Sukses

Di Balik Layar Maskapai Penerbangan Mendukung Diplomasi Kuliner Indonesia di Udara

Kuliner adalah salah satu alat penting negara untuk berdiplomasi secara halus. Sejumlah maskapai dalam negeri menunjukkan dukungannya dengan menyediakan menu khas Indonesia untuk para penumpangnya dengan penuh tantangan.

Liputan6.com, Jakarta - Dari perut turun ke hati, itulah kemampuan kuliner memengaruhi ketertarikan orang terhadap negeri gemah ripah loh jinawi ini. Sukses tidaknya diplomasi kuliner Indonesia perlu orkestrasi banyak pihak, tak terkecuali maskapai penerbangan. Moda transportasi ini terbilang strategis karena menjadi sarana mobilitas orang asing maupun diaspora dari luar ke dalam Indonesia, ataupun sebaliknya.

Hal itu juga disadari betul oleh maskapai pelat merah Garuda Indonesia. Mereka pun menyiapkan ragam kuliner Indonesia dalam rangkaian set menu khusus yang disebut sebagai Signature Dish Garuda Indonesia dalam penerbangan internasional. Itu merupakan bagian dari program Garuda Rasa dengan target utama warga asing.

"Signature dish sendiri merupakan pilihan menu terbaik Garuda Indonesia yang ditawarkan dan disiapkan oleh chef on board pada penerbangan internasional. Saat ini, sejumlah pilihan Signature Dish yang sudah disajikan adalah Sumatera Dish dan Balinese Dish, sementara dalam tahap pengembangan yaitu Javanese Dish," kata Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra kepada Tim Lifestyle Liputan6.com, Kamis, 15 Agustus 2024.

Hal yang sama dilakukan oleh Lion Air Group yang meyakini bahwa makanan adalah salah satu cara terbaik untuk menjembatani budaya dan memperkenalkan Indonesia kepada dunia. Corporate Communications Strategic of Lion Group Danang Mandala Prihantoro menyebut pihaknya secara aktif merancang menu khas Indonesia yang tidak hanya untuk penumpang WNI, tetapi juga non-WNI.

"Dengan harapan mereka dapat merasakan cita rasa autentik Indonesia selama perjalanan mereka," ujarnya saat dihubungi terpisah via pesan tertulis.

Keyakinan yang sama juga dimiliki Indonesia AirAsia yang menggunakan kuliner sebagai sarana membuka dialog budaya, mempererat hubungan antar-negara, dan menjadi jembatan untuk pemahaman yang lebih dalam antara masyarakat global. "Diplomasi kuliner dengan menggunakan rendang sebagai simbol adalah langkah strategis dan cerdas dalam memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia internasional," ujar Head of Indonesia Affairs and Policy Indonesia AirAsia, Eddy Krismeidi Soemawilaga.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ragam Menu Kuliner Indonesia yang Ditawarkan

Karena itu, melalui brand penyedia inflight meal Santan, Eddy mengatakan AirAsia menghadirkan Nasi Padang Uda Ratman sebagai menu makanan Indonesia andalan. Santan juga berinovasi dengan mengeluarkan Rendang Plant-Based dengan Nasi Uduk yang dagingnya terbuat dari bahan nabati bertekstur sehingga terasa mirip dengan daging rendang asli. Ada pula bubur kacang hijau dan bubur ketan hitam sebagai pilihan lainnya.

Menu khas Indonesia itu selain tersedia dalam penerbangan domestik di Indonesia, juga dalam penerbangan internasional dari dan ke Indonesia, di rute seperti Jakarta ke Kuala Lumpur, Singapura, Bangkok, atau destinasi lainnya di ASEAN. "Secara umum, ketersediaan menu khas Indonesia di penerbangan internasional AirAsia bergantung pada rute spesifik dan negara tujuan, dengan tujuan utama untuk menyediakan rasa yang akrab bagi penumpang Indonesia dan pengenalan kuliner Indonesia kepada penumpang internasional," kata Eddy.

Sementara, Lion Air Group melalui Lion Boga menawarkan menu nasi goreng dengan pilihan daging ayam, sapi, ataupun makanan laut sebagai makanan khas Indonesia utama di berbagai rute internasional. Ada pula aneka kue dan menu lainnya.

"Menu-menu ini tersedia di beberapa rute internasional yang kami layani, termasuk penerbangan ke Singapura, Malaysia, Thailand, Saudi Arabia, dan Australia. Kami juga terus berupaya memperluas cakupan ketersediaan menu ini ke rute internasional lainnya sesuai dengan permintaan penumpang," ucap Danang.

Garuda Indonesia melalui program Garuda Rasa menawarkan pilihan menu nusantara yang lebih beragam, seperti Nasi Kapau, Sate, Gado-Gado, Soto, Nasi Goreng yang disesuaikan dengan rute yang diterbangi.

"Di sisi lain, kita sedang mengembangkan hidangan khas nusantara dari Luar Negeri yang ke Indonesia, di mana saat ini berjalan di rute Amsterdam - Jakarta (Nasi Kapau, Soto Ayam), Seoul - Jakarta (Ayam Bumbu Rujak, Tuna Sambal Matah, Ikan Rica-Rica), Tokyo - Jakarta (Sate dan Sambal Matah), Hongkong - Jakarta (Semur Daging)," urai Dirut Garuda Indonesia.

 

3 dari 4 halaman

Pemanfaatan Bahan Baku Lokal

4 dari 4 halaman

Tantangan Menghadirkan Menu dalam Penerbangan

Untuk menunjang penyediaan menu, masing-masing maskapai mengaku memanfaatkan bahan baku lokal Indonesia. Garuda Indonesia misalnya, mengaku penggunaan bahan baku lokal mendominasi menu Indonesia. Meski demikian, pihaknya tak menutup kemungkinan menggunakan bahan baku dari luar negeri menyesuaikan dengan preferensi varian menu internasional yang ada.

AirAsia juga mengaku memanfaatkan bahan baku lokal sebanyak mungkin, seperti beras, rempah-rempah, daging ayam dan sapi, sayuran, hingga produk olahan, terutama untuk menu yang menampilkan makanan khas Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mendukung perekonomian lokal, memastikan kesegaran bahan, dan mengurangi biaya logistik.

"Penggunaan bahan baku lokal memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal, dengan mendukung petani dan produsen lokal di Indonesia. Memanfaatkan bahan baku lokal juga membantu memastikanbahwa makanan yang disajikan lebih segar dan sesuai dengan cita rasa autentik masakan Indonesia," ucap Eddy.

Alasan serupa juga disampaikan Lion Boga yang mengaku sekitar 80 persen bahan baku yang digunakan untuk menyajikan menu inflight di rute domestik dan internasional bersumber dari pemasok lokal di Indonesia. Jenisnya meliputi beras, daging ayam, sayuran dan buah, serta bumbu dan rempah-rempah.

"Dengan memprioritaskan bahan baku lokal, kami tidak hanya mendukung perekonomian lokal, tetapi juga memastikan bahwa setiap hidangan yang disajikan di penerbangan kami memiliki rasa yang autentik dan berkualitas. Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan penggunaan bahan baku lokal dalam penyediaan menu inflight kami, sejalan dengan visi kami untuk menjadi maskapai yang mendukung keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia," sahut Danang.

Selalu ada plus minus dalam menghadirkan menu inflight. Tapi bagi Garuda Indonesia, beragam menu dalam penerbangan itu merupakan nilai tambah tersendiri bagi maskapai. 

"Tidak hanya sebagai ragam pilihan menu bagi penumpang yang menjadikan mereka merasa seperti di rumah sendiri, namun juga menjadi sarana diplomasi kuliner dan branding Indonesia," jelas Irfan. 

 

Di samping, pilihan menu nusantara itu menjadi salah satu competitive advantage bagi penumpang asal Indonesia sebagai bagian dari manifestasi Garuda Indonesiayang mengedepankan Indonesia Hospitality melalui pendekatan cita rasa nusantara. Meski begitu, ia mengakui tidak mudah menghadirkan makanan di dalam penerbangan, khususnya terkait konsistensi rasa.

"Hal ini yang kami mitigasi dengan mengoptimalkan fokus quality assurance dengan melibatkan chef profesional serta audit serta berkala guna memastikan kualitas makanan senantiasa terjaga," ujar Irfan seraya menambahkan pemenuhan standardisasi katering lengkap dengan sertifikat halal dan kualitas mutu internasional sebagai upaya memenuhi kebutuhan pasar.

Berbeda pula sudut pandang Lion Air Group dalam memandang menu inflight. Walau diakui bisa menambah pemasukan, Danang menyebut biaya operasional yang lebih tinggi harus dipertimbangkan maskapai dalam menyajikan menu di dalam penerbangan. Belum lagi kompleksitas logistik, potensi pemborosan, hingga keterbatasan ruang dan waktu dalam penyajian.

"Biaya ini bisa cukup signifikan, terutama jika menu harus disesuaikan untuk berbagai rute internasional dan kebutuhan diet penumpang," katanya.

Sementara bagi AirAsia, menu inflight berperan penting dalam menambah pendapatan, mendiferensiasi pasar, serta meningkatkan daya tarik bagi penumpang, khususnya saat terbang dalam rute yang panjang. Tapi, disadari pula bahwa mengelola makanan inflight memerlukan logistik yang kompleks. Kesalahan dalam logistik bisa berdampak pada kualitas makanan dan kepuasan penumpang.

"Makanan inflight yang tidak terjual atau tidak habis dikonsumsi bisa menimbulkan pemborosan. Maskapai juga harus mematuhi standar keamanan makanan yang ketat, termasuk menjaga kebersihan dan mencegah kontaminasi, yang dapat menambah biaya dan kompleksitas," imbuhnya seraya menyebut pihaknya membentuk tim perencana khusus yang bertugas menganalisis data historis dan tren permintaan makanan pada setiap penerbangan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini