Sukses

Aktivasi Fokus pada Misi Edukasi, Museum-Museum di Indonesia Tak Bisa Mandiri Mendanai Operasional

Sejumlah museum di Indonesia mengakui mereka bergantung pada pemerintah atau pihak ketiga untuk mendanai operasional mereka karena banyak aktivasi yang dilakukan bukan untuk dimonetisasi.

Liputan6.com, Jakarta - Museum bukan sekadar bangunan dan beragam koleksi tak bernyawa. Tempat itu merupakan salah satu rumah pengetahuan penting bagi keberlangsungan masyarakat saat ini dan di masa depan.

Pengelola museum kemudian membuat sejumlah aktivasi untuk menarik pengunjung yang menjadi targetnya masing-masing. Di Museum Tekstil yang berlokasi di Jalan K.S. Tubun, Jakarta, misalnya. Pengelola secara rutin menggelar pameran, baik tetap maupun temporer, yang berkolaborasi dengan kolektor dan lembaga pecinta wastra.

Ada pula Taman Pewarna Alam untuk membangkitkan kesadaran masyarakat akan isu-isu ramah lingkungan. Halaman belakang seluas kurang lebih 2.000 meter persegi di belakang gedung utama didedikasikan untuk tanaman maupun pohon yang dahulu kerap dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alam.

"Sebagai jendela wastra Indonesia, Museum Tekstil Jakarta menjadi sumber informasi tentang berbagai kain tradisi, mulai dari jenis, teknik pembuatan, hingga makna dari setiap koleksi sebagai bagian dari warisan budaya bangsa," kata Sri Kusumawati, Kepala Unit Pengelola Museum Seni, Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Khusus Jakarta, kepada Lifestyle Liputan6.com, Kamis, 24 Oktober 2024. 

Selain itu, museum juga menghadirkan beragam kegiatan interaktif. Workshop membatik di Pendopo Batik menjadi salah satu atraksi wajib museum. Pengunjung dapat mencoba membuat batik sendiri dari awal sampai selesai dengan biaya Rp50 ribu untuk membatik di kain berukuran 50cmx50cm, dan Rp200 ribu untuk membatik di kain berukuran 1 meter.

"Selain itu, program publik dilaksanakan untuk dapat memberikan informasi dan juga pelibatan Masyarakat seperti Pameran Temporer, Workshop Wastra, Seminar atau Bincang Wastra, Lomba Edukatif dan lainya," kata perempuan yang akrab disapa Ati tersebut.

 

 

2 dari 4 halaman

Aktivasi Tak Bisa Dimonetisasi

Menurut Ati, program publik tersebut dirancang untuk membantu pengelola dalam menginformasikan sekaligus mengedukasi masyarakat. Temanya dipilih yang selaras dengan isu-isu terkini, khususnya di bidang wastra. 

"Setiap dua sampai tiga bulan sekali, gedung utama museum akan menyajikan pameran yang berbeda sehingga masyarakat dapat menambah wawasan terkait wastra yang berbeda-beda," katanya.

Ia mengklaim respons pengunjung museum yang didominasi pelajar itu sangat baik. Pasalnya, banyak kegiatan yang dapat dilaksanakan di museum dengan harga tiket lebih murah dari sebotol air mineral. Untuk pelajar misalnya, tiket masuk dibanderol Rp3000, sedangkan anak-anak Rp2000 dan orang dewasa Rp5.000.

Imbasnya, Ati mengakui bahwa aktivasi yang dilakukan belum bisa 'memandirikan' pendanaan museum. Mayoritas anggaran masih diperoleh dari uang pemerintah. "Saat ini, Museum Tekstil masih mendapatkan APBD Daerah Khusus Jakarta sebagai sumber pendanaan tetap," ucapnya tanpa menyebut detail anggaran yang didapat.

Situasi serupa juga dihadapi Museum Sumpah Pemuda yang bernaung di bawah Indonesian Heritage Agency. Berlokasi di Jalan Kramat Raya, museum ini juga menargetkan pelajar dan mahasiswa sebagai pengunjung utama dengan harga tiket hanya Rp5.000 per orang. Karena itu, pendanaan museum masih mengandalkan duit negara.

.

3 dari 4 halaman

Jadi Ruang Ekspresi Anak Muda

 

Walau belum bisa dimonetisasi, aktivasi digelar dengan serius. Salah satunya dengan menggelar Lomba Debat Pemuda yang menjaring partisipasi pelajar dan mahasiswa.

"Program ini dirancang untuk memfasilitasi dialog generasi muda terkait isu-isu kebangsaan, dan terus diperbarui setiap tahun untuk tetap relevan," kata Ketua Tim Museum dan Galeri Indonesian Heritage Agency, Zamrud Setya Negara, kepada Tim Lifestyle Liputan6.com.

Selain itu, mereka juga menggelar Upacara Peringatan Hari Sumpah Pemuda, yang tahun ini dilaksanakan pada Senin, 28 Oktober 2024. Kegiatan tahunan itu menjadi simbol penghormatan terhadap semangat persatuan sekaligus untuk memperingati momen sejarah penting perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kedua program unggulan itu bisa diikuti secara gratis untuk memastikan aksesibilitas bagi semua lapisan masyrakat, khususnya generasi muda.

"Kami melibatkan berbagai pihak ahli untuk memastikan program-program ini memiliki dampak yang luas dan relevan. Kerja sama tersebut memberi kami perspektif yang beragam, sehingga kegiatan yang diselenggarakan tidak hanya menarik, tetapi juga berkualitas dari sisi pendidikan dan pengembangan karakter," ia menjelaskan.

4 dari 4 halaman

Buka Peluang Galang Dana

Tentu, anggaran pemerintah tidak bisa terus diandalkan agar museum bisa terus beroperasi. Museum di bawah IHA harus mencari cara kreatif mendapatkan pendanaan yang berkelanjutan. Salah satunya membuka kesempatan galang dana. Hal itu dilakukan Museum Nasional Indonesia (MNI) yang baru dibuka kembali 15 Oktober 2024.

"Dengan dukungan IHA, yang merupakan BLU, kami juga akan terus membuka potensi fundraise melalui kolaborasi dan kerja sama dengan berbagai pihak, hal ini dilakukan untuk terus menjaga keseimbangan antara standar baru MNI dan keterjangkauan publik," kata Penanggung Jawab Unit Museum Nasional Indonesia, Ni Luh Putu Chandra Dewi, dalam rilis yang diterima beberapa waktu lalu.

Di samping, museum terus meremajakan fasilitas dan membuat pameran yang relevan dengan publik. Contohnya dengan membuka kembali Ruang ImersifA. Pengunjung akan diminta membayar biaya tambahan Rp35 ribu untuk merasakan pengalaman berbeda di museum tersebut.

Sementara, tiket masuknya terbilang lebih tinggi dibandingkan museum lain, yakni Rp15 ribu per orang untuk anak-anak dan Rp25 ribu per orang untuk orang dewasa. Harga wisatawan domestik lebih rendah dari wisatawan asing yang dikenakan biaya Rp50 ribu per orang untuk orang dewasa dan anak-anak di atas usia 3 tahun.

Video Terkini