Liputan6.com, Jakarta - Dalam sepekan terakhir beredar isu gempa megathrust yang berpotensi terjadi di Pulau Jawa. Isu gempa ini membuat sebagian masyarakat khawatir untuk berwisata ke luar rumah. Menanggapi kabar yang bikin heboh tersebut, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengimbau masyarakat agar tidak panik, tapi tetap waspada saat akan berwisata.
Menurut Sandiaga Uno, masyarakat bisa berwisata seperti biasa, tapi perlu membekali diri dengan informasi yang akurat agar bisa berwaspada. "Dengan bekal informasi ini, kita terutama para wisatawan bisa tingkatkan kewaspadaan," ucap Sandiaga dalam The Weekly Brief With Sandi Uno, yang digelar hybrid di Jakarta, Senin, 19 Agustus 2024.
Baca Juga
Ia mengingatkan kembali bahwa Indonesia termasuk wilayah yang rawan gempa bumi. Untuk itu, pria yang akrab disapa Sandi ini mengimbau masyarakat agar terus mengakses informasi terkait mitigasi bencana.
Advertisement
"Kita tetap berwisata dan kita lakukan wisata dan juga melihat informasi terkini mengenai cuaca dan akses melakui BMKG maupun sistem yang lebih detail lagi," terangnya.
Mengenai sosialisasi terkait evakuasi, hal itu bakal terus dilakukan dan disampaikan ke masyarakat. Menurut Sandi, pemerintah juga sudah punya sistem informasi untuk menanggulangi bencana. Nantinya, hal ini akan diprioritaskan kepada masyarakat dan wisatawan.
Dalam kesempatan itu, Kemenparekraf bersama Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengumumkan bakal mengembangkan aplikasi untuk memprakirakan cuaca berbasis dampak (Impact Based Forecasting) atau IBF. Aplikasi ini berfungsi untuk memprakirakan cuaca di wilayah destinasi di Indonesia yang akan dikunjungi wisatawan. Menparekraf mengatakan, aplikasi ini nantinya akan sangat berguna untuk para wisatawan saat hendak berkunjung ke destinasi di Indonesia.
Aplikasi Informasi Cuaca dari BMKG
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan, aplikasi tersebut tidak hanya menginformasikan perihal cuaca dan suhu udara, tapi juga dampak dan potensi dari cuaca di suatu wilayah tersebut.
"Konten aplikasi ini bukan hanya tentang suhu udara atau, apakah akan terjadi hujan atau berawan, tapi juga potensi dampaknya, apakah akan terjadi kilat petir, apakah akan terjadi puting beliung, longsor, banjir," terangnya.
Ia mengatakan, aplikasi ini bukan hanya membantu wisatawan untuk mengatahui bagaimana prakiraan cuaca destinasi yang akan dituju, tapi juga mitigasi dan menginformasikan terkait kemungkinan terjadi cuaca ekstrem.
"Misalnya mau mengunjungi Labuan Bajo, lalu ada potensi hujan lebat di siang hari, berati kita harus cepat berangkat pagi, sampai jam 1 harus kembali ke lokasi. Aplikasi ini nantinya akan membuat perencanaan jadi lebih tepat," jelas Dwikorita.
Aplikasi IBF ini nantinya akan terpisah dengan prakiraan cuaca yang ada di Info BMKG. Untuk proyek percontohan, aplikasi ini baru bisa digunakan untuk wisatawan yang akan berlibur ke Labuan Bajo di NTT.
Advertisement
Aplikasi Prakiraan Cuaca di Tempat Wisata
Dwikorita berjanji ke depannya sejumlah tempat wisata lainnya di Indonesia juga akan masuk dalam aplikasi tersebut. Adapun proyek percontohan aplikasi IBF akan diluncurkan pada November atau Desember tahun ini.
Isu gempa besar atau megathrut di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebenarnya bukanlah hal baru. Namun, masyarakat belakangan dihebohkan kembali karena munculnya rumor gempa tersebut pasti terjadi dan hanya tinggal menunggu waktu setelah BMKG merilis informasi berjudul Gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut Tinggal Menunggu Waktu.
BMKG pun meluruskan informasi yang beredar. Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono menyampaikan, makna dari kalimat “tinggal menunggu waktu” muncul lantaran Selat Sunda dan Mentawai-Siberut dalam kondisi geografis yang dapat memicu gempa besar, namun belum juga terjadi dalam kurun waktu ratusan tahun.
"Tetapi bukan berarti segera akan terjadi gempa dalam waktu dekat. Dikatakan tinggal menunggu waktu disebabkan karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah rilis gempa besar semua, sementara Selat Sunda dan Mentawai-Siberut hingga saat ini belum terjadi," tutur Daryono dalam keterangannya, Kamis, 15 Agustus 2024, dikutip dari kanal News Liputan6.com.
Gempa Bukan Berarti Terjadi dalam Waktu Dekat
Daryono mengulas, pembahasan mengenai potensi gempa di Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sudah lama dibicarakan, bahkan sejak sebelum terjadi gempa dan tsunami di Aceh pada 2004 lalu.
"Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini atau warning yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. Tidak demikian," jelas dia.
"Kita hanya mengingatkan kembali keberadaan Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebagai sebuah potensi yang diduga oleh para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar atau seismic gap, yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Seismic gap ini memang harus kita waspadai karena bisa melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu," sambung Daryono.
Sementara itu, Koordinator Mitigasi Gempa Bumi PVMBG Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Supartoyo menerangkan isu tentang gempa bumi megathrust sebelumnya muncul pada 2004, 2018, 2022, dan terakhir 2024. Isu tersebut berkembang menjadi kekhawatiran dan keresahan masyarakat, karena kurangnya pemahaman masyarakat dalam menerima informasi tersebut.
Semestinya, jelas Supartoyo, data dan informasi tersebut dijadikan pedoman untuk meningkatkan upaya mitigasi gempa bumi dan tsunami. "Zona penunjaman merupakan sumber gempa bumi utama di Indonesia yang membentang mulai dari barat Pulau Sumatera, selatan Jawa hingga Bali dan Nusa Tenggara, laut Banda, utara Papua, utara Sulawesi, timur Sulawesi Utara dan barat Halmahera," kata Supartoyo.
Advertisement