Sukses

Gandeng Tangan Menjawab Tantangan Konsumsi Pangan Ramah Lingkungan

Membuka banyak saluran komunikasi dianggap sebagai salah satu solusi dalam memperkenalkan pangan ramah lingkungan.

Liputan6.com, Jakarta - Transformasi sistem pangan nasional harus digerakkan melalui banyak upaya, termasuk dengan menjawab tantangan konsumsi pangan ramah lingkungan. Peneliti Center for Transdisciplinary and Sustainability Sciences Institut Pertanian Bogor (CTSS IPB) Annisa Utami Seminar menyebut bahwa pangan berkelanjutan bisa dibangun melalui usaha kolektif.

"Dari sisi konsumen," kata dia saat jumpa pers Future Foods Forum (FFF) di kawasan Salemba, Jakarta Pusat, Selasa, 27 Agustus 2024. "Pertanyaan-pertanyaan yang timbul adalah, 'Apakah konsumen sudah tahu dan punya kebutuhan akan pangan yang tidak hanya berkelanjutan, tapi juga sehat?'"

Ini bisa dijawab, menurut Annisa, dengan cara membuka banyak saluran komunikasi. Pengetahuan akan pangan ramah lingkungan selayaknya mengomunikasikan ilmu baru. "Mungkin ada konsumen yang sudah tahu, tapi bisa jadi ada yang merasa tidak relate dengan praktik (pangan berkelanjutan)," ia menyambung.

Maka itu, intervensinya harus dilakukan banyak pihak, termasuk pemerintah melalui kebijakan-kebijakan strategis. Sayangnya, Annisa menyebut, kebijakan pangan sekarang semata mengarah pada pemenuhan kebutuhan publik, bukan pengarahan pada konsumsi-konsumi pangan yang baik.

"Saya menyadari bahwa produk-produk komunikasi, saluran-saluran komunikasi tentang makanan, tentang pangan, itu masih lebih banyak dipegang pemain industri, dan itu sebenarnya bisa jadi (ladang) untuk sama-sama belajar. Bagaimana pemain industri bisa memasarkan produk yang semula asing sampai bisa disukai banyak orang," bebernya.

Kolaborasi pihak-pihak terkait diharapkan bisa mengubah paradigma masyarakat tentang konsumsi pangan ramah lingkungan. "Bagaimana makan tidak hanya soal memenuhi emosi, tapi juga makan makanan yang baik (dalam hal ini diproduksi dengan cara berkelanjutan), yang sehat dan bergizi," ujar dia.

2 dari 4 halaman

Menuju Transformasi Pangan

Menyambung itu, Chief Executive Officer CIPS dan Sekretariat FFF Anton Rizki menggarisbawahi beberapa aspek yang bisa diperhatikan. "Pertama," kata dia. "Perlunya dukungan investasi terhadap teknologi pertanian yang memengaruhi produktivitas."

Kemudian, memberi bantuan langsung yang dapat membuka kesempatan bagi para petani untuk mengembangkan diri. "Kami juga mendorong kompetisi yang sehat antara pihak swasta dan pemerintah guna meningkatkan daya saing dan mengurangi distorsi pasar."

Ia mencontohkan, pemerintah saat ini sangat fokus pada pengadaan beras, tanpa mengenalkan variasi-variasi makanan lain yang "lebih baik dan lebih dibutuhkan masyarakat." Transformasi pangan, menurut dia, harus lebih komprehensif demi menjawab berbagai kondisi terkini.

Kondisi-kondisi tersebut, sebut Head of Corporate Affairs & Sustainability Unilever Indonesia Nurdiana Darus, antara lain ketersediaan lahan dan perubahan iklim. Sebagai mitigasi dan adaptasi terhadap keadaan tersebut, pihaknya menerapkan pertanian regeneratif.

Ia menjelaskan bahwa praktik tersebut bertitik berat pada restorasi lahan. "Ini penekanan lebih mendalam dari praktik pertanian berkelanjutan," ia mengklaim.

3 dari 4 halaman

Penerapan Pertanian Regeneratif

Pertanian regeneratif, menurut dia, bisa meningkatkan produktivitas secara berkelanjutan, mengingat lahan pertaniannya bisa berumur panjang. Dengan demikian, praktik ini akhirnya diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan para petani.

"Melalui prinsip-prinsip pertanian regeneratif, kita bisa berfokus pada pengurangan emisi karbon, karena karbonnya tetap terjebak di dalam tanah," Nurdiana melanjutkan. "Hingga 2030 nanti, Unilever secara global menargetkan penerapan pertanian regeneratif di satu juta hektare lahan."

Sebelumnya, perusahaan itu mengaku telah menggalakkan pertanian berkelanjutan guna memenuhi bahan baku dengan tetap menjaga kualitas lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan petani kecil. "Salah satunya melalui program Bango Pangan Lestari," sebut dia.

Dalam praktiknya, mereka melaporkan telah menjalankan program yang mendukung ribuan petani kedelai hitam di Jawa Timur untuk beralih ke sistem pertanian regeneratif. Mulai tahun ini, perusahaan tersebut menyelenggarakan serangkaian pelatihan petani, dengan membuat Sekolah Lapangan Petani.

Pihaknya juga mengembangkan 18 demo plot dengan prinsip pertanian regeneratif. Ini dilakukan guna mendorong peningkatan produktivitas kedelai hitam, memperbaiki kesuburan tanah dalam jangka panjang, mengurangi intensitas karbon, dan meningkatkan keanekaragaman hayati di lahan pertanian.

4 dari 4 halaman

Saling Belajar demi Mencapai Ketahanan Pangan

Sebagai salah satu cara menghimpun kekuatan kolaborasi lintas sektor untuk mempercepat tercapainya transformasi sistem pangan melalui pertanian regeneratif, FFF dibentuk sebagai jejaring kemitraan. Itu juga merupakan wadah diskusi dalam mengatasi berbagai isu pangan di Indonesia.

Annisa berharap, "Semoga melalui Future Foods Forum kita bisa semakin banyak mendapatkan praktik-praktik baik untuk keperluan rekomendasi kebijakan (pemerintah)."

Nurdiana menegaskan bahwa transformasi tidak mungkin dicapai tanpa dukungan berbagai pihak. "Maka itu, kami berharap Future Foods Forum bisa menjembatani diskusi antar-pihak, dan diskusi antara perusahaan swasta dengan akademis, bahkan NGO."

"Kalau tidak mau membuka komunikasi multi-pihak, kita tidak bisa saling belajar, karena saya yakin sudah banyak sekali program yang dilakukan di luar sana, tapi kita mungkin tidak pernah dengar. Dengan tahu, siapa tahu kita malah bisa saling membantu," ia menyambung.

Sedangkan, Anton menggarisbawahi pentingnya jaminan kesejahteraan bagi para petani dalam berbagai upaya mencapai ketahanan pangan di dalam negeri. "Kalau tidak sejahtera, siapa yang mau jadi petani?"