Sukses

Gurun Sahara Dilanda Banjir untuk Pertama Kali dalam Puluhan Tahun

Pemerintah Maroko mengatakan bahwa hujan selama dua hari pada bulan lalu telah melebihi rata-rata hujan tahunan di beberapa wilayah Gurun Sahara.

Liputan6.com, Jakarta - Fenomena hujan deras yang langka menyebabkan banjir di tengah pohon palem dan bukit pasir Gurun Sahara. Anomali cuaca ini menyuburkan beberapa area terkering di gurun tersebut, dengan lebih banyak air daripada yang pernah terlihat dalam beberapa dekade.

Melansir CBS News, Senin (14/10/2024), gurun di Maroko Tenggara itu merupakan salah satu tempat terkering di dunia dan jarang mengalami hujan di akhir musim panas. Pemerintah Maroko mengatakan bahwa hujan selama dua hari pada bulan lalu telah melebihi rata-rata hujan tahunan di beberapa daerah, termasuk Tata, salah satu daerah yang terdampak paling parah.

Di Tagounite, sebuah desa sekitar 450 kilometer selatan ibu kota, Rabat, lebih dari 3,9 inci hujan tercatat dalam periode 24 jam. Badai meninggalkan gambar air yang mengalir deras melalui pasir Sahara di tengah kastil dan flora gurun.

Satelit NASA menunjukkan air mengalir deras untuk mengisi Danau Iriqui, dasar danau terkenal antara Zagora dan Tata yang telah kering selama 50 tahun. Menurut NASA, kejadian seperti itu sangat langka di wilayah tersebut, bahkan sebuah danau di Aljazair, Sebkha el Melah, hanya terisi enam kali dari sepanjang periode 2000--2021.

Di komunitas gurun yang sering dikunjungi wisatawan, mobil-mobil 4x4 melaju melewati genangan air dan penduduk mengamati pemandangan itu dengan kagum. "Sudah 30 hingga 50 tahun sejak kami mengalami hujan sebanyak ini dalam waktu yang sesingkat itu," kata Houssine Youabeb dari Direktorat Jenderal Meteorologi Maroko.

Hujan seperti itu, yang oleh para ahli meteorologi disebut sebagai badai ekstratropis, dapat mengubah arah cuaca di wilayah tersebut dalam beberapa bulan dan tahun mendatang. Pasalnya, udara menahan lebih banyak uap air, yang menyebabkan lebih banyak penguapan dan memicu lebih banyak badai, kata Youabeb.

2 dari 4 halaman

Banjir Memakan Korban

Kekeringan selama enam tahun berturut-turut telah menimbulkan tantangan bagi sebagian besar wilayah Maroko, yang memaksa para petani membiarkan ladang kosong dan kota-kota, serta desa-desa membatasi konsumsi air. Curah hujan yang melimpah kemungkinan akan membantu mengisi kembali akuifer air tanah di bawah gurun yang diandalkan untuk memasok air bagi masyarakat gurun.

Waduk-waduk yang dibendung di wilayah tersebut dilaporkan terisi kembali pada tingkat yang memecahkan rekor sepanjang September 2024. Namun, tidak jelas seberapa jauh hujan bulan September akan mengurangi kekeringan.

Air yang mengalir deras melalui pasir dan oasis telah menewaskan lebih dari 20 orang di Maroko dan Aljazair. Aliran air banjir juga merusak panen petani, yang memaksa pemerintah mengalokasikan dana bantuan darurat, termasuk di beberapa wilayah yang terdampak gempa bumi tahun lalu.

Anomali cuaca sebelumnya dilaporkan dari beberapa wilayah kering di Arab Saudi. Awal tahun ini, Makkah menghijau, dengan wilayah yang ditutupi vegetasi tumbuh lebih dari 600 persen selama lima bulan terakhir sebagai dampak musim hujan, menurut Pusat Nasional Pengembangan Vegetasi dan Pemberantasan Desertifikasi Arab Saudi.

3 dari 4 halaman

Anomali Cuaca di Arab Saudi

Total curah hujan mencapai 200 milimeter di beberapa tempat. Melansir Arab News, Selasa, 9 Januari 2024, analisis data penginderaan jauh mengungkap, total tutupan vegetasi mencapai 3.529,4 kilometer persegi pada Agustus 2023, mewakili 2,3 persen dari total luas wilayah tersebut.

Jumlah ini berangsur-angsur meningkat akibat curah hujan yang mencapai 26.256 kilometer persegi pada akhir tahun lalu. Pada Desember 2023, tercatat hingga 17,1 persen wilayah tersebut ditutupi vegetasi.

Areanya terkonsentrasi di daerah pegunungan dan dataran tinggi yang sejajar dengan pantai Laut Merah, dengan ketinggian berkisar antara 500 hingga 2.600 meter, di kegubernuran Makkah, Taif, Al-Laith, Al-Jammoum, Al-Kamil, dan Khalis. Lembaga tersebut menyebut, pihaknya sedang mempelajari status kawasan vegetasi, memantau perubahan di lokasi yang menghijau, dan melacak perubahan tutupan lahan.

Mereka juga tengah menghitung volume curah hujan dan kepadatan vegetasi. Tidak ketinggalan, mereka juga menilai kesehatan tanaman melalui penggunaan teknik penginderaan jarak jauh dan teknologi kecerdasan buatan alias AI untuk membantu mencapai tujuan proyek penghijauan dan Inisiatif Hijau Saudi, catat publikasi itu.

4 dari 4 halaman

Bukan Kali Pertama

Mereka disebut berupaya melindungi lokasi vegetasi di Arab Saudi, mempelajari variabel-variabel yang memengaruhi kemunculan "ruang hijau," serta mengembangkan cara untuk bersiap menghadapi kekeringan dan mengurangi tingkat keparahannya.

Keseluruhannya merupakan bagian dari inisiatif Program Transformasi Nasional yang dirancang untuk membantu mencapai tujuan pembangunan dan agenda diversifikasi Visi Kerajaan 2030. Hal ini dilakukan dalam kerangka upaya nasional untuk mengurangi dampak penggurunan dan kekeringan, serta menjaga lahan, padang rumput, hutan, dan taman nasional.

Bukan kali pertama terjadi, pada 2023, menurut laporan Arabia Weather, 7 Januari 2023, dikutip dari mStar, 9 Januari 2023, tangkapan satelit Terra yang dikeluarkan Badan Antariksa Amerika (NASA) mengabadikan pemandangan hijau di beberapa wilayah di Arab Saudi.

Vegetasi hijau terlihat muncul di daerah kering yang didominasi gurun, seperti kota Makkah, Jeddah, dan Madinah. Curah hujan memang tercatat tinggi di Arab Saudi sejak Desember 2022. Curah hujan ini terjadi dengan kecepatan yang sama dan hampir terus menerus dalam jangka waktu yang sangat lama dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence