Sukses

John Hardy Beri Opsi Lebih Banyak pada Pria untuk Koleksi Perhiasan, Naga Curi Perhatian

Untuk koleksi musim gugur, John Hardy kembali menampilkan lini koleksi andalan dengan Naga termasuk di dalamnya. Mereka juga menargetkan lebih banyak pria menggunakan perhiasan rancangannya.

Liputan6.com, Jakarta - John Hardy baru saja mengungkap deretan koleksi musim gugurnya. Di bawah pimpinan direktur kreatif baru, Reed Krakoff, jenama perhiasan yang bermarkas di New York, tapi diproduksi di Bali dan Thailand itu menghadirkan desain lebih modern dan ringan agar sesuai perubahan minat pasar yang semakin muda.

Salah satunya menghadirkan lebih banyak opsi bagi kaum pria yang ingin mengoleksi perhiasan, seperti lewat lini koleksi Naga. Sri Utami, Senior Manager of Heritage at John Hardy, menyebut Naga sebagai salah satu ikon perhiasan John Hardy yang terus berevolusi sejak kemunculan perdananya pada 2007.

"Salah satu yang di-reimagine itu Naga collection. Naga ini menyimbolkan love, protection, prosperity. Kalau dilihat desainnya, kebanyakan cut out figurative dengan handcrafted dalam silver dan gold," kata perempuan yang akrab disapa Tami, saat ditemui di sela peluncuran di Jakarta, Kamis, 19 September 2024.

Koleksi perhiasan itu juga bermain-main dengan batu permata safir. Memanfaatkan workshop yang berlokasi di Thailand, mereka bisa mengakses safir berkualitas premium, khususnya blue sapphire. "Blue sapphire ini lebih premium dari black sapphire. Dari harga, blue sapphire lebih mahal," katanya.

Kepala naga menjadi bentuk umum yang ditemukan di setiap rangkaian koleksi, apakah itu cincin, gelang, ataupun kalung. Ada yang desainnya lebih modern dengan permukaan halus dan subtle, ada pula yang lebih 'tradisional' dengan bentuk kepala naga yang detail bak di film-film Mandarin. Walau kesannya maskulin, Utami menyatakan koleksi tersebut pada dasarnya bersifat uniseks.

"Cincin ini (naga) sebenarnya enggak masalah dipakai men dan women. Tapi, chain leather mostly untuk men," imbuhnya.

 

2 dari 4 halaman

Opsi Bentuk Lain dengan Perak Hitam

Selain Naga, koleksi musim gugur juga kembali menghadirkan lini Spear yang desainnya terinspirasi dari gelang klasik ikonis John Hardy. Alih-alih dianyam, mereka menggunakan teknik casting dengan gipsum yang dicetak. Mereka memanfaatkan titanium sebagai material karena punya memori kelenturan yang sangat baik.

"Jadi, enggak masalah mau dipakai seperti apa, bentuknya selalu ke asalnya," ujarnya.

Dalam koleksi terbaru, lini koleksi itu menghadirkan perak hitam untuk menyasar pria sebagai pasar potensial. Pilihan batu permata yang disiapkan juga lebih beragam, tidak melulu berlian, tetapi ada safir, rubi, hingga zamrud.

Dari koleksi Love Knot yang menyimbolkan komitmen dan cinta, hadir pula opsi materi perak hitam yang lebih maskulin. "Jadi cowok bisa pakai," ucap Utami.

Di samping itu, mereka juga menghadirkan kombinasi dua material yang dianyam menjadi satu kesatuan. Pilihannya adalah silver dan emas kuning atau silver dan rose gold. "Untuk cincin love knot dua material ini harganya Rp12,9 juta," kata Utami.

3 dari 4 halaman

Tren Pria Mengenakan Perhiasan

Sementara itu, Krakoff dalam pernyataan tertulis berbagi pandangannya soal tren perhiasan pria. Menurut dia, pria saat ini makin terbuka untuk memakai perhiasan, menganggapnya item penting seperti sneaker dan jam tangan. Perhiasan dianggap sebagai elemen kunci dalam mendefinisikan gaya seorang pria.

"Bagi banyak pria, ini tentang mengenakan beberapa perhiasan sekaligus: kalung dan gelang bersama-sama," kata Krakoff soal tren perhiasan pria. The more, the better!" ucapnya.

Material utama yang dipakai John Hardy adalah perak reklamasi. Pihaknya mengklaim seluruh perak yang digunakan seratus persen hasil daur ulang, meski tersedia pula perhiasan berbahan emas dan rodium sebagai alternatif. Utami menerangkan Indonesia belum bisa menyediakan bahan baku yang diminta sehingga saat ini seluruh material itu harus diimpor, khususnya dari Jerman dan Thailand.

"Thailand adalah hub trading gem stone yang cuttingan-nya bagus, tenaga kerja di sana juga terlatih. Karena itu, workshop di-decide juga buka di Bangkok... Dari sisi logistik, operasional dekat dengan quality gemstone. Make sense buka di sana karena jadi lebih efisien," imbuh Utami.

4 dari 4 halaman

Dikenal di Amerika, Dianyam Perajin Bali

Mungkin banyak yang belum familiar dengan nama John Hardy. Padahal, label perhiasan yang berkantor pusat di New York itu sebenarnya berbasis di Bali sejak berdiri pada 1975. Bahkan, mereka mempertahankan teknik pembuatan perhiasan tradisional ala Bali yang disebut mengulat.

Satu per satu klip perak dijalin menggunakan keterampilan tangan. Peralatannya juga sederhana, hanya alat pengait dan alat pembuka. Praktiknya, tidak mudah menjalin satu per satu perak menjadi bentuk perhiasan yang utuh. Seorang perajin profesional disebut membutuhkan sembilan jam untuk membuat satu kalung. Karena itu, koleksi mereka dihargai mahal.

Utami menjelaskan di usia yang nyaris setengah abad, brand tersebut sudah cukup ternama dengan pasar utama adalah Amerika Serikat, Kanada, dan Eropa. "US is the biggest market. Kami menjual di Saks Avenue, Bloomingdale, dan our own boutique di Soho," katanya ditemui di Jakarta, Rabu, 25 Oktober 2023.

Di Indonesia, mereka sempat membuka butik di Plaza Indonesia, Jakarta. Gerai itu akhirnya ditutup dan mengalihkannya ke toko online sepenuhnya.