Liputan6.com, Jakarta - Kereta-kereta di Nagoya, Jepang, akan didandani berbeda sepanjang 7 Oktober hingga 3 November 2024. Beberapa kereta dihiasi dengan motif batik bunga yang menawan. Meski terkait batik, inisiatif ini tidak terkait dengan Indonesia, melainkan dengan negara tetangga kita, Singapura.
Dikutip dari The Strait Times, Minggu, 6 Oktober 2024, kereta motif batik itu merupakan kolaborasi antara Singapore Airlines (SIA) dan Nagoya, sebagai perayaan 35 tahun penerbangan maskapai Singapura itu dari dan ke Nagoya. "Kereta bertema motif batik ini diluncurkan oleh Singapore Airlines (SIA) untuk menandai 35 tahun penerbangannya dari dan ke Nagoya," demikian pernyataan pers SIA dalam bahasa Jepang pada 4 Oktober 2024.
Baca Juga
Maskapai ini menjelaskan bahwa motif batik yang menghiasi seragam kebaya SIA melambangkan sejarah dan tradisi maskapai penerbangan, serta keindahan taman kota Singapura. Kereta dengan corak khusus ini akan beroperasi di 12 jalur, termasuk jalur Nagoya Main, Toyokawa, Inuyama, dan Tokoname.
Advertisement
Tidak hanya kereta yang bertema batik, penumpang SIA yang berangkat dari Nagoya mulai 1 hingga 26 Oktober 2024 akan dimanjakan dengan makanan dalam penerbangan yang menggunakan kuliner khas dari wilayah Chubu. Penumpang kelas ekonomi dapat menikmati mi kishimen khas Nagoya, belut panggang, dan daging sapi lokal dari Semenanjung Chita. Penumpang kelas bisnis dapat memilih menu spesial yang dibuat oleh Chef Yoshihiro Murata, pemegang tujuh bintang Michelin.
Hidangan barunya termasuk ikan air tawar yang diasinkan dari Minamichita, kota nelayan di distrik Chita, dan ayam cochin Nagoya dengan nasi jamur matsutake. Dengan kereta bertema batik dan hidangan istimewa dari Chubu, SIA ingin memberikan pengalaman perjalanan yang unik dan berkesan bagi para penumpangnya. Diketahui, SIA memulai penerbangan dari Nagoya ke Singapura pada Oktober 1989, awalnya hanya tiga kali penerbangan seminggu.
Â
Jumlah Perajin Batik di Indonesia Menurun Drastis
Dari dalam negeri, peringatan Hari Batik Nasional yang jatuh pada 2 Oktober 2024 dirayakan semarak. Namun, ada masalah yang belum terpecahkan di sektor usaha ini lantaran berkurangnya jumlah perajin batik secara signifikan.
Mengutip Antara, Rabu, 2 Oktober 2024, berdasarkan data Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI) pada 2020, jumlah perajin batik di Indonesia diperkirakan mencapai 151.565 orang. Namun, jumlah itu, menurut Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat, sudah menyusut hingga tersisa kurang dari sepertiganya, yakni 37.914 orang.
Lalu, bagaimana para pengusaha batik menanggapi situasi ini? Rizki Triana, pendiri brand Oemah Etnik (OE), mengakui bahwa jumlah perajin secara umum menurun. Tapi, itu tak berlaku dengan jumlah perajin yang bekerja bersamanya.
"Justru perajin kita tahun ini malah bertambah," kata perempuan yang akrab disapa Kiki dalam jumpa pers Hari Batik Nasional 2024, Tokopedia dan ShopTokopedia Bicara Tren Batik di Jakarta.Â
Kiki mengaku sejak merintis bisnis itu pada 2013, ia mendedikasikan usahanya untuk melestarikan batik agar terus beregenerasi dan sesuai dengan kesukaan anak muda. Saat memulai bisnis, ia mendapati banyak anak muda yang enggan meneruskan keterampilan membatik orangtuanya karena merasa profesi itu tidak keren.
Advertisement
Proses Regenerasi Pembatik Berjalan
Kiki pun mencari cara agar pekerjaan itu kembali diminati anak muda dengan merancang produk yang sesuai target pasar mereka, yakni anak muda. Harganya pun didesain terjangkau, walau bukan berarti murah. "Affordable tuh bukan murah ya, tapi dibanding dengan kompetitor kita, kita bisa lebih terjangkau untuk generasi yang muda," ujarnya.
Setelah pasarnya terbentuk, anak-anak muda mulai kembali melihat profesi pembatik menjanjikan. Kiki mengaku kini regenerasi pembatik berjalan. Mereka juga mengadopsi teknologi dalam proses pengerjaannya.
"Sudah sangat-sangat regenerasi, sudah high tech semua. Koordinasi sudah digital semua. Jadi, ngeliat ekosistem pengrajin regenerasi tuh kita bangga banget rasanya, setelah 11 tahunan berjalan," ucapnya.
Kiki mengaku tidak semua perajin bisa diterima bergabung. Pihaknya mempertimbangkan berbagai hal sebelum merekrutnya, terutama faktor apakah mereka bisa bertumbuh bersama. Belum lagi soal kemampuan perajin memenuhi standar produk yang ditetapkan OE, seperti warna tertentu. "Biasanya setiap rumah pengrajin itu dedicated untuk OE doang," ucapnya.Â
Bangun Komunitas Perajin Batik
Hal serupa juga dijalankan oleh Nona Rara. Brand batik yang didirikan oleh kakak beradik asal Solo itu memiliki komunitas perajin yang cukup solid. Sekitar 30 perajin lokal batik dari Jawa dan Bali kini bergabung di bawah jenama tersebut.
"(Terkait) penurunan perajin ini juga tidak terlalu terpengaruh," kata Brand Manager Nona Rara, Yunita Stefani. Walau begitu, bukan berarti mereka tidak mengantisipasi penurunan jumlah perajin. Pasalnya, mereka mendapati bahwa sejumlah perajin gulung tikar karena beragam faktor.Â
Yunita mengatakan fakta itu didapati terutama saat kedua pendiri brand pulang ke kampung halamannya di Solo atau ke Yogya. "Ketemu para tetangga, mereka jadi dengar cerita-cerita. Yang sini udah mau tutup loh, yang sini udah mau tutup loh," ujarnya. Dengan kesadaran pentingnya perajin, Nona Rara berencana untuk merangkul mereka yang kesulitan untuk mencari jalan keluar bersama.Â
Di sisi lain, pihaknya juga terus merangkul pembatik dalam proses pembuatan batik. Salah satunya saat mendesain motif batik. Para perajin diajak berdiskusi menciptakan motif bersama.
"Misalnya kayak di manekin ini, ini kan sebenarnya batik encim Pekalongan ya, cuma latarnya dibedain, dikasih aksen, namanya ramekan. Jadi, malamnya itu sebelum dilorot lagi diremek, jadi ada kayak motif pecahan-pecahannya," ia menjelaskan.
Â
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence
Advertisement