Sukses

Armor Toreador Minta Damai dengan Cut Intan Nabila, Kenali Ciri-Ciri Permohonan Maaf Palsu Tersangka Kasus Dugaan KDRT

Pengacara Armor Toreador menyebut kliennya ingin menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan untuk kepentingan istri, Cut Intan Nabila, dan anak-anaknya.

Liputan6.com, Jakarta - Tersangka kasus dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Armor Toreador disebut ingin menyelesaikan masalah yang menjeratnya secara kekeluargaan. Ini disampaikan kuasa hukum suami Cut Intan Nabila, Irawansyah.

Pihak pengacara dikatakan berusaha menjalin komunikasi agar masalah ini berakhir damai melalui proses restorative justice. "Kami berkomunikasi intens dengan keluarganya Armor. Cuma kita belum komunikasi dengan pihak korban," ujar Irawansyah, dikutip dari Jawa Pos, Jumat (16/8/2024).

Menurutnya, Armor ingin menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan untuk kepentingan istri dan anak-anaknya. Saat ini, poin-poinnya tengah dibicarakan kuasa hukum dengan keluarga Armor sebelum diajukan ke pihak korban. "Kami lagi menyiapkan penyelesaian secara kekeluargaan," ucap Irawansyah.

Ini sebenarnya bukan pola baru bagi tersangka kasus dugaan KDRT. Di banyak kasus, mereka akan "meminta maaf" atas tindak kekerasan yang diduga mereka lakukan, menurut laman Kantor Hukum Molly B. Kenny yang berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS).

Maka itu, pihaknya merangkumkan red flags dari permintaan maaf tersangka kasus dugaan KDRT. Pertama, mereka akan memberi alasan untuk tindakan kekerasan mereka. "'Saya mabuk,' atau 'Saya marah,' bukanlah alasan untuk melakukan KDRT," sebut kantor hukum tersebut.

"Jika tidak mendengar orang tersebut berkata, 'Tidak ada alasan untuk apa yang saya lakukan,' mereka tidak sedang dalam perjalanan untuk berubah." Kedua, Anda punya segala hak untuk ragu bila tersangka "meremehkan apa yang terjadi"."

"Pelaku kekerasan ingin Anda berpikir bahwa apa yang terjadi bukanlah masalah besar. Jangan percaya ketika mereka mengecilkan kejadian tersebut," kata kantor hukum tersebut. Mengalihkan atau berbagi kesalahan pun tidak seharusnya ada di dalam "permintaan maaf" mereka.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tanda-Tanda Permintaan Maaf Palsu Tersangka Kasus Dugaan KDRT

Kantor Hukum Molly B. Kenny mencatat, "Bila pelaku kekerasan baru saja meminta maaf, tapi kemudian menyebutkan sesuatu tentang bagaimana Anda seharusnya menghentikan situasi tersebut atau bagaimana Anda membuatnya melakukannya, berhati-hatilah dengan pernyataan-pernyataan ini."

Terakhir, permintaan maaf mereka juga palsu jika mengabaikan detail. "Bila pelaku kekerasan dapat meminta maaf, tapi tidak mengatakan apa yang dilakukannya dengan lantang. Mereka sama sekali tidak memahami sepenuhnya tentang beratnya kejadian tersebut."

"Jika pelaku kekerasan tidak memperhatikan bagian-bagian yang paling fatal dari insiden tersebut, itu adalah tanda bahaya." Pihaknya menyebut bahwa pelaku kekerasan dapat berubah, tapi perubahan ini sering kali memerlukan bantuan terapis profesional, pengakuan dan kesadaran penuh tentang apa yang terjadi, serta banyak introspeksi.

"Itu tentu tidak terjadi dalam semalam," tandasnya. Bila tanda-tanda itu yang didapati dalam permintaan maaf tersangka KDRT, ia kemungkin besar hanya "memanipulasi pasangannya dan menghindari tanggung jawab atas tindakannya."

3 dari 4 halaman

Cut Intan Nabila Ngode Minta Tolong?

Sebelum ini, Cut Intan Nabila diduga mengirim kode "empat jari" sebelum berbagi video memperlihatkan diduga tindak kekerasan yang dilakukan Armor Toreador. Ini didapati dari unggahan video memperlihatkan stok ASI untuk bayinya yang dibagikan di akun Instagram-nya, Rabu, 7 Agustus 2024.

"Aku baru buka ig dan scroll ig korban. Ternyata di video sebelumnya, dia ada sign 'empat jari.' YaAllah, temen-temen yuk aware ke sekeliling kita juga kali aja memang sudah ada yg memberi 'sinyal' butuh bantuan. Untuk ka Cut Intan, semoga diberi kebahagian selalu ya kak🥹❤️," tulis salah satu pengguna X, dulunya Twitter.

Jadi, apa itu kode "empat jari?" Melansir Sky News, Kamis, 15 Agustus 2024, isyarat tangan sederhana ini diluncurkan pada awal pandemi COVID-19 untuk mengatasi peningkatan KDRT di seluruh dunia dan membantu mereka yang menderita saat terjebak di rumah.

Isyarat yang diciptakan Women's Funding Network dan Canadian Women's Foundation itu dikembangkan untuk ditampilkan tanpa suara untuk memberi tahu keluarga, teman, atau kolega bahwa seseorang membutuhkan bantuan. Isyarat ini juga dapat digunakan dalam situasi lain, seperti saat membuka pintu ketika ada tamu atau orang datang ke rumah, sementara pelaku kekerasan juga berada di rumah. Jadi, korban KDRT bisa memberi tahu kondisinya tanpa perlu berbicara dan berisiko terdengar si pelaku.

4 dari 4 halaman

Isyarat Empat Jari

Isyarat empat jari melibatkan mengangkat telapak tangan, menyelipkan ibu jari, dan mengatupkan jari-jari. Isyarat ini awalnya diluncurkan di Kanada dan AS, dan telah menyebar ke seluruh dunia berkat media sosial.

CEO Women's Funding Network Elizabeth Barajas-Roman mengatakan, "Isyarat untuk membantu penting karena bersifat non-verbal dan memiliki kekuatan terlepas dari bahasa dan budaya." Kendati demikian, perempuan membutuhkan lebih dari sekadar isyarat untuk lepas dari kekerasan pasangan.

Disebutkan bahwa dukungan lebih luas dibutuhkan demi memastikan perempuan dan anak perempuan terbebas dari kekerasan. Pertama, terkait mobilitas ekonomi. Perempuan membutuhkan gaji yang setara, upah yang layak, dan peran kepemimpinan sehingga mampu memenuhi kebutuhan ekonomi dan tidak bergantung pada pelaku kekerasan.

Menurut Koalisi Nasional Melawan Kekerasan dalam Rumah Tangga di AS, kebebasan finansial berarti kemampuan terbebas dari pelaku kekerasan. Kemudian, pentingnya keberadaan pusat penilain anak yang terjangkau dan Prasekolah Universal. Berkaitan dengan poin pertama, ini berarti mendukung korban menjauhkan anaknya dari pelaku kekerasan.

Ketiga, layanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas pun berperan krusial. Pemulihan dari trauma fisik dan emosional akibat kekerasan memerlukan akses ke perawatan kesehatan, termasuk perlindungan kesehatan mental.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.