Sukses

Cerita WNI yang Tinggal di Swiss Pilih Belanja ke Jerman karena Harga Sembako Lebih Murah

Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Swiss pun sampai belanja ke negara Eropa di sekitarnya termasuk Jerman dan Austria untuk menghemat pengeluaran belanja sembako bulanan.

Liputan6.com, Jakarta - Swiss terkenal sebagai salah satu negara dengan biaya hidup yang mahal. Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Swiss pun sampai belanja ke negara Eropa di sekitarnya untuk menghemat pengeluaran.

"Orang Swiss belanja bulanannya di Jerman, udah rahasia umum lah kalau di Swiss itu apa-apa emang serba mahal," kata WNI tersebut di akun @livewitheveee pada Kamis, 19 September 2024.

Itu sebabnya, tak hanya pendatang tapi banyak warga Swiss yang suka belanja ke negara tetangga. "Kayak Austria lah, Jerman, Italy, atau Prancis yang harganya tuh emang jauh lebih murah. Tapi semurah apa ya di sana?" Sambungnya lagi.

Lalu wanita bernama Evelyn itu pun mengajak masuk dan berkeliling ke sebuah supermarket besar di Jerman. Ia mendatangi salah satu yang terbesar yaitu Kaufland yang letaknya di Kota Konstanz, salah satu kota perbatasan antara Swiss dan Jerman.

"Di sini tuh kalian bisa lihat banyak banget mobil-mobil yang plat-nya tuh dari Swiss," ungkapnya lagi.

Supermarket tersebut termasuk lengkap dan besar karena tidak hanya menjual barang kebutuhan sehari-hari. Ada juga tanaman maupun perkakas rumah tangga dan mainan untuk anabul (anak bulu).

Ia mengaku langsung belanja untuk stok selama satu minggu, namun menurutnya khusus daging dibatasi hanya boleh membeli 1 kg per orang. "Nah ini untuk mencegah impor yang berlebihan gaes," katanya. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Harga Jauh Lebih Murah

Secara keseluruhan, harga barang-barang di supermarket tersebut jauh lebih murah, bahkan bisa 30-50 persen dari Swiss. Ia menyontohkan minyak goreng yang di Swiss 4,5 Franc Swiss atau sekitar Rp85 ribu untuk 1 liter, tapi hanya dijual 1,39 Euro atau setara Rp23 ribu.

Lalu kelebihan lainnya saat belanja di supermarket tersebut adalah pencantuman nutri-score untuk mengetahui sesehat apa makanan yang akan dibeli. Setelah selesai berbelanja, kita pun bisa mengklaim pengembalian pajaknya seperti saat belanja di bandara.

Konten yang disukai oleh lebih dari 17,9 ribu pengguna TikTok itu pun menuai beragam komentar. "temenku yg tinggal di France jg bilang, kl org France ke Swiss cuma u/ kerja. Kl plg ya balik lagi ke France krn di Swiss biaya hidup lbh mahal. Tapi manifesting ku bisa tinggal di Swiss biidznillah✨," tulis seorang warganet.

"Jerman emang murahbya gaada obat, kalau jalan2 kemana aku pasti cari Lidl 😂," balas yang lain. "fyi custom di border Basel buka sampai jam 9 malem loh! Aku sering belanja malem ke Rheinfelden and stamp my receipt at 9ish." warganet lain memberi bocoran.

3 dari 4 halaman

Desa Lauterbrunnen di Swiss Adopsi Pajak Wisata

Di tengah biaya hidup yang mahal, sebuah desa di Swiss, Lauterbrunnen yang terkenal dengan kemegahan Pegunungan Alpen kabarnya akan mengadopsi pajak wisata melalui tiket masuk harian. Kebijakan ini mengikuti seperti yang sudah diterapkan oleh Venesia di Italia.

Langkah tesebut menyusul overtourism yang sedang melanda desa tersebut. Mengutip laman Euronews, Sabtu, 25 Mei 2024, desa dengan lembah hijau beludru, tebing-tebing yang menjulang tinggi, dan Air Terjun Staubbach setinggi 300 meter, kawasan ini merupakan tempat yang sangat indah dan Intagrammable.

Pengunjung kini berbondong-bondong datang, dan dusun berpenduduk 2.400 jiwa ini kesulitan untuk mengatasinya. Semuanya karena desa ini menjadi viral media sosial. Tidak ada keraguan bahwa pemandangan Lauterbrunnen menjadi foto menarik karena Air Terjun Staubbach yang bergemuruh telah dijepret ribuan kali.

Tetapi, kesibukan untuk mendapatkan konten Instagrammable berupa pemandangan sensasional memusingkan warga. Tempat parkir mobil serta angkutan umum dipenuhi pengunjung, sementara jalanan dipenuhi sampah. Harga sewa juga meningkat karena tuan tanah mengambil keuntungan dari wisatawan yang membayar lebih tinggi.

4 dari 4 halaman

Besaran Usulan Pajak di Swiss

"Kami merasa seperti pegawai di taman hiburan," kata pendeta desa Markus Tschanz kepada radio publik Swiss SRF tahun lalu.

Pemerintah setempat telah membentuk kelompok kerja untuk menetapkan cara mengelola masuknya wisatawan. Salah satu usulannya adalah mengikuti Venesia dan membebankan biaya masuk sebesar CHF5 (sekitar 5 Euro atau Rp84 ribu) hingga CHF10 (RP170 ribu) kepada pelancong harian, situs berita Swiss Berner Zeitung melaporkan.

Seperti halnya di Venesia, pengunjung yang menghabiskan harinya di Lauterbrunnen harus membayar menggunakan aplikasi ponsel pintar. Namun, biaya tersebut hanya berlaku bagi mereka yang datang dengan mobil. Jika Anda tiba dengan transportasi umum, Anda tidak perlu membayar.

Tamu yang telah memesan akomodasi semalam juga akan dikecualikan. Jika peraturan tersebut mendapat lampu hijau, maka peraturan tersebut tidak akan berlaku pada musim panas ini.

Ada beberapa detail yang harus diselesaikan terlebih dahulu termasuk cara memperkenalkan biaya untuk kawasan alami dan cara melakukan pemeriksaan. Kritikus sudah memperingatkan bahwa biaya masuk tidak banyak membantu mengatasi masalah jumlah pengunjung.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini