Sukses

Indonesia Berpotensi Dilanda Gempa Megathrust, Segera Siapkan Tas Siaga Bencana

Potensi gempa megathrust terjadi di Indonesia disebut hanya tinggal menunggu waktu.

Liputan6.com, Jakarta - Potensi terjadinya gempa megathrust di Indonesia disebut "tinggal menunggu waktu." Di tengah kabar tersebut, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jakarta berbagi Tas Siaga Bencana yang sebaiknya disiapkan publik secara pribadi.

Melalui unggahan Instagram, Rabu, 14 Agustus 2024, pihaknya menulis, "Tas Siaga Bencana adalah sebuah tas yang perlu disiapkan oleh setiap anggota keluarga untuk berjaga-jaga saat datangnya bencana atau kondisi darurat lain. Tas Siaga Bencana berguna sebagai persiapan untuk bertahan hidup minimal tiga hari sampai bantuan datang."

"Dengan model ransel yang mudah dibawa, siapkan Tas Siaga Bencana di tempat yang mudah diakses. Bisa di dekat pintu kamar maupun pintu keluar," mereka menambahkan. Jadi, apa saja isi Tas Siaga Bencana?

  1. Dokumen dan surat berharga.
  2. Pakaian ganti untuk tiga hari.
  3. Ponsel dan powerbank dengan daya memadai.
  4. Alat penerangan.
  5. Uang tunai.
  6. Obat-obatan dan perlengkatan P3K.
  7. Makanan ringan yang tahan lama.
  8. Masker dan hand sanitizer.
  9. Peluit.

Sementara itu, kanal News Liputan6.com melaporkan, Kamis, 15 Agustus 2024, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meluruskan informasi perihal gempa megathrust yang disimpulkan masyarakat akan terjadi dalam waktu dekat di Indonesia. Ini terjadi usai keluarnya rilis perihal "Gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut Tinggal Menunggu Waktu."

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menyampaikan, makna dari kalimat "tinggal menunggu waktu" muncul, lantaran Selat Sunda dan Mentawai-Siberut memang dalam kondisi geografis yang dapat memicu gempa besar. Namun, bencana itu belum terjadi dalam kurun waktu ratusan tahun.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Gempa Megathrust Bukan Pembahasan Baru

Daryono menjelaskan, pembahasan mengenai potensi gempa di Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebenarnya bukan hal baru. Pasalnya, kondisi tersebut sudah lama dibicarakan, bahkan sebelum terjadi gempa dan tsunami di Aceh pada 2004.

"Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di Zona Megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini atau warning yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. Tidak demikian," jelas dia.

Ia melanjutkan, "Kami hanya mengingatkan kembali keberadaan Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebagai sebuah potensi yang diduga para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Seismic gap ini memang harus kita waspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu."

Menurutnya, pembahasan potensi gempa di Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut yang kembali dilakukan tidak ada kaitan secara langsung dengan gempa kuat magnitudo 7,1 di Jepang. Lindu ini berpusat di Palung Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki Jepang.

3 dari 4 halaman

Lebih Serius Memitigasi Bencana Gempa

Daryono mengatakan, "Menariknya, gempa yang memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024 mampu menciptakan kekhawatiran bagi para ilmuwan, pejabat negara, dan publik di Jepang akan potensi terjadinya gempa dahsyat di Megathrust Nankai. Peristiwa semacam ini jadi momen yang tepat untuk mengingatkan kita di Indonesia akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut."

Sejarah mencatat, kata Daryono, gempa besar terakhir di Palung Nankai terjadi pada 1946 dengan usia seismic gap 78 tahun. Sementara, gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757 dengan usia seismic gap 267 tahun dan gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797 dengan usia seismic gap 227 tahun.

"Artinya," sebut dia. "Kedua seismic gap kita periodisitasnya jauh lebih lama jika dibandingkan seismic gap Nankai, sehingga mestinya kita jauh lebih serius dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasinya."

Daryono mengingatkan, perlu dipahami bersama bahwa hingga saat ini, belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu dengan tepat dan akurat memprediksi terjadinya gempa, baik kapan, di mana, dan berapa kekuatannya. Jadi, semua pihak tidak tahu kapan sebenarnya bencana gempa akan terjadi, pun mengetahui potensinya.

4 dari 4 halaman

Apa Itu Gempa Megathrust?

Gempa Megathrust adalah gempa bumi yang bersumber dari zona megathrust. Kata "Megathrust" diambil dari "Mega" yang berarti "besar," dan "Thrust" berarti "sesar sungkup."

Zona Megathrust berada di perbatasan pertemuan kerak benua dan kerak samudra. Kanal Regional Liputan6.com melansir dari Antara, Selasa, 13 Agustus 2024, mencatat bahwa penjelasan tentang megathrust ada dalam buku "Peta Sumber dan Bahaya Gempabumi Indonesia Tahun 2017."

Salah satunya terkait zona tumbukan antara Lempeng Indo-Australia dan Eurasia yang menunjam masuk ke bawah Pulau Jawa disebut zona megathrust. Gempa bumi yang terjadi di zona megathrust dijuluki sebagai gempa bumi interplate.

Zona megathrust disebut menunjukan sumber gempa dari tumbukan lempeng di kedalaman dangkal. Itu merupakan lempeng samudra yang menujam ke bawah lempeng benua yang membentuk medan tegangan pada bidang kontak antar lempeng yang bisa bergeser secara tiba-tiba, kemudian memicu gempa.

Jika gempa terjadi di zona tersebut, bagian lempeng benua di atas lempeng samudra bergerak terdorong naik, sehingga gempa yang terjadi dalam skala besar di laut bisa memicu tsunami. Zona megathrust di Indonesia berada di zona subduksi aktif, yakni:

  1. Subduksi Sunda mencakup Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba.
  2. Subduksi Banda.
  3. Subduksi Lempeng Laut Maluku.
  4. Subduksi Sulawesi.
  5. Subduksi Lempeng Laut Filipina.
  6. Subduksi Utara Papua.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.