Sukses

PR Utama Industri Film Indonesia Saat Ini untuk Pemerintahan Prabowo Subianto: Memeratakan Bioskop

Jumlah bioskop di Indonesia tak sebanding dengan jumlah penduduk yang mencapai 280 juta. Tak heran jika penonton sebuah film Indonesia maksimal di angka 10 juta.

Liputan6.com, Jakarta - Industri film Indonesia sedang berkembang pesat. Menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), 65--68 persen market share dikuasai film lokal dengan jumlah penonton film Indonesia hingga saat ini mencapai 62 juta orang.

Meski begitu, masih ada pekerjaan rumah besar yang menanti untuk dibenahi pemerintahan Prabowo Subianto nanti. Salah satunya adalah kekurangan bioskop. Dengan menambah jumlah layar dan lokasinya lebih merata, hal itu diyakini akan meningkatkan jumlah penonton film Indonesia secara signifikan.

"Saat ini, kita tahu bahwa paling banyak penonton Indonesia hanya 10 juta, padahal dari 280 juta penduduk Indonesia. Kalau saja kita bisa mengejar lebih banyak bioskop-bioskop di daerah melalui regulasi-regulasi yang mendorong agar pemerintah daerah, pengusaha daerah mendapatkan insentif pajak atau apapun juga, membuka bioskop-bioskop di kabupaten/kota," kata Dede Yusuf, Wakil Ketua Komisi X DPR RI periode 2019--2024, ditemui seusai pemutaran film di Gedung Film Pesona Indonesia, Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Penambahan jumlah bioskop, sambung Dede, juga bisa memperpanjang masa tayang film Indonesia di bioskop. Ia mendukung konsep yang diajukan Parfi 56, yakni menghadirkan bioskop independen, bukan konsorsium besar.

"Ini bisa dilakukan di mana saja, di daerah-daerah dan mudah-mudahan mendapat dukungan dari pemerintah, baik dari akses permodalan, akses perfilmannya, dan juga yang paling penting adalah kerja sama dengan pemerintah di daerah agar punya perizinan untuk membuka bioskop," ia menjelaskan.

 

2 dari 4 halaman

Konsep Bioskop Rakyat

Ketua Parfi 56 Marcella Zalianty menjelaskan konsep bioskop independen sudah pernah dijalankan dengan membuka Bioskop Rakyat di Teluk Gong, beberapa waktu lalu. Namun, tempat itu terpaksa ditutup karena kondisi pandemi.

Prinsipnya, bioskop-bioskop independen itu mengutaman pemutaran film nasional agar produksi yang sudah cukup banyak saat ini tidak terkonsentrasi di kota besar saja. Biayanya juga lebih terjangkau agar lebih banyak masyarakat yang menonton. Meski merakyat, kualitas suara dan gambar tetap memperhatikan standar bioskop yang berlaku.

"Di situ pula jadi sebuah tempat yang mana kita juga bisa mengoptimalisasi sumber daya kreatif di daerah untuk menjadi subjek... Mereka juga harus bisa dilatih di ruang-ruang bioskop ini, untuk ke depannya membuat film sendiri," kata Marcella.

Pemberdayaan sumber daya manusia yang ada di daerah itu pada akhirnya bertujuan menggerakkan perekonomian setempat. Pasalnya, ekosistem film melibatkan gerbong yang begitu luas. Agar bisa optimal, ia berharap ada pemerataan pajak hiburan yang saat ini berbeda-beda besarannya di setiap daerah.

"Itu juga akan mempermudah untuk investasi pertumbuhan bioskop-bioskop di luar Jakarta," sambungnya.

 

3 dari 4 halaman

Indonesia Kekurangan 8000 Bioskop

Direktur Industri Kreatif Musik, Film, dan Animasi Kemenparekraf Amin Abdullah mengamini masalah yang dihadapi industri perfilman dalam negeri saat ini adalah terkait infrastruktur. Dalam hal ini, jumlah bioskop tidak sebanding dengan jumlah penduduk di Indonesia. 

"Sebenarnya, kita butuh 10 ribu layar. Dan Anda tahu berapa sekarang layar yang kita punya? Dua ribuan. Jadi, kita kekurangan delapan ribu lebih," ujarnya.

Alih-alih membangun gedung baru, Amin menyarakan agar daerah memanfaatkan gedung-gedung yang terbengkalai untuk disulap menjadi bioskop. Salah satunya adalah kantor pos. "Di kantor pos itu kita sulap menjadi tempat pemutaran film dengan kapasitas 50, 75, 100. Enggak usah terlalu besar," sahutnya.

Amin menegaskan bahwa keberadaan bioskop alternatif tetap penting meski kini sudah ada OTT untuk mendistribusikan film-film lokal secara masif. Alasannya adalah karena bioskop tersebut berdampak ekonomi secara luas. Saat bioskop dihidupkan, penjual makanan hingga tukang parkir juga bisa kecipratan pendapatan.

"Pendidikan penting, tapi infrastruktur juga penting banget karena multiplier effect-nya itu besar banget," ucapnya

4 dari 4 halaman

Buka Pintu Gedung Film Pesona Indonesia untuk Umum

Sementara itu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menandatangani MoU dengan PARFI 56 terkait pertukaran data/informasi di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif, peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif, pengembangan pemasaran di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif, pengembangan ekonomi digital dan produk kreatif, dan kerja sama atau kegiatan lain sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing pihak.

Dalam kesempatan itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno membuka pintu studio di lantai 8 Gedung Film Pesona Indonesia untuk dimanfaatkan oleh masyarakat umum memutarkan film-film legendaris. Tempat itu juga bisa difungsikan sebagai sarana promosi karya sineas Indonesia.

"Mudah-mudahan film Indonesia yang sekarang sudah 65 juta penonton, yang menjadi rekor tahun ini, akan semakin berkembang," katanya.

Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kemenparekraf Muhammad Neil El Himam menambahkan bahwa studio tersebut hanya akan dibuka dengan jadwal-jadwal tertentu. Film yang diputarkan juga akan dikurasi agar juga bisa jadi bahan pembelajaran untuk sineas-sineas berikutnya. "(Mekanismenya) kita tinggu nanti setelah terbentuk (pemerintahan baru)," jawabnya.