Sukses

Pergerakan Wisnus Masih PR Besar, Sandiaga Uno: Tercapai 1 Miliar Pergerakan Tahun Ini Sudah Prestasi

Data BPS menyebutkan bahwa pergerakan wisnus sepanjang Januari--Agustus 2024 hanya di angka 674,6 juta, sekitar setengah target batas bawah yang ditetapkan pemerintah, yakni 1,2--1,4 miliar pergerakan.

Liputan6.com, Jakarta - Pergerakan wisatawan nusantara (wisnus) pada tahun ini masih menjadi pekerjaan rumah (PR) besar. Data Badan Pusat Statistik menyebut jumlah pergerakan wisnus pada Januari--Agustus 2024 baru mencapai 674,6 juta, jauh di bawah target pemerintah, yakni 1,2--1,5 miliar pergerakan.

"Walaupun secara pertumbuhan, ini tumbuh positif, dari Januari--Agustus 2024 674,6 juta dibanding periode sama tahun lalu yang 565,93 juta. (naik sekitar 19 persen)... Tumbuh adalah tumbuh, tetapi masih jauh dari target," kata Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Utama Kemenparekraf Nia Niscaya dalam The Weekly Briefing with Sandi Uno (WBSU) di Jakarta, Senin, 7 Oktober 2024.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno beralasan pencapaian yang masih jauh dari target pergerakan wisnus itu tak lepas dari skema perhitungan yang dirujuk tak memperhitungkan elemen Indonesia sebagai negara kepulauan. Menurut dia, Bappenas mengacu cara perhitungan negara-negara yang didominasi daratan, seperti China, Australia, dan Malaysia, yang mayoritas wilayahnya adalah daratan.

"Jadi kan rumusnya itu adalah populasi kali empat. Jadi kalau kita populasinya 280 kali empat, itu antara 1,2 sampai 1,5 miliar... Kurang lebih seperti itu. Tapi, beda kita tuh negara kepulauan," ia menerangkan.

Jawa dengan populasi terpadat di Indonesia maksimal hanya bisa menyumbang 400 juta pergerakan karena populasinya sekitar 100 juta orang. Sisanya, 180 juta orang lagi, tersebar di pulau-pulau yang infrastruktur daratnya tidak sebaik dan terintegrasi seperti di Jawa. 

"Yang 40 persen di luar Jawa itu enggak bisa diukur seperti itu, karena mereka itu bergerak melalui jalur laut dan jalur udara," ucapnya.

 

2 dari 4 halaman

Prediksi Capaian Maksimal Pergerakan Wisnus 2024

Dengan situasi tersebut, Sandi tak yakin target batas bawah dari pergerakan wisnus tahun ini bisa tercapai. Ia menyebut, "Dari angka yang sekarang, untuk 1 miliar (pergerakan) saja menurut saya sudah prestasi."

Pihaknya akan mengoptimalkan pergerakan di bulan-bulan akhir tahun 2024 dengan mengupayakan penurunan harga tiket pesawat. Komitmen pemerintah saat ini, penurunan harga tiket pesawat bisa turun sebelum 20 Oktober 2024.

"Kalau diimplementasikan segera setelah 20 Oktober, maka ini langsung akan bisa dirasakan di libur Natal dampaknya. Akan cepat sekali karena itu pajak sama bea. Itu yang paling beban. Terus avturnya nanti menyesuaikan," imbuh Sandi.

Di sisi lain, ia juga berharap Bappenas sebagai perencana target pemerintah bisa mengkaji kembali rumusan perhitungan yang dipakai terkait target jumlah wisnus berdasarkan kondisi geografis Indonesia. Nia menambahkan, intervensi negara juga berperan penting dalam mendongkrak pergerakan wisatawan domestik di negara-negara rujukan.

"Secara geografis mereka adalah daratan, kemudian daya belinya lebih tinggi secara rata-rata. Kemudian jumlah hari liburnya juga lebih banyak dibanding orang kita. Ada satu negara yang sistem politiknya ketika kepala negara mengatakan tidak boleh keluar negeri itu pasti diikuti. Kalau enggak paspornya dicabut, kita kan tidak bisa seperti itu," kata Nia.

"Jadi... mungkin dasar perhitungan targetnya dan referensi dengan negara mana itu mungkin perlu dikaji kembali," sambungnya.

3 dari 4 halaman

Deflasi Pengaruhi Perjalanan?

Ketika ditanyai apakah rendahnya capaian perjalanan wisnus dibandingkan target awal berkaitan dengan situasi deflasi, Sandiaga meminta agar publik terburu-buru menyimpulkan. Semua hal perlu didalami karena sejauh ini deflasi berlaku bagi volatile food.

"Yang terjadi kan harga tiket mahal, itu kan naik masih, berarti kan demand-nya tinggi. Saya melihat angka yang selalu saya pantau itu adalah domestic arrival ke Ngurah Rai. Itu masih tinggi, masih di antara 15an ribu," ucapnya.

"Jadi kalau dibilang apakah ini dampak deflasi atau dampak krisis, yes and no. Kita mesti didalami lagi, kita harus betul-betul take a deep dive. Untuk melihat dampak dari harga tiket yang mahal maupun juga beberapa sinyalemen yang ditimbulkan karena kita sudah lima bulan deflasi," imbuhnya.

Mengutip kanal Bisnis Liputan6.com, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya deflasi dalam kurun waktu lima bulan secara beruntun. Kondisi itu tercermin dari minimnya belanja rumah tangga ke pasar tradisional. Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Reynaldi Sarijowan mengatakan transaksi di pasar tradisional masih terus berjalan, terutama untuk barang-barang kebutuhan pokok.

"Artinya kebutuhan bahan pokok tetap terseerap oleh rumah tangga karena kan wajib untuk memenuhi pasokan di rumah tangga," kata Reynaldi kepada Liputan6.com, Senin, 7 Oktober 2024.

4 dari 4 halaman

Ibu-ibu Mengirit Belanja

Beberapa produk yang dibeli berkisar pada kebutuhan pokok, seperti beras, cabai, gula pasir, hingga minyak goreng. Dia menilai, produk-produk itu masih terus dibeli oleh ibu-ibu rumah tangga. Kendati demikian, Reynaldi mencatat ada volumen pembelian tersebut yang lebih rendah dari biasanya. 

"Volume pembeliannya sedikit berkurang karena sebelum deflasi terjadi itu, biasanya rumah tangga memasok minyak goreng yang kemasan sederhana yang 2 liter pouch, 2 liter botol," jelasnya.

Dia mencatat, ibu-ibu yang belanja ke pasar kini hanya membeli 1 liter minyak goreng. Bahkan, ada beberapa lainnya yang hanya mampu membeli kemasan lebih kecil. "Nah hal-hal ini yang menurut kami (perlu) jadi fokus perhatian pemerintah," ujarnya.

Sementara, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani mengatakan konsumsi domestik cenderung melambat. Ini terlihat dari besaran inflasi tahunan (year on year) September 2024 sebesar 1,84 persen.

Pada saat yang sama, ada deflasi secara bulanan sebesar 0,12 persen pada September 2024. Shinta memandang, tingkat inflasi tahunan 1,84 persen tadi menunjukkan adanya konsumsi rumah tangga yang melambat.

"Jelas inflasi 1,84 persen ini mengindikasikan adanya pertumbuhan konsumsi pasar domestik yang sangat sluggish (lamban)," kata Shinta. Kondisi tersebut bisa mengancam tren pertumbuhan ekonomi nasional di atas 5 persen, terlebih pemerintah menargetkan besaran pertumbuhan serupa hingga akhir 2024.

Â