktur tarif cukai rokok dinilai berpotensi menyuburkan rokok ilegal. Hal tersebut disampaikan Akademisi UNPAD Wawan Hermawan. "Penyederhanaan tarif cukai akan membuat konsumen yang terbebani dengan kenaikan harga berpotensi lari ke pasar rokok ilegal," ujar Wawan melalui keterangan tertulis, 19 Juli 2024, rangkum kanal News Liputan6.com.

Menurut dia, penyederhanaan tarif cukai akan membuat produsen besar mendominasi pasar, sehingga hanya rokok dengan harga relatif mahal saja yang akan tersedia. "Harga rokok (legal) dari Rp25 ribu--Rp30 ribu dibanding (rokok ilegal) yang Ro10 ribu--Rp15 ribu sangat menurunkan minat terhadap rokok legal," kata dia.

Ia menyambung, "Jadi, merokok rokok legal jadi suatu kemewahan bagi kalangan bawah atau 40 persen masyarakat dengan pendapatan terendah." Dengan adanya tekanan ekonomi yang dihadapi masyarakat, menurutnya, banyak perokok yang mencari alternatif lebih murah untuk tetap memenuhi kebiasaan mereka.

4 dari 4 halaman

Kebijakan Bea Cukai Tuai Protes

Awal tahun ini, sejumlah curhatan warganet soal kebijakan Bea Cukai telah viral di dunia maya. Ada pria yang mengeluh dikenakan pajak lebih mahal dibanding sepatu bola yang dibelinya, rangkum kanal Bisnis Liputan6.com dari merdeka.com, 30 April 2024.

Mirip dengan itu, kreator konten bernama Medy Renaldy membagikan curhatan terkait barang kiriman dari luar negeri yang tertahan di Bea Cukai. Belum lagi berbicara tentang cuitan akun X @ijalzaid yang mengunggah kronologi alat pembelajaran siswa tunanetwa yang dikirim OHFA Tech dari Korea Selatan tertahan di Bea Cukai.

Menanggapinya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani membantah Bea Cukai hanya bertindak usai mendapat keluhan dan kritikan dari warganet. "Enggak ada itu. Semua kita jalan (sesuai aturan)," tegas Askolani pada media.

Ia mengklaim, Bea Cukai selalu bertindak sesuai prosedur yang ada. Bila masyarakat mengeluhkan kendala terkait kinerja instusi di bawah Kementerian Keuangan tersebut, Askolani menganggapnya sebagai masukan.

"Kita terus perkuat," Askolani berjanji. "Intinya, masukan tadi sudah saya bilang, ini hanyalah satu bagian dari masukan teman-teman di sana yang ribuan lebih komunikasi, dan itu dengan sistem komunikasi kita yang bagus kita bisa selesaikan."