Liputan6.com, Jakarta - Otoritas di Jepang mengusulkan trem otonom yang menggunakan ban karet, untuk mengangkut para pendaki Gunung Fuji. Moda transportasi itu akan dibuat oleh CRRC, perusahaan asal China.
Proposal baru yang belum pernah diberitakan sebelumnya itu akan menggantikan rencana awal untuk membangun sistem kereta ringan yang menghubungkan dasar gunung ke pos pendakian kelima di jalur Yoshida yang populer. Keputusan ini diambil setelah kota setempat dan pihak-pihak lain menyuarakan keprihatinan atas dampak lingkungan dan biaya pembangunan.
Baca Juga
Prefektur Yamanashi, yang menjadi rumah bagi rute paling populer yang digunakan para pendaki gunung berapi setinggi 3.776 meter (12.3388 kaki) ini, akan segera mengumumkan rencana tersebut. Seorang sumber yang tidak mau disebutkan namanya, karena informasi tersebut belum dipublikasikan, mengatakan kepada Reuteurs bahwa prefektur akan segera mengumumkan rencana tersebut.
Advertisement
Dikutip dari The Independent, Senin (18/11/2024), Gunung Fuji yang membentang di sepanjang Prefektur Yamanashi dan Shizuoka, merupakan salah satu tujuan wisata paling populer di Jepang. Terdaftar sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada 2013 juga menambah daya tariknya.
Jumlah wisatawan yang mengunjungi gunung ini telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Kehadiran mereka diiringi peningkatan polusi dari bus wisata dan mobil yang terus-menerus datang ke pos pendakian kelima. Kepadatan di jalur pendakian juga menimbulkan masalah bagi pihak berwenang yang berupaya membersihkan situs yang dianggap suci oleh warga Jepang.
Dengan status yang diberikan UNESCO, Jepang bertanggung jawab mengurangi kepadatan, kerusakan lingkungan akibat pengunjung, dan memperbaiki lanskap buatan manusia, seperti tempat parkir besar yang dibangun untuk mengakomodasi wisatawan di kawasan Gunung Fuji.
Bisa Pangkas Biaya Proyek
Sementara, trem otonom alias Autonomous Rapid Transit CRRC yang terdaftar di Shanghai adalah trem generasi baru yang menggunakan marka jalan magnetis dan dapat dioperasikan tanpa awak. Prefektur Yamanashi berencana menggunakan hidrogen yang diproduksi secara lokal untuk menggerakkan trem, kata sumber itu.
Sistem transit ini diharapkan dapat memangkas biaya proyek sebanyak 40 persen dari perkiraan sekitar 140 miliar yen (lebih dari Rp14,4 triliun) untuk sistem kereta api, kata sumber tersebut. Rencana baru ini akan mengizinkan prefektur tersebut untuk menggunakan jalan tol Fuji Subaru Line yang sudah ada dan melarang masuknya semua kendaraan pribadi dan bus wisata, kata sumber tersebut. Prefektur ini berharap dapat mengujicobanya pada awal tahun fiskal berikutnya yang dimulai pada April 2025.
Yamanashi juga bertujuan untuk membangun jaringan trem yang akan meluas ke kota-kota setempat dan terhubung ke sistem kereta levitasi magnetik yang direncanakan oleh Central Japan Railway pada 2030an, kata sumber tersebut. Namun, pemerintah Prefektur Yamanashi menolak mengomentari rencana tersebut.
Advertisement
Rencana Awal Pembangunan Moda Angkutan Umum di Gunung Fuji
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Yamanashi mengajukan proposal pembangunan layanan kereta ringan yang menghubungkan kaki Gunung Fuji dengan Stasiun ke-5. Layanan ini diperkirakan dapat mengangkut 3,36 juta penumpang setiap tahunnya.
Dalam laporan sementara, otoritas Yamanashi mengusulkan jalur ganda dengan dua kereta yang beroperasi setiap enam menit selama 10 jam per hari. Hal ini dilakukan untuk mengurangi lonjakan wisatawan pada musim panas sekaligus mengurangi emisi kendaraan.
Jalur kereta api ini akan dibangun di sepanjang Jalan Fuji Subaru, jalan tol menuju Stasiun ke-5 yang berfungsi sebagai titik awal untuk salah satu jalur pendakian paling populer di gunung. Pemprov memperkirakan pembangunan itu memerlukan investasi mencapai 148,6 miliar yen (sekitar Rp15,2 triliun).
Mereka berpendapat bahwa konstruksi jalur kereta api paling baik digarap pemerintah daerah, sementara operasional kereta api dijalankan oleh perusahaan swasta. Laporan tersebut menyatakan bahwa dengan asumsi 3 juta penumpang per tahun dengan harga tiket 10.000 yen per orang, sistem transportasi ini diperkirakan akan menghasilkan keuntungan sebesar 184,8 miliar yen bagi prefektur dan 420,7 miliar yen bagi operator selama periode 40 tahun.
Namun, warga setempat menolaknya yang dianggap masukan untuk pemerintah. "Ada tantangan, tetapi ini dapat diatasi," kata Gubernur Yamanashi Kotaro Nagasaki pada konferensi pers akhir Oktober 2024, dikutip dari Kyodo, Minggu, 10 November 2024.
IKN Kembalikan Trem Otonom dari China
Dari dalam negeri, Otorita IKN justru hendak mengembalikan trem otonom serupa ke China. Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub Budi Rahardjo mengutarakan, Otorita IKN telah mengevaluasi penggunaan kereta tanpa rel setelah diuji coba selama dua bulan.
Berdasarkan hasil penilaian hingga evaluasi, ditemukan bahwa kereta tanpa rel, khususnya sistem otonom belum dapat berfungsi dengan baik di IKN. "Menurut hemat kami kita semua sepakat bahwa untuk IKN kita mencari yang terbaik. Jika kemudian ART dipandang belum memenuhi standar evaluasi dari OIKN, tidak ada masalah, karena negara juga tidak dirugikan. Hal ini dikarenakan pembiayaan uji coba ditanggung oleh vendor ART," ungkapnya dalam pesan tertulis, beberapa waktu lalu, dikutip dari kanal Ekbis Liputan6.com.
Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi pun buka suara terkait rencana OIKN tersebut. Menurutnya, pengoperasian kereta tanpa rel di IKN sepenuhnya menjadi hak dari Otorita IKN.
"Kalau Otorita mengatakan itu tidak memenuhi kriteria atau persyaratan yang diinginkan, saya sepenuhnya menyerahkan ke Otorita IKN," ujar Menhub singkat di Kantor Pusat Ditjen Bea Cukai, Jakarta, Kamis, 14 November 2024.
Kemenhub hanya memfasilitasi, sedangkan MoU ditandatangani oleh OIKN dan vendor Norinco dengan partisipasi dari CRRC Qindao Sifang.
Advertisement