Sukses

Apa Itu Latiao yang Bikin Anak SD di 7 Daerah Keracunan?

Latiao merupakan jajanan pedas yang berasal dari China. Akibat kasus keracunan, BPOM telah menetapkan kasus ini sebagai Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (KLBKP).

Liputan6.com, Jakarta - Publik sedang dihebohkan dengan makanan latiao yang membuat sejumlah anak SD di tujuh daerah keracunan. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) memberikan penjelasan terkait kasus keracunan tersebut.

Mengutip dari kanal Health Liputan6.com, Jumat (1/11/2024), keracunan tersebut diduga karena jajanan pedas bernama latiao. Kasus ini mengakibatkan anak-anak mengalami muntah, pusing, dan bahkan dilarikan ke rumah sakit. BPOM bahkan menyebut kejadian ini sebagai Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (KLBKP).

"Kami menerima laporan mengenai kejadian luar biasa keracunan pangan di beberapa wilayah di Indonesia. Kasus pertama terjadi di Lampung, diikuti oleh Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat, Pamekasan, dan yang terakhir di Riau," ungkap Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, dalam konferensi pers hybrid di Jakarta, Jumat, 1 November 2024.

Lalu apa sebenarnya latiao? Mengutip dari laman LPPOM MUI, makanan ini adalah salah satu kudapan ringan asal China. Umumnya, masyarakat China mengonsumsi latiao sebagai camilan dan populer sekitar tahun 90an.

Asal muasalnya berkembang di Provinsi Henan, Tiongkok. Latiao sendiri memiliki bentuk seperti stik yang panjang serta berwarna merah dengan rasa pedas. Latiao menjadi viral karena camilan ini memiliki rasa gurih pedas yang membuat ketagihan.

Latiao berbahan dasar tepung gandum, kinako atau tepung kacang kedelai panggang, dan minyak cabai. Ketiga bahan tadi dicampurkan dengan air, garam, gula, penyedap rasa, minyak nabati, serta beberapa bahan lainnya, lalu dipanaskan dengan suhu tinggi.

2 dari 4 halaman

Kandungan di dalam Latiao

Meski berbahan baku nabati, ternyata ada beberapa bahan baku Latiao viral yang perlu kita cermati. Apa saja yang menjadi masalah di balik kelezatan latiao.

Pertama, gula sebagai penambah rasa. Titik kritisnya terletak pada proses pemutihan yang kerap menggunakan karbon aktif. Dari aspek bahan, karbon aktif bisa berasal dari tempurung kelapa, serbuk gergaji, batu bara, atau tulang hewan.

Jika menggunakan bahan-bahan nabati, maka tak perlu diragukan kehalalannya. Tapi jika karbon aktif tersebut berasal dari hewan, maka harus dipastikan berasal dari hewan halal yang disembelih secara syariah. Umumnya, sumber tulang hewan yang seringkali dijadikan karbon aktif adalah babi dan sapi.

Kedua, minyak. Pada umumnya, minyak berasal dari tumbuhan meski kadang bisa menggunakan minyak hewan untuk memberikan rasa dan aroma yang menggoda. Saat kemasan dibuka dan diunakan menggoreng, minyak mudah sekali teroksidasi dan berubah dari segi bau dan rasa.  

3 dari 4 halaman

Kemungkinan Adanya Bakteri

Untuk mencegah tengik, minyak biasanya diberikan antioksidan beta-karoten, yang umumnya diproduksi secara sintetik sehingga relatif tidak kritis. Agar menarik, produsen juga menjernihkan minyak, misal dengan bantuan karbon aktif yang perlu dikaji kehalalannya.

Ketiga, penggunaan penyedap rasa seperti Monosodium Glutamat (MSG) dan Sodium Inosinate dan Guanylate (I+G). Keduanya adalah produk mikrobial hasil fermentasi. Media pertumbuhan bakteri penghasil kedua senyawa ini harus dipastikan terbebas dari bahan najis.

Menurut Manager Halal Auditor Management LPPOM MUI, Ade Suherman, titik kritis fermentasi terletak pada sumber nitrogen untuk perbanyakan bakteri, yang lazimnya menggunakan pepton. Pepton ini bisa berasal dari unsur hewani, karena itu harus dipastikan kehalalan.

"Selain itu, proses pemurnian MSG dan I+G pun melibatkan resin penukar ion untuk memisahkan residu di produk akhir. Resin itu sendiri bersifat kritis dari segi kehalalan karena pada awal proses polimerisasi resin dibantu oleh gelatin. Gelatin harus berasal dari hewan halal dan disembelih secara syar’i," papar Ade.

4 dari 4 halaman

Tidak Ada Sertifikasi Halal dan Tak Patuhi CPerPOB

Sayangnya, pencarian produk halal di website LPPOM MUI tak menemukan sama sekali latiao yang disertifikasi halal. Sesuai penjelasan di atas, tidak mudah bagi orang awam untuk memastikan kehalalan latiao hanya dari pemeriksaan kandungan bahan.

Meski demikian, kita tidak perlu khawatir karena masih banyak camilan viral lain yang sudah bersertifikat halal. Silahkan cek kehalalan camilan yang akan dibeli, melalui website www.halalmui.org atau aplikasi HalalMUI yang dapat diunduh di Google Playstore. 

Adapun BPOM telah  melakukan pemeriksaan pada sarana peredaran produk latiao dan menemukan adanya ketidakpatuhan pada cara peredaran pangan olahan yang baik (CPerPOB).

"Kami memeriksa gudang importir dan distribusi, hasilnya menunjukkan ketidakpatuhan teradap ketentuan CPerPOB yang semakin menegaskan pentingnya tindakan segera sebagai langkah koreksi," menurut Kepala BPOM, Taruna.

Lebih lanjut, mengingat produk latiao ini juga dijual secara daring BPOM pun meminta pada pihak terkait untuk melakukan take down pada link penjualan.

Â