Liputan6.com, Jakarta - Hong Kong bukan hanya Disneyland maupun bagian kotanya yang ramai seperti Tsim Sha Tsui. Masih banyak destinasi menarik, seperti desa di pedalamannya yang unik untuk dijelajahi, salah satunya Tai O Fishing Village yang ada di bagian barat Pulau Lantau.
Memiliki populasi sekitar 2.000 penduduk, desa ini memiliki sejarah panjang sebagai pemukiman para nelayan di Hong Kong. Tai O merupakan rumah bagi Suku Tanka. Masyarakat nelayan yang membangun rumah mereka di atas lahan pasang surut Pulau Lantau selama beberapa generasi.
Baca Juga
Bertahan hidup dari kerasnya alam di Hong Kong, para keluarga nelayan tampak sudah terbiasa dengan ancaman Badai Taifun dan banjir saat air pasang. Menariknya, di antara fakta bahwa Hong Kong sebagai salah satu destinasi dengan biaya hidup termahal di dunia, para nelayan cukup bersyukur bisa mendapat izin mendirikan bangunan di Tai O.
Advertisement
"Tebak berapa biaya izin tinggal di Tai O Village, per tahun? Ayo sebut angka?" seru Joanna, pemandu wisata yang mendampingi Lifestyle Liputan6.com dan jurnalis lainnya dari Indonesia, Singapura, dan Malaysia di Desa Tai O pada Selasa, 12 November 2024.
Tak satu pun menjawab benar karena didapatkan jawaban tidak terduga, bahwa satu keluarga nelayan hanya perlu membayar 10 dolar Hong Kong saja atau sekitar Rp20.000 per tahun. Namun, keluarga nelayan ini perlu mengajukan aplikasi mendirikan bangunan ke pemerintah. Ada pula syarat lainnya, seperti bangunan harus dibuat dari kayu khusus yang tidak akan mengambang jika terendam air dan perawatannya.Â
Cara Membuat Telur Asin ala Hong Kong
Selain biaya izin tinggal yang murah, nelayan juga betah tinggal di sana karena lokasinya juga dekat dengan sumber mata pencaharian mereka. Mereka bisa melaut dan juga bertani karena dikelilingi bukit dan gunung.
Sejak 1940, warga desa pesisir itu secara rutin memproduksi garam. Kini, mereka merambah bisnis telur asin dengan memanfaatkan garam yang dihasilkan sendiri. Salah satunya Pearl Fan dan suaminya.
Bagi warga Hong Kong dengan nenek moyang orang Tiongkok, olahan telur asin diyakini bisa membuat masakan semakin lezat. Tapi, jangan bayangkan telur asin seperti di Indonesia, karena proses produksinya berbeda.
Telur asin dibuat dengan cara memisahkan bagian kuning telur dari putihnya. Setelah dipisahkan dan diletakkan pada sebuah nampan dengan alas, kuning telur dibumbui garam laut dan selanjutnya telur dijemur hingga kering.
"Egg yolk (telur asin) dikukus terlebih dahulu sebelum diolah lagi dalam masakan. Bisa dicampur dengan bahan utama lain," kata Joanna.
Pearl Fan bercerita, bahwa ia telah membuat telur asin sekitar delapan tahun. Ia menjualnya seharga 3,5 dolar Hong Kong per buahnya atau setara Rp7.000.
Advertisement
Cara ke Tai O Fishing Village
Desa nelayan ini kini menjadi objek wisata budaya yang terkenal di Hong Kong. Turis bisa merasakan pengalaman menarik saat mengunjungi Tai O Fishing Village,dengan membeli paket tur maupun hanya menyewa kapal khusus untuk mengelilingi desa.
Layanan sewa kapal bisa ditemukan di pintu masuk. Harganya 50 dolar Hong Kong atau setara dengan Rp40.000 per orang yang berdurasi 20 menit.Â
Dari pusat kota Hong Kong, di Tsim Sha Tsui, maupun wilayah lain Hong Kong, turis bisa menggunakan moda transportasi MTR menuju Stasiun Tai Chung. Kemudian, naik bus yang langsung menuju Tai O Fishing Village.Â
Tak hanya menemukan pengalaman mengenal sejarah penduduk nelayan di Hong Kong. Setelah diantar berkeliling dengan perahu, turis juga bisa merasakan kuliner lokal dan membeli oleh-oleh.
Penduduk setempat juga menjual hasil laut tangkapan mereka menjadi olahan untuk dikonsumsi. Hasil laut seperti bintang laut, teripang, udang, teri yang kebanyakan sudah dikeringkan juga tersedia di sepanjang jalan di desa ini. Ada pula jajanan seperti manggo mochi dan aneka teh yang terkenal di Hong Kong untuk melepas dahaga.Â
Berfoto di Jembatan Sun Ki
Selain berbelanja, kunjungi juga Jembatan Sun Ki untuk mendapatkan foto klasik di Tai O yang menampilkan rumah-rumah panggung berlatar perbukitan hijau. Di Jembatan Tai Chung, Aturis nda akan melihat bagaimana jembatan ini dibuat untuk dilewati perahu.
Secara musiman, desa nelayan ini juga menggelar berbagai acara. Salah satu yang terkenal adalah Festival Lentera Tai OTai O untuk merayakan Pertengahan Musim Gugur.
Di desa nelayan tepi pantai ini, lentera-lentera bergambar buatan tangan lokal berwarna-warni digantung selama festival 20 hari di musim gugur. Ada pula Parade Air Perahu Naga Tai O tahunan yang bisa menjadi momen pas berkunjung ke desa nelayan ini.
Disebutkan bahwa parade ini telah menjadi kegiatan keagamaan selama lebih dari satu abad, dan ditetapkan sebagai warisan budaya non-material pada 2011. Sampan-sampan suci membawa patung-patung dari kuil-kuil setempat melewati jalur air sebagai bagian dari tradisi yang telah berusia berabad-abad lamanya.
Advertisement