Sukses

Karya Jurnalis Gaza Palestina Menangkan Emmy Award 2024, Sempat Berusaha Dibatalkan Pelobi Pro Israel

Kemenangan Bisan Owda di Emmy Award 2024 ditentang kelompok nirlaba pro Israel yang menuding jurnalis Palestina yang masih bertahan di Gaza itu berhubungan dengan kelompok teroris.

Liputan6.com, Jakarta - Bisan Owda akhirnya memenangkan Emmy Award 2024 atas karya jurnalistiknya yang masih terus berjalan, berjudul It's Bisan from Gaza and I'm Still Alive. Jurnalis perempuan asal Gaza, Palestina itu memenangkan penghargaan di kategori Outstanding Hard News Feature: Short Form.

"Penghargaan ini merupakan kesaksian atas kekuatan seorang wanita, yang hanya dipersenjatai dengan iPhone, yang selamat dari pemboman selama hampir satu tahun," kata produser eksekutif senior Jon Laurence, yang menerima penghargaan atas nama Owda saat dia masih terjebak di Gaza, dikutip dari Arab News, Minggu (29/9/2024).

Diproduksi bersama AJ+, tayangan itu menceritakan pengalaman Owda ketika keluarganya melarikan diri dari pemboman rumah mereka di Beit Hanoun, Jalur Gaza. Seiring pengumumannya sebagai salah satu nominator, kelompok pro Israel bergerilya menyerangnya dengan tudingan bahwa Owda berhubungan dengan Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP), sebuah organisasi teroris yang ditetapkan AS.

Tudingan datang dari lembaga nirlaba Yahudi Creative Community for Peace yang menyertakan dokumen sebagai 'bukti'. Mereka melobi National Academy of Television Arts dan Sciences (NATAS) selaku penyelenggara Emmy Awards agar membatalkan pencalonan Bisan Owda dari ajang bergengsi tersebut.

Namun, NATAS bergeming dengan keputusannya sambil menyatakan bahwa dokumentasi hubungan antara Owda dan PFLP terjadi 'antara enam dan sembilan tahun yang lalu' ketika Owda masih remaja. Ia menambahkan bahwa pihaknya 'tidak dapat menguatkan' klaim mengenai koneksi yang lebih baru dan tidak menemukan 'bukti keterlibatan kontemporer atau aktif' dengan PFLP.

"Konten yang dikirimkan untuk pertimbangan penghargaan konsisten dengan peraturan kompetisi dan kebijakan NATAS. Karena itu, NATAS hingga saat ini tidak menemukan alasan untuk membatalkan penilaian editorial jurnalis independen yang mengulas materi tersebut," kata kelompok tersebut.

 

 

2 dari 4 halaman

Pernyataan NATAS mengenai hubungan Owda dan PFLP

 

Pembuat film berusia 25 tahun ini memperoleh ketenaran di media sosial setelah dia mulai mendokumentasikan kehidupan di Gaza sejak agresi militer Israel yang membabi buta. Berdasarkan catata, lebih dari 40 ribu warga Palestina terbunuh, sebagian besar korban adalah wanita dan anak-anak.

Dengan 4,7 juta pengikut di Instagram dan hampir 200.000 pengikut di TikTok, Owda menghabiskan waktunya untuk merekam krisis kemanusiaan di Gaza. Laporannya menyoroti blokade terhadap pasokan penting, penyebaran penyakit, dan pemindahan paksa warga Palestina, termasuk pengalamannya sendiri.

It's Bisan from Gaza and I'm Still Alive juga memenangkan Penghargaan Peabody dalam kategori berita awal tahun ini. Dikutip dari The Independent, Minggu (29/09/2024), film dokumenter yang membuatnya dinominasikan diberi nama sesuai dengan kalimat pembuka di semua videonya. 

Berbeda dari koleganya sesama jurnalis, seperti fotografer New York Times Motaz Azaiza dan koresponden Al Jazeera Wael Al Dahdouh terpaksa pergi dari Gaza, Owda tetap tinggal di Jalur Gaza, tinggal di tenda. Dengan kondisi demikian, Owda tetap dituding sebagai teroris oleh lebih dari 150 orang selebritas dan pekerja industri hiburan.

3 dari 4 halaman

Orang-orang di Balik Desakan Pembatalan Kemenangan Bisan Owda

Lebih dari 150 orang menandatangani surat petisi yang mendesak panitia untuk membatalkan kemenangannya. Mereka termasuk bintang Will & Grace Debra Messing, aktor Cruel Intentions Selma Blair, mantan CEO Paramount Sherry Lansing, kepala WME Rick Rosen, miliarder Haim Saban, dan manajer hiburan Michael Rotenberg menandatangani surat yang meminta pencalonan jurnalis tersebut dicabut.

"NATAS harus memutuskan, mereka bisa memaafkan pembunuhan terhadap warga sipil yang tidak bersalah atau mereka bisa mendengarkan komunitas hiburan, dan menentang kebencian dan kekerasan," tulis surat yang berapi-api itu. PFLP, sebuah organisasi nirlaba Yahudi yang menggambarkan misinya sebagai 'untuk mendidik tentang meningkatnya antisemitisme dalam industri hiburan, dan untuk menggalang dukungan terhadap boikot budaya Israel'.

 

Salah satu karya video yang dibuat Bisan Owda dan mendunia adalah rekaman tentang ratusan layang-layang bermotif Palestina yang diterbangkan di langit Gaza. "Salah satu mimpi saya jadi kenyataan," ujar Bisan Owda, seorang jurnalis, sekaligus aktivis Palestina di sebuah unggahan Instagram, Minggu, 22 Juni 2024. 

"Wow! +150 layang--layang (bermotif) bendera Palestina diterbangkan secara bersamaan di antara Khan Younis dan Rafah! Langit sudah bebas," tulisnya dalam keterangan unggahan. Layang-layang itu tampak diterbangkan di atas kamp pengungsi, dengan riuh-rendah suara warga lokal terdengar di latar belakang.

4 dari 4 halaman

Orang Israel Jual Paket Tur Kapal Lihat Kerusakan Gaza

Sementara itu, film dokumenter terbaru "Holy Redemption: Stealing Palestinian Land" oleh TRT World merekam pemimpin kelompok pemukim ilegal Israel menjual paket wisata tur perahu bagi keluarga untuk melihat kehancuran di Gaza. Ia juga mengklaim masa depan wilayah kantong Palestina tersebut.

"Mulai sekarang, Gaza akan sepenuhnya jadi milik Yahudi," Daniella Weiss, kepala gerakan pemukim sayap kanan Nachala, menyatakan pada kelompok tur tersebut, yang meliputi anak-anak kecil dan anggota parlemen Israel, Knesset, lapor Morocco World News, dikutip Kamis, 26 September 2024.

Son Har-Melech, anggota Knesset dari Partai Kekuatan Yahudi, dilaporkan mengatakan, "Kami akan membangun dan menyaksikan pemukiman Zion dan pemukiman orang Israel di Gaza." Para pemukim terlihat bersukacita atas kehancuran yang mengerikan di Gaza akibat pemboman Israel sambil menunjukkan daerah-daerah yang ingin mereka tempati.

Para pembuat film menyatakan bahwa wawancara mereka mengungkap tujuan ekstremis kelompok pemukim pinggiran, yang secara terbuka menyatakan bahwa warga Palestina harus diusir atau dibunuh. "Mereka sendiri memilih untuk mengatakan bahwa tinggal bersama warga Palestina tidak mungkin," kata jurnalis TRT.

Dokumenter tersebut memperlihatkan hubungan dekat antara Weiss dan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu. Israel tidak segera menanggapi permintaan komentar terkait tuduhan ini.