Liputan6.com, Jakarta - Bahan kimia berbahaya yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia atau lebih dikenal dengan nama Perfluoroalkyl and Polyfluoroalkyl Substances (PFAS), terdeteksi ditemukan di air keran di Jepang. Meski begitu, dalam survei pada Jumat, 29 November 2024, tak ada sampel yang mengandung bahan kimia berbahaya dalam jumlah yang ditetapkan oleh pemerintah Jepang.
Melansir laman Japan Today, Sabtu, 30 November 2024, dalam survei berskala besar pertama oleh pemerintah juga meliputi perusahaan air berskala kecil, bahan kimia ditemukan di sampel air di 332 perusahaan air di 46 negeri dari 47 prefektur, dari 1.745 perusahaan yang disurvei.
Kementerian Lingkungan dan Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi dan Pariwisata Jepang telah mengadakan survei air keran yang fokus pada bahan-bahan kimia PFAS pada 2020. Hal itu dilakukan setelah bahan kimia terdeteksi dalam air keran yang berasal dari sungai di seluruh negeri dan dianggap berpotensi menimbulkan penyakit kanker.
Advertisement
PFAS adalah istilah yang tidak dikenal oleh banyak orang, tetapi merujuk pada sekelompok lebih dari 4.700 bahan kimia sintetis yang dibuat oleh manusia, tidak ditemukan di alam. Meski tidak semua PFAS berbahaya, dua jenis, PFOS dan PFOA, diketahui menimbulkan risiko kesehatan dan dilarang oleh perjanjian internasional. Namun, banyak lainnya masih dalam pengawasan.
Salah satu kekhawatiran utama dengan PFAS adalah ketahanannya di lingkungan dan tubuh manusia. PFAS tidak mudah terurai, dengan beberapa memerlukan waktu sampai 100 tahun untuk berkurang setengahnya. Ketahanan ini berarti mereka dapat terakumulasi di dalam tubuh dari waktu ke waktu, yang berpotensi menyebabkan masalah kesehatan seperti penurunan berat lahir dan berkurangnya efikasi vaksin.
Â
Pengaruh Bahan Kimia
Komisi Keamanan Pangan Jepang telah mengindikasikan bahwa bahan kimia ini mungkin mempengaruhi kadar kolesterol dan kesehatan arteri, mirip dengan temuan di negara lain. Asisten profesor yang mempelajari studi lingkungan di Kyoto University, Koji Harada, mengatakan pemerintah seharusnya melegalkan semua fasilitas air untuk mengecek apakah PFAS dan menetapkan peraturan yang mengikat.
Beberapa waktu lalu, Basuki Hadimuljono saat masih menjabat Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan kunjungan balasan ke Prefektur Shiga, Jepang. Kunjungan itu dilakukan atas undangan Gubernur Prefektur Shiga, Taizo Mikazuki yang disampaikan saat World Water Forum (WWF) ke-10, Mei 2024 silam di Bali.
Kunjungan ini juga sebagai pertukaran pengalaman dalam pengelolaan danau, sekaligus sebagai salah satu bentuk tindak lanjut hasil World Water Forum ke-10. Basuki mengatakan, kedatangannya ke Prefektur Shiga untuk mempelajari pengelolaan dan konservasi danau berkelanjutan di Danau Biwa, sebagai danau terbesar di Jepang dengan garis pantai sepanjang 270 km.
Advertisement
Kondisi Danau di Dunia dalam Bahaya
Menurut dia, danau merupakan ekosistem unik yang beragam, kaya, dan memiliki nilai tinggi dalam ekologi dan sosial-ekonomi. Perubahan iklim dan aktivitas manusia semakin mengancam danau yang menyimpan 87 persen dari air tawar permukaan cair di Bumi.
Namun, saat ini kondisi danau di seluruh dunia dalam bahaya. Untuk itu perlu tindakan nyata dalam melindungi dan memulihkan danau secara global.
"Deklarasi Menteri di Forum Air Dunia ke-10 menyerukan pembentukan Hari Danau Dunia (World Lake Day) oleh Majelis Umum PBB. Hari Danau Dunia akan menjadi pengingat untuk terus mempromosikan agenda pengelolaan danau yang berkelanjutan di tingkat lokal, nasional, regional, serta internasional," ucap Basuki dalam keterangan tertulis, dilansir dari kanal Bisnis Liputan6.com, Senin, 30 September 2024.
Di Indonesia, pengelolaan danau diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60/2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional. Melalui peraturan ini, kementerian terkait bekerja sama untuk menyelamatkan danau sesuai dengan peran dan kewenangan masing-masing. Seperti normalisasi dan revitalisasi sungai, serta pembangunan struktur pengendalian sedimentasi.
Â
Danau di Jepang dan Indonesia
"Menindaklanjuti hal tersebut kami mengeluarkan Permen PUPR Nomor 28/2015 untuk menetapkan garis sempadan sungai dan danau guna menjaga fungsi danau dan sungai dari gangguan aktivitas di sekitarnya. Garis sempadan telah ditentukan di 8 dari 15 danau prioritas, sementara yang lainnya masih dalam proses," terangnya.
Di Jepang, Danau Biwa atau yang dikenal sebagai Danau Ibu, merupakan sumber air utama di Jepang yang menyediakan perikanan dan air minum bagi 14 juta orang.
Namun danau ini mengalami tantangan besar karena pencemaran dan penurunan sumber daya akibat urbanisasi. Untuk menjawab tantangan ini, Gubernur Shiga meluncurkan Tujuan Danau Ibu (Mother Lake Goals/MLG) pada tahun 2021 dan Peraturan Pencegahan Eutrofikasi, serta mengelola beban sungai, yang telah terbuki efektif dalam mengurangi pencemaran sejak tahun 1970an.
"Melihat keberhasilan Prefektur Shiga dalam mengelola Danau Biwa, saya berharap kita bisa saling berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang cara mengelola danau dan menerapkannya di Indonesia," pungkas Basuki.
Â
Advertisement