Liputan6.com, Jakarta - Gempa megathrust yang terus digaungkan belakangan ini bukanlah isapan jempol. Kepala Bidang Mitigasi Tsunami Samudra Hindia dan Pasifik BMKG Suci Anugerah menyatakan sekian banyak gempa besar yang terjadi di Indonesia menjadi buktinya, seperti gempa yang disusul tsunami di Banyuwangi pada 1994 dan tsunami Biak pada 1996.
Namun, kesiapsiagaan yang dilakukan banyak pihak dalam mengantisipasi terjadinya gempa dan tsunami di Indonesia terbilang masih rendah. Suci menyoroti khususnya di sektor pariwisata. Ia menyebut masih banyak hotel atau pengelola wisata lainnya yang mengabaikan soal risiko bencana di tempat mereka beroperasi.
Padahal, tahapan mitigasi dimulai dari assessment. "Sangat baik sekali sekarang kita sudah mengenal apa itu megathrust. Dulu bahkan kita tidak tahu apa istilah tsunami, bahkan setelah kita mengalami tsunami Banyuwangi 1994 atau tsunami biak 1996," ujarnya dalam The Weekly Brief with Sandi Uno di Jakarta secara hybrid, Senin, 26 Agustus 2024.
Advertisement
Masih dalam rangkaian assessment atau penilaian, hotel dan pengelola kawasan wisata selanjutnya diminta untuk mengidentifikasi perkiraan jumlah wisatawan yang akan datang. Data itu penting untuk merancang rencana evakuasi seefektif dan seefisien mungkin ketika bencana benar datang.
Langkah mitigasi berikutnya, kata Suci, adalah membangun kesiapan. Utamanya adalah menyiapkan rambu-rambu dan jalur evakuasi dengan baik. Tak ketinggalan adalah pemasangan peta evakuasi dan alarm untuk perintah evakuasi.
"Seringkali kita ke hotel, rambunya tidak jelas, kemudian jalur evakuasinya mungkin terhalang oleh banyak barang-barang, kemudian pintu darurat tidak mudah terbuka," urai Suci tentang sederet pengabaian persiapan evakuasi di hotel atau kawasan wisata lainnya.
Pentingnya Keterampilan Evakuasi
Masih dari tahapan preparadness, Suci juga meminta hotel dan pengelola kawasan wisata lainnya untuk menyiapkan informasi kesiapsiagaan. Yang dimaksud adalah membuat materi-materi edukasi perihal risiko bencana gempa dan tsunami yang mudah dipahami para tamu.
Tak ketinggalan adalah selalu memberikan safety briefing sebelum memulai suatu pertemuan. Hal itu penting agar para tamu bisa memahami apa yang harus dilakukan dalam kondisi darurat. "Kemudian, pegawai hotel menjadi terlatih dengan sering melakukan sosialisasi, kemudian mengikuti training, dan bahkan melakukan simulasi secara rutin,"ujar Suci.
Kegiatan simulasi tidak selalu harus serius, tetapi juga bisa dirancang secara menyenangkan. Kegiatannya juga bisa memanfaatkan momentum hari-hari penting, seperti Hari Kesiapsiagaan Bencana pada 26 April atau World Tsunami Awareness Day pada 5 November.
"BMKG punya tsunami fun drill atau BNPB melakukan yang namanya run for life, artinya simulasi tsunami dibuat dalam fun simulation," ujarnya. Lainnya yang juga harus dilakukan adalah membuat rencana kontigensi, melengkapi command center, dan memastikan akses informasi soal kebencanaan dari BMKG.
Advertisement
Tidak Ada yang Bisa Memprediksi Gempa
Suci menyatakan hingga seat ini tidak ada yang bisa memprediksi dengan tepat kapan dan bagaimana gempa bisa terjadi. Karena itu, tidak ada pihak yang bisa menjamin keamanan tempat wisata dari potensi bencana 100 persen.
"Yang dapat kita pastikan adalah ketika kita menyiapkan, menyegerakan persiapan mitigasi gempa bumi dan tsunami, maka itu akan mengurangi risiko dampak gempa bumi dan tsunami yang akan timbul. Kalau kita sudah siapkan, segera promosi wisata aman berbasis mitigasi gempa bumi dan tsunami," ujarnya.
Ia juga menyebut ada tiga hal yang perlu diketahui oleh wisatawan perihal tanggap darurat yang disebutnya sebagai tiga langkah tanggap tsunami. Pertama adalah tanggap gempa bumi. Wisatawan perlu memahami gempa bumi seperti apa yang bisa menimbulkan tsunami.
"Dalam hal ini, gempa bumi yang berkekuatan besar sehingga kita tidak mampu untuk berdiri atau gempa bumi yang mungkin bisa berdiri tapi durasinya sangat lama. Kalau kita sudah mengidentifikasi itu, dan kita berada di sisi pantai, segera menjauhi pantai. Kalau di New Zealand, long or strong get gone," ia menguraikan.
Berikutnya adalah memahami peringatan dini dari BMKG dan memahami arti awas, siaga dan waspada serta cara mendapatkan peringatan tsunami tersebut. Ketiga, wisatawan para pengelola Kawasan wisata, juga harus memahami cara evakuasi, ke mana evakuasi tercepat dan teraman. "Di mana tempat evakuasi, bagaimana prosedur evakuasi," katanya.
Kadispar Pandeglang Minta Pemberitaan Megathrust Direm
Ada banyak cara merespons informasi yang tidak mengenakkan, menyiapkan antisipasi atau menyangkalnya. Dalam hal ini, Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Pandeglang Rahmat Zultika meminta agar penyebaran informasi soal potensi gempa megathrust di Indonesia untuk direm jelang akhir tahun.
"Kami berharap isu ini tidak digaungkan kencang-kencang, apalagi menjelang akhir tahun, saat liburan," kata Rahmat dalam The Weekly Brief with Sandi Uno di Jakarta secara hybrid, Senin, 26 Agustus 2024.
Ia beralasan masyarakat Indonesia tidak seperti warga Jepang yang sudah memiliki pengetahuan soal gempa bumi dan tsunami yang cukup. Dengan begitu, peringatan soal gempa megathrust akan ditanggapi reaktif sehingga berpengaruh kepada sektor pariwisata.
Pertimbangan itu muncul mengingat Pandeglang memiliki banyak tempat wisata pantai yang rentan diterjang tsunami bila terjadi gempa bumi yang skalanya besar. "Dari 499 kilometer panjang pantai di Banten, Pandeglang memiliki panjang pantai 307 kilometer. Jadi, panjang sekali pantainya Pandeglang," ucapnya.
Menurut Rahmat, informasi tersebut membuat beberapa grup membatalkan kunjungan ke Tanjung Lesung, kawasan ekonomi khusus yang menjadi salah satu andalan Pandeglang. Tingkat kunjungan wisata ke Pandeglang juga menurun pada minggu ketiga Agustus 2024, meski diakuinya tidak serta-merta dipicu informasi gempa besar.
Advertisement