Liputan6.com, Jakarta - Dalam dua bulan belakangan ini beredar berita dua orang turis asing tewas ketika berwisata di Indonesia. Ada wisatawan mancanegara (wisman) asal Amerika Serikat (AS) bernama Colleen Monfore diberitakan tewas saat menyelam di perairan Maluku, Indonesia. Tubuhnya ditemukan di dalam perut hiu pada Oktober lalu.
Di bulan yang sama, ada peselancar Italia Giulia Manfrini (36) yang dikabarkan tewas setelah dadanya tertusuk ikan berparuh tajam saat berselancar di lepas pantai Mentawai, Sumatera Barat,
Dua peristiwa tragis itu mendapat sorotan dari media Australia yang menyoroti faktor keamanan wisata bahari di Indonesia. Dikutip dari news.com.au, Minggu (1/12/2024), situasi itu mendapat sorotan tajam karena Indonesia pada 2023 lalu merupakan negara tujuan wisata utama para wisatawan Australia selain Selandia Baru.
Advertisement
Menurut Australian Bureau of Statistics (ABS), ada 1.37 juta warga mengunjungi Indonesia di tahun lalu termasuk untuk berwisata bahari. Jumlah itu menggeser posisi Selandia Baru yang di tahun sebelumnya menempati peringkat pertama.
Mantan Bupati Kepulauan Mentawai, Yudas Sabaggalet, mengatakan pada news.com.au, sangat jarang ada orang yang tewas oleh ikan todak di Indonesia. Pernah beberapa kali ada warga lokal ditusuk oleh hewan tersebut, tapi itu terjadi di masa lalu.
"Ikan todak atau sejenisnya biasanya berburu memangsa ikan lain di malam hari, mereka akan meloncat-loncar ke atas dan kembali ke dalam air. Tapi itu sangat langka terjadi di siang hari,” terang Yudas. Mengenai insiden kematian Manfrini, Sabaggalet mengatakan perlu ada semacam ritual pembersihan di sekitar perairan tewasnya turis asing tersebut, sesuai dengan kepercayaan dan tradisi warga lokal.
"Biasanya selama pelaksanaan ritual tak ada yang boleh berada di kawasan perairan tersebut termasuk para peselancar dan perenang. Para dukun dan tetua setempat akan berpuasa selama dua hari selama menjalani prosesi ritual,” jelas Sabaggalet.
Tak Bisa Jadi Indikator Keamanan Wisata
Sementara itu, Arifsyah Nasution yang merupakan juru kampanye Greenpeace Indonesia mengatakan binatang laut secara alami bisa bereaksi secara tidak terduga ketika ada yang melakukan surfing atau menyelam.
“Kita harus meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan ketika ada kejadian dan interaksi yang tidak diinginkan, kita harus bertindak lebih cepat karena kejadian tidak terduga bisa datang kapan saja,” tuturnya.
Sedangkan Faizal Ratuela selaku Direktur Eksekutif dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Maluku Utara mengatakan, kematian Monfore tidak bisa dijadikan indikator bahwa wisata bahari di Indonesia bahaya bagi para penyelam maupun peselancar. “Sangat jarang ada orang yang tertusuk oleh hiu dan tewas di Indonesia,” ungkap Ratuela.
Menurut Wengki Purwanto, direktur WALHI Sumatra Barat, tak perlu berlebihan dalam kasus kematian turis asing di Mentawai. “Kekayaan lautan Indonesia terdiri dari kehidupan semua makhluk hidup di dalamnya dan bukan sebuah ancaman bagi manusia. Jadi tak ada alasan bagi para turis untuk takut atau khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” kata Wengki.
Advertisement
Dampak Aktivitas Wisatawan
"Yang lebih perlu dikhawatirkan adalah dampak dari aktivitas wisatawan yang harus kita jaga dengan baik agar tidak meningkatkan ancaman terhadap makhluk laut dan polusi di Indonesia,” tutupnya.
Sebelumnya, melansir Antara, Lahmudin Siregar, penjabat Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kepulauan Mentawai, mengatakan dada Manfrini terkena ikan todak (Xiphias gladius) saat berselancar pada Jumat, 18 Oktober 2024. "Informasi yang kami terima dari Camat Siberut Barat Daya memang terjadi kecelakaan seorang WNA Italia ketika berselancar," kata Lahmudin.
Lahmudin menerangkan peristiwa nahas tersebut terjadi ketika Manfrini sedang berburu ombak di Perairan Ombak Bengbeng, Pulau Masokut, Desa Pasakiat Taileleu, Kecamatan Siberut Barat Daya, sekitar pukul 9.30 WIB. "Tanpa diduga, seekor ikan todak melompat ke arah Manfrini dan menancap tepat di bagian dada turis perempuan itu," katanya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Polsek Siberut, Manfrini sempat meminta tolong dengan melambaikan tangan kepada dua saksi yang juga WNA bernama Alexandre Ribas dan Massimo Ferro. Kedua saksi dengan cepat membantu dan memberikan pertolongan pertama serta membawa peselancar malang itu ke Puskemas Pei Pei Pasakiat Taileleu. Namun, nyawanya tidak terselamatkan.
Penyebab Kematian Monfore Masih Belum Jelas
Sedangkan menurut Rick Sass, seorang teman keluarga, Colleen Monfore percaya bahwa wanita pensiunan asal Holland, Michigan, tersebut tidak tewas akibat dimakan hiu. Dia meyakini bahwa penyebab kematiannya adalah 'masalah medis' saat menyelam, mengingat Monfore adalah penyelam yang berpengalaman.
Peristiwa ini terjadi ketika Monfore dan suaminya, Mike, sedang berlibur di Maluku untuk menikmati liburan yang sudah lama mereka impikan. Ia tengah mengikuti tur penyelaman yang berlangsung selama tujuh minggu ketika ia tiba-tiba menghilang pada 26 September 2024.
Rick menekankan bahwa insiden serangan hiu terhadap penyelam adalah kejadian yang sangat langka. "Kami menyelam bersama hiu martil, hiu macan, dan hiu banteng. Anda perlu menghormati mereka dan bersikap hati-hati, tetapi mereka tidak akan menyerang tanpa alasan," jelasnya.
Menurut International Shark Attack File dari Museum Sejarah Alam Florida, hanya terdapat 69 kasus gigitan hiu yang tidak beralasan yang tercatat di seluruh dunia tahun lalu, di mana 94 persen di antaranya melibatkan perenang snorkel, penyeberang, dan peselancar. Sisa kasus lainnya dikategorikan sebagai "lain-lain." Hingga kini, penyebab kematian Monfore masih belum jelas.
Advertisement