Liputan6.com, Jakarta - Ada banyak tempat untuk membeli produk fesyen seperti baju dan aksesorinya, salah satunya adalah distro yang merupakan singkatan dari distribution store. Toko distro menjual barang fashion skala kecil dan menengah yang memasarkan beragam produk brand fashion secara indie.
Kemunculan distro diyakini berawal dari Bandung, Jawa Barat yang tidak lepas dari semangat kemandirian dan kreativitas anak muda pada era 1990an. Saat itu, di tengah keterbatasan akses terhadap merek-merek ternama, banyak anak muda Bandung yang memutuskan untuk membuat produk fesyen sendiri yang mencerminkan identitas dan gaya mereka. Tak heran kalau distro sangat identik dengan kota Bandung.
Menurut Daniel Indra, salah seorang pendiri toko distro di Jakarta dan sudah menekuni bisnis ini sejak awal 2000an, produk distro awalnya hanya diciptakan sebagai identitas diri saja, bukan untuk bisnis. Setiap produk distro pun memiliki keunikannya masing-masing yang tidak dimiliki oleh tempat lain.
Advertisement
Misalnya pada desain, karakteristik, gambar dan tulisan, serta keunikan lainnya. Produksinya pun dilakukan secara terbatas, sehingga terkesan lebih eksklusif. Lambat laun, distro berkembang menjadi industri kreatif besar termasuk pakaian yang kita kenal seperti sekarang ini.
"Salah satu ciri khas produk distro adalah kaus yang biasanya unik dan menjadi identitas dari brand clothing itu sendiri. Stocnya tidak banyak alias terbatas dan cuma bisa Anda didapatkan di toko distro yang menjualnya,” ucap Daniel pada Liputan6.com, Kamis, 26 September 2024.
"Produknya juga lebih berkualitas karena dibuat terbatas. Kaus ini biasanya di sablon, baik dengan sablon plastisol, polyflex, rubber, DTG (Direct to Garment), dan sejenisnya. Kalau bahan yang digunakan umumnya adalah katun dan berbagai variais katun seperti cotton combed dan fine cotton,” lanjut pria yang pernah tinnggal di Bandung ini.
Distro pertama di Bandung adalah sebuah studio musik bernama “Reverse” yang menjual merchandise band, kaset, CD, artwork, pernak-pernik dan sebagainya. Salah satu pendirinya adalah Richard Mutter, mantan drummer grup musik asal Bandung, Pas Band.
Distro Bukan Sekadar Menjual Pakaian
Pada awal 2000-an, jumlah distro di Bandung meningkat pesat. Beberapa distro ternama yang muncul pada periode ini antara lain "Unkl347", "Badger", dan "No Label". Keunikan produk yang mereka tawarkan dan cara mereka berinteraksi dengan komunitas lokal membuat distro semakin populer.
Distro pun bukan sekadar menjual pakaian, tetapi juga menjadi tempat berkumpulnya komunitas anak muda, seperti skater, musisi indie, dan seniman. Distro di Bandung telah memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi kreatif kota. Banyak brand lokal yang lahir dari distro dan berhasil menembus pasar nasional bahkan internasional.
Saat ini, distro bukan hanya tempat berbelanja, tetapi juga simbol dari kreativitas, kemandirian, dan semangat komunitas anak muda Bandung. Mereka menjadi ikon budaya yang menginspirasi banyak daerah lain di Indonesia untuk mengembangkan potensi kreatif lokal mereka.
Meski sempat mengalami masa kejayaan, distro di Bandung maupun di Jakarta dan daerah lainnya di Jakarta juga menghadapi berbagai tantangan, terutama dengan berkembangnya e-commerce dan perubahan tren fashion. Namun, banyak juga distro yang berhasil beradaptasi dengan memperkuat keberadaan mereka di dunia digital digital. Salah satunya adalah Mischief Denim yang memiliki toko di Bandung dan Jakarta.
Advertisement
Inovasi Distro
Menurut mereka, perkembangan distro saat ini sangat dinamis. Meski persainhgan semakin keytat, minat terhadap distro tetap tinggi. Banyak brand baru yang bermunculan, memberikan lebih banyak pilihan bagi konsumen. Brand lama juga terus berinovasi untuk tetap relevan. Secara keseluruhan, tren fesyen alternatif ini masih memiliki banyak peminat dan terus berkembang.
"Contohnya perkembangan Mischief Denim saat ini yang sangat signifikan dibandingkan dengan awal berdiri. Alhamdulillah, kami kini bisa dibilang sebagai pionir brand denim di Indonesia,” terang Rian Nurhuda selaku Marketing Communication of Mischief Denim pada Liputan6.com, Jumat, 27 September 2024.
"Kami terus fokus pada kualitas dan inovasi, mulai dari menjaga kualitas, merilis produk terbaru secara intens, berkolaborasi dengan berbagai pihak kreatif, hingga desain yang ramah untuk semua kalangan. Konsistensi pada produk Raw Denim yang kami tekuni juga memperkuat posisi kami di industri ini. Bisa dibilang, konsistensi" inilah yang membuat kami tetap berkembang dan akan terus berkembang," tambahnya.
Mereka optimistis distro akan tetap diminati, meskipun persaingan semakin ketat. Itu karena distro punya daya tarik tersendiri karena menawarkan produk yang unik dan kreatif.
"Dengan banyaknya inovasi dari setiap brand, konsumen akan terus menemukan hal-hal menarik yang sesuai dengan selera/gaya mereka. Jadi selama kualitas terjaga dan brand mampu beradaptasi dengan tren, skena ini akan terus relevan dan berkembang,”"jelas Rian.
Produk Distro Setara Brand Luar Negeri
Pendapat hampir senada juga dikatakan distro Maternal Disaster atau Maternal yang membuka toko di Bandung dan di beberapa daerah lainnya di Indonesia.
"Sebenarnya Maternal ini lebih pas disebut brand/clothing, tapi memang seringdisebut distro. Dari awal hadir di tahun 90an distro berkembang pesatt sampai hari ini. Itu bisa dilihat dari tumbuhnya brand baru dan juga banyak event fashion yang melibatkan brand/clothing lokal," kata Dinarson Gandhy selaku Marketing Manager Maternal pada Liputan6.com, Jumat, 27 September 2024.
"Perkembangan kita(Maternal) juga bisa dibilang membesar dari awal berdiri. Yang awalnya kita hanyak menjual produk ke teman terdekat, dan sekarang sudah punya 9 flagship store dan kanal jualan online di beberapa platform digital," sambungnya.
Pria yang biasa disapa Dinar ini meyakini distro akan tetap diminati, karena terlihat dari awal kemunculannya di Indonesia tidak pernah surut antusiasmenya. Brand lokal juga akan selalu menjadi pilihan banyak orang karena keberagaman produk juga kualitas yang setara dengan brand luar negeri.
Advertisement