Liputan6.com, Jakarta - Pesatnya pertumbuhan ekonomi digital Indonesia, kompleksitas dan frekuensi kejahatan dalam transaksi keuangan (Fraud Finansial) juga terus meningkat. Temuan terbaru dari Fraud Typologies Whitepaper GBG mengungkap peningkatan signifikan dalam aktivitas Fraud, berupa pencurian identitas, Fraud Sintetis, dan serangan social engineering yang semakin canggih.
Pada tahun 2023 saja, Indonesia mencatat kenaikan 25% dalam kasus pencurian identitas, yang menyebabkan kerugian lebih dari IDR 500 miliar, menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tren yang mengkhawatirkan ini mencerminkan pergeseran regional yang lebih luas, di mana para penjahat memanfaatkan teknologi terbaru seperti AI dan deepfakes untuk menjebol sistem keamanan dan mengeksploitasi kelemahan digital.
"Fraud berkembang cepat dan semakin mengkhawatirkan di Indonesia," kata Bernardi Susastyo, GM Asia dan Fraud APAC di GBG. "Bisnis harus mempertimbangkan ulang pendekatan mereka terhadap pencegahan Fraud dengan mengintegrasikan sistem deteksi yang adaptif dan cerdas.
Advertisement
Era metode verifikasi secara sederhana sudah tak lagi dapat digunakan. Saat ini, perusahaan memerlukan alat canggih untuk tetap berada selangkah di depan para pelaku fraud, yang menggunakan taktik canggih seperti pencurian identitas berbasis AI dan phishing.”
Menurut riset GBG, lebih dari 56% bisnis di Indonesia telah menjadi korban dari berbagai bentuk Fraud Digital. Salah satu tipe yang paling umum adalah Fraud Identitas Sintetis, yaitu para pelaku kriminal menggabungkan data asli dan palsu untuk menciptakan identitas baru yang menyebabkan kerugian besar terhadap kredibilitas bisnis dan keamanan data.
Sejumlah Langkah Penting
Untuk mengatasi ancaman ini, whitepaper GBG mengidentifikasi sejumlah langkah penting yang dapat diambil oleh bisnis, antara lain:
1. Meningkatkan sistem verifikasi identitas dengan AI dan machine learning guna ZAmendeteksi pola halus perilaku pengguna.
2. Memberikan edukasi kepada tim tentang ancaman social engineering seperti phishing dan smishing, yang mempengaruhi 67% bisnis tahun sebelumnya.
3. Menerapkan pemantauan Fraud secara berkelanjutan untuk menangkap aktivitas mencurigakan sejak dini, sebelum eskalasi dilakukan lebih lanjut.
Temuan dan riset GBG memberikan analisis mendalam tentang beragam ancaman baru ini, serta menawarkan wawasan praktis bagi bisnis untuk memperkuat pertahanan mereka dan mengurangi kerugian akibat Fraud.
Whitepaper ini juga menekankan pentingnya menyesuaikan strategi deteksi Fraud berdasarkan tren regional, memastikan bahwa bisnis tidak hanya bereaksi terhadap ancaman tetapi juga secara proaktif mencegahnya.
"Pencegahan Fraud bukan lagi solusi one-size-fits-all," tambah Bernardi. “Whitepaper kami menguraikan teknik Fraud spesifik yang kami lihat di Indonesia dan seluruh Asia, serta memberikan rekomendasi tentang bagaimana bisnis dapat melindungi diri mereka dengan lebih efektif.
Dengan memanfaatkan teknologi berbasis AI dan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan, setiap organisasi bisnis dan perusahaan dapat melindungi data dan reputasi mereka.”
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang wawasan ini dan mengambil langkah konkret untuk meningkatkan strategi pencegahan Fraud Anda, silahkan menghubungi GBG atau mengunjungi situs web di www.gbgplc.com untuk informasi lebih lanjut terkait Fraud Typologies whitepaper GBG dengan judul Addressing Fraud Typologies in Asia: A Comprehensive Analysis.
Advertisement