Liputan6.com, Jakarta - Minyak jelantah semakin jadi primadona. Barang yang biasanya dibuang percuma sebagai limbah dapur kini dilirik sebagai salah satu solusi pemenuhan kebutuhan sektor transportasi akan bahan bakar ramah lingkungan. Untuk mewujudkannya sebagai industri yang mandiri dan berkelanjutan diperlukan gotong royong banyak pihak.
Bluebird jadi salah satu yang berpartisipasi. Berkolaborasi dengan Apical Group, perusahaan pengelola bisnis hilir produksi minyak kelapa sawit, mereka mulai merintis langkah menciptakan bisnis yang menerapkan prinsip ekonomi sirkular.
Baca Juga
Sejak lima bulan terakhir, Bluebird berperan sebagai pengumpul minyak jelantah dari komunitas internal, baik karyawan maupun pengemudi, serta masyarakat sekitar pool taksi. Minyak jelantah yang disetorkan dikompensasi berupa uang tunai yang nilainya tidak disebutkan.
Advertisement
"Selama lima bulan program ini berjalan, kami telah berhasil mengurangi 800kg CO2 eq," ujar CEO Bluebird Andre Djokosoetono dalam keterangan tertulis kepada Lifestyle Liputan6.com, Kamis, 28 November 2024.
Kebijakan perusahaan untuk mengumpulkan jelantah itu didorong oleh pilar BlueSky 50:30 dalam Visi Keberlanjutan. Itu adalah implementasi dari nilai peduli yang menjadi pondasi bagi perusahaan menjalankan operasi secara berkelanjutan. "Dimulai dari hal kecil. Langkah awal ini diharapkan menjadi inspirasi dan penggerak bagi lebih banyak orang untuk terlibat," sambungnya.Â
Di sisi lain, sebagai perusahaan transportasi, pihaknya juga terbuka dengan berbagai alternatif bahan bakar ramah lingkungan sebagai bagian dari komitmen keberlanjutan lingkungan. Saat ini, armada bus Bluebird sudah menggunakan biodiesel sebagai salah satu upaya mengurangi emisi karbon.
Â
Luncurkan Fitur Penghitung Jumlah Emisi Karbon
Andre menambahkan bahwa Bluebird juga telah mengintegrasikan kendaraan berbasis PHEV, CNG, dan EV ke dalam armada. Total pihaknya memiliki lebih dari 3.500 armada ramah lingkungan berbasis listrik dan gas yang dioperasikan, didukung oleh pengemudi, infrastruktur pengisian daya, hingga transisi energi bersih.
"Ini menjadi bagian dari pilar Blue-Sky pada Visi Keberlanjutan yang menargetkan pengurangan emisi dan buangan sebesar 50 persen hingga tahun 2030," kata Andre.
Lewat kampanye TrueBlue-Sky, pihaknya juga meluncurkan inovasi penghitung jejak karbon sebagai fitur terbaru aplikasi MyBluebird. Pelanggan bisa langsung mengetahui berapa emisi karbon yang dihasilkan lewat opsi kendaraan yang dipilih.
Moda transportasi berbahan bakar bensin jelas menghasilkan emisi karbon lebih tinggi dibandingkan kendaraan EV atau BBG. Sejauh ini, Bluebird mengklaim telah berhasil mengurangi lebih dari 175 ribu ton emisi karbon sejak 2018. Hal itu tak lepas dari kontribusi pelanggan yang semakin hari menyadari pentingnya keberlanjutan lingkungan.
"Kampanye TrueBlue-Sky memberi makna ke berbagai stakeholder bahwa dalam menjalankan misi keberlanjutan, enggak mungkin sendiri. Akan sangat costly kalau melakukan segala sesuatu untuk mencapai tujuan itu sendiri... Kita selalu berusaha cari mitra karena kami enggak mungkin sendirian, pemerintah juga," imbuh Chief Marketing Officer PT Blue Bird Tbk, Mediko Azwar, ditemui akhir September 2024.
Advertisement
Jalan Panjang Menuju Penggunaan Bahan Bakar Ramah Lingkungan yang Berkelanjutan
Sebagai salah satu mitra Bluebird, Apical memiliki misi yang sama terhadap upaya keberlanjutan lingkungan. Namun, fokus mereka adalah mendorong penggunaan sustainable aviation fuel (SAF) agar bisa mencapai net zero emission pada 2050.
"Selain untuk mencapai target keberlanjutan tadi, kami juga ingin mengajak masyarakat bahwa bahkan dengan bentuk yang buruk rupa, jelantah memiliki nilai keekonomian yang dalam jangka panjang bisa menjadi solusi kebutuhan bahan bakar masa depan," demikian pernyataan Corporate Communications Apical yang dihubungi secara terpisah, beberapa waktu lalu.
Tidak mudah mewujudkannya, tetapi pondasi menuju ke arah tersebut sudah mulai dibangun. Salah satunya dengan mendirikan usaha patungan bersama Cepsa untuk memproduksi biofuel generasi kedua (2G) dengan membangun pabrik terbesar di Eropa Selatan. Pabrik yang memproduksi SAF dan/atau diesel terbarukan itu direncanakan berkapasitas 500 ribu ton SAF per tahun.
"Itu cukup untuk terbang melintasi planet ini sebanyak 1.300 kali dan mencegah emisi CO2 sebesar 3 juta ton per tahun," demikian bunyi keterangan Apical dikutip dari dokumen President's Statement, Sabtu (30/11/2024).
Tidak bisa dipungkiri bahwa sektor transportasi, khususnya industri aviasi, berkontribusi signifikan pada jumlah emisi CO2 global. Disebutkan bahwa emisi dari sektor penerbangan menyumbang 2--3 persen emisi CO2 global terkait penggunaan bahan bakar. Jumah itu diperkirakan akan meningkat sebesar 300--700 persen pada 2050.
Menyumbang Solusi bagi Industri Aviasi Global
Dengan semakin memburuknya kualitas lingkungan, kebutuhan pengadaan SAF pun semakin mendesak. Pasalnya, karena diproduksi dari 100Â persen limbah dan residu terbarukan, bahan bakar rendah karbon generasi berikutnya ini memungkinkan pengurangan emisi CO2 hingga 90 persen dibandingkan dengan bahan bakar tradisional.
"Meskipun SAF diharapkan menjadi kekuatan pendorong dekarbonisasi sektor penerbangan, tantangan utama dalam produksi SAF adalah akses terhadap bahan baku yang tersedia," bunyi pernyataan tersebut.
Apical akan memasok bahan baku 2G, yakni sampah organik seperti limbah pertanian dan minyak goreng bekas, ke pabrik yang dijadwalkan mulai beroperasi pada paruh pertama 2026. Apical akan terus memperluas jangkauan dan kapasitas globalnya agar ketersediaan limbah dan residu akan meningkat secara bersamaan, sehingga memungkinkan terciptanya kemitraan bernilai tambah untuk aliran limbahnya dan memberikan nilai signifikan bagi berbagai industri.
"Ekstraksi limbah dan residu yang berkelanjutan dengan cara yang transparan dan dapat ditelusuri sangat penting untuk menciptakan ekosistem tertutup sekaligus memastikan integritas lingkungan dalam jalur produksi SAF," kata pernyataan tersebut. Terkait hal itu, Apical akan kembali mengajak Bluebird duduk bersama membahas rantai pasok yang lebih berkelanjutan.
Advertisement