Liputan6.com, Jakarta - Giorgio Armani bisa dibilang salah satu legenda hidup di blantika fesyen dunia. Menginjak usia 90 tahun, perancang brand fesyen mewah asal Italia itu tetap mengelola langsung bisnis yang didirikannya hampir 50 tahun lalu.
Tak memiliki anak sebagai pewaris, spekulasi tentang bagaimana masa depan rumah mode itu bermunculan. Kepada media Italia Corriere della Sera, Armani pun mengungkapkan rencana bisnis ke depannya.
"Aku masih bisa memberikan waktuku dua atau tiga tahun lagi sebagai pimpinan perusahaan. Tidak lebih, itu akan negatif," ucapnya, dikutip dari Sky News, Senin (14/10/2024).
Advertisement
Desainer itu kembali menegaskan bahwa dia tidak akan memegang posisi itu lebih lama dari yang direncanakan saat ditanyakan kembali soal kepemimpinan rumah mode itu di masa depan. Terlebih, kondisi kesehatannya kini jadi perhatian utamanya.
"Saya tidak bisa tidur di malam hari. Saya tidak lagi tahu tidur nyenyak dan damai yang pernah saya alami. Sekarang saya bermimpi di malam hari, dan di dalam mimpi itu, aku membangun masa depanku."
Ia sudah membayangkan masa depannya dengan ia 'tidak lagi harus harus menjadi orang yang mengatakan 'Ya' atau 'Tidak'' di perusahaan. Saat ini, banyak calon investor di luar perusahaannya mulai 'sedikit mendesaknya' untuk menegosiasikan bisnis. Meski begitu, ia menyatakan 'untuk saat ini tidak melihat adanya lowongan'.
Armani berencana untuk tetap mempertahankan independensi perusahaan di masa depan. Kepada surat kabar Italia itu, dia mengaku telah 'membangun semacam struktur, proyek, protokol' untuk mengatur suksesinya, meski tidak dijelaskan secara spesifik. Ahli waris Armani diperkirakan termasuk saudara perempuannya, tiga anggota keluarga lainnya yang bekerja di perusahaan, kolaborator jangka panjang dan mitranya Pantaleo Dell'Orco, dan sebuah yayasan amal.
Menjajaki Bisnis Restoran
Armani awalnya belajar kedokteran sebelum berhenti dan bergabung dengan tentara. Beralih ke bidang tata rias dan penjualan, ia mendirikan perusahaannya pada 1975, menghadirkan koleksi pakaian siap pakai pertamanya dengan namanya sendiri pada tahun berikutnya.
Rancangannya termasuk favorit sejumlah selebriti di karpet merah. Banyak nama besar yang memakai busananya selama bertahun-tahun, termasuk Richard Gere, Eric Clapton, dan Lady Gaga.Â
Selain mengembangkan bisnis fesyen, Armani rupanya juga telah lama menekuni bisnis kuliner. Dua dekade setelah labelnya debut di Milan pada 1975, Armani membuka restoran pertamanya di Paris yang menyajikan masakan italia sebagai hidangan utama.
Sejak itu, restorannya terus berkembang dengan membuka berbagai cabang, termasuk di Dubai, Milan, dan Tokyo. Pada musim gugur ini, Armani/ Ristorante akan membuka cabang di Madison Avenue antara East 65th dan 66th Street tempat mereka akan terus membuktikan, seperti yang pernah dikatakan oleh perancang busana, 'satu-satunya batasan adalah selera yang baik'.
Advertisement
Menu Khas Restoran
Mengutip Vanity Fair, lokasi restoran hanya beberapa langkah dari Central Park. Desainnya bergaya kontemporer yang memasukkan unsur masa lalu. Sebuah bar Champagne menyambut para tamu di pintu masuk, memberi jalan ke lantai dengan efek marmer dan cermin di dinding.Â
Sama seperti Armani yang tidak melihat manfaat dalam menciptakan pakaian yang tidak praktis, setiap restoran berupaya menyesuaikan masakannya dengan lokal. Koki eksekutif Antonio D'Angelo sebelumnya bekerja sebagai koki pribadi Armani sebelum menjadi koki eksekutif korporat di restoran Armani pada 2020.
Ia berharap dapat menangkap esensi dari lingkungan Upper East Side yang megah melalui penawaran musiman yang akan membedakan restoran tersebut dari bekas restoran Armani di Fifth Avenue, tempat megah di tengah kota yang dibuka pada 2009 di atas toko Armani. Relokasi dan penataan ulang di Madison Avenue akan melambangkan kecanggihan namun tetap setia pada kesederhanaan yang menjadi ciri khas nama Armani.
Restoran itu menyajikan delapan hidangan khas menu global restoran Armani. Salah satunya adalah Pappa al Pomodoro, sup tomat dan roti matang yang terinspirasi oleh makanan rumahan tradisional Tuscan dengan awal yang sederhana, ditambah dengan keju mozzarella kerbau untuk hidangan yang sederhana dan akrab. Juga akan ada risotto Parmigiano Reggiano yang gurih, disajikan dengan fondue saffron (dan dihiasi logo Giorgio Armani dalam bubuk saffron halus), yang menawarkan sentuhan halus pada klasik Milan. Hidangan eksklusif di New York adalah ravioli dengan iga pendek Neapolitan.
Armani Tersandung Skandal Buruh Migran Diupah Murah
Bukan rahasia lagi soal praktik kotor industri fesyen, dan Armani juga tersangkut isu serupa. Sebuah laporan dari jaksa penuntut di Italia mengungkap eksploitasi pekerja migran yang memproduksi tas-tas mewah tidak hanya rilisan Dior, sebagaimana dilaporkan sebelumnya, tapi juga Armani.
Mereka bekerja dengan upah yang sangat rendah, hanya sekitar dua dolar AS (sekitar Rp36 ribu) per jam, jauh di bawah standar hidup layak, lapor NY Post, dikutip Jumat, 5 Juli 2024. Laporan tersebut menyebutkan bahwa para pekerja migran berasal dari Bangladesh, Pakistan, dan negara-negara lain di Asia Selatan.
Mereka ditampung di tempat tinggal yang kumuh dan tidak layak, lalu dipaksa bekerja selama berjam-jam tanpa mendapatkan hak-hak dasar, seperti cuti dan asuransi kesehatan. Para buruh migran sering kali ditipu agen perekrutan yang menjanjikan pekerjaan dengan upah tinggi dan kondisi kerja yang baik.
Dior, rumah mode mewah multinasional Prancis yang dipimpin Bernard Arnault dan keluarganya, membayar sekitar 57 dolar AS (sekitar Rp930 ribu) pada pemasok untuk memproduksi tas tangan yang dijual di toko dengan harga sekitar 2.780 dolar (sekitar Rp45,3 juta), menurut The Wall Street Journal. Sementara Armani, desainer yang tinggal di Milan, membayar 270 dolar AS (sekitar Rp4,4 juta) pada pemasok untuk membuat tas tangan yang kemudian dijual di pasar ritel dengan harga di bawah dua ribu dolar AS (sekitar Rp33 juta).
Advertisement