Liputan6.com, Jakarta - Pengelolaan sampah yang bertanggung jawab masih jadi isu menahun, padahal setelah bencana di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Leuwi Gajah, Indonesia telah berkomitmen mengubah paradigma sistem pengelolaan sampah. Hampir 20 tahun setelahnya, realisasinya masih jauh dari asa.
Menteri Lingkungan Hidup (MenLH), Hanif Faisol Nurofiq, menyebut bahwa masalah sampah di Indonesia sudah harus diurai. "Mulai dari hulu dengan kehadiran Pak Bupati, Pak Gubernur, Wali Kota, kami telah mendapat gambaran jelas tentang roadmap yang sebenarnya harus diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama," kata dia usai menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Sampah di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis, 12 Desember 2024.
Baca Juga
"Harapan kami," ia menyambung. "Rencana aksi kolaborasi ini harus bisa menuntaskan masalah sampah, yang hari ini memuncak di TPA-TPA, (yang ditargetkan terealisasi) pada 2026."
Advertisement
"Pada 2026, kami berharap seluruh mekanisme, pola-pola, skema penyelesaian sampah bisa terurai mulai dari rumah tangga. Ini memang tidak sederhana, tapi kalau gerakan ini kita lakukan secara masif dan terus-menerus, insya Allah kita akan mampu menyelesaikannya," ucapnya optimis.
Pengelolaan sampah lebih berkelanjutan, menurut dia, merupakan salah satu cara membangun peradaban bangsa Indonesia. Merujuk saran peserta Rakornas Pengelolaan Sampah dan narasumber-narasumber relevan yang hadir, Hanif menggarisbawahi bahwa operasional aksi itu harus didukung anggaran yang memadai.
"Jadi tentu diperlukan dukungan semua pihak, baik itu swasta maupun kementerian/lembaga," ucap Hanif Faisol Nurofiq.
Pengelolaan Sampah Berwawasan Lingkungan
Setelah menghitung upaya pemilahan sampah dari hulu ke hilir, kata Hanif, operasionalnya setidaknya memerlukan tiga persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). "APBD kan mencemimkan jumlah penduduk," ungkap dia.
"Kalau kita kali konversi sampahnya di angka 0,75 sampai 1 kg per hari per orang, biaya penyelesaiannya diperlukan di angka tiga persen dari jumlah APBD di masing-masing daerah, kabupaten, kota maupun dukungan provinsi. Kami tadi (di Rakornas Pengelolaan Sampah) telah berkomitmen melakukan kegiatan real yang bisa dilakukan di lapangan."
Meski demikian, pemerintah tetap akan memberi "paksaan-paksaan pada seluruh pihak, tidak terkecuali pemerintah daerah, untuk melaksanakan norma-norma pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan." "Ini memang berkonsekuensi," sebut Hanif. "Kami harus bertanggung jawab pada masyarakat terkait kinerja lingkungan, termasuk pengelolaan sampah."
Ia juga mengatakan bahwa TPA yang sudah menggunung "seharusnya" ditutup tahun depan tanpa terkecuali. "Seluruh TPA pendamping, apalagi yang tidak ada izinnya, itu konsekuensinya relatif berat untuk disanksi hukum," tegasnya.
Advertisement
Hasil Tinjauan Lapangan
"Kami ingatkan pada kita semua," ungkap Hanif. "Kami punya waktu satu sampai dua tahun dari sekarang untuk menyelesaikan semua masalah di TPA. Ayo kita bergotong royong menyelesaikan ini. Insya Allah kalau kita bersama-sama, sepertinya bisa."
Dalam paparannya, MenLH mengatakan bahwa ia dan tim telah melakukan peninjauan lapangan di berbagai daerah selama dua bulan terakhir untuk mengetahui gambaran kondisi pengelolaan sampah di Indonesia. Ini meliputi wilayah Jabodetabek, Bali, Yogyakarta, Jawa Timur, Riau, Kalimantan Selatan, Sumatra Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Banten.
Berdasarkan hasil peninjauan lapangan, hampir seluruh daerah memiliki kondisi TPA yang tidak memadai, karena melebihi kapasitas dan dikelola secara open dumping, metode yang sangat rentan menimbulkan pencemaran lingkungan. Pihaknya juga menemukan sejumlah tempat pembuangan sampah ilegal.
"Masih banyak praktik pembakaran sampah secara terbuka dan masih banyak sampah yang belum tertangani, sehingga bocor ke lingkungan, karena kapasitas pengelolaan sampah di daerah belum memadai," bebernya.
Memperbaiki Pengelolaan Sampah dari Hulu ke Hilir
Hanif menyebut bahwa upaya memperbaiki pengelolaan sampah di hulu akan dilakukan salah satunya melalui pewajiban pemilahan sampah di sumber. Ini didukung ketersediaan bank sampah sebagai fasilitas untuk mengelola sampah dengan prinsip reduce, reuse, dan recycle alias 3R.
"Bank sampah juga jadi sarana edukasi, perubahan perilaku dalam pengelolaan sampah, dan pelaksanaan ekonomi sirkular. Pemerintah Daerah diharapkan dapat mewajibkan setiap RT atau RW memiliki Bank Sampah Unit (BSU), kemudian di setiap desa/kelurahan, dibangun BSI (Bank Sampah Induk)," ia menjelaskan.
Sementara itu di hilir, perbaikan pengelolaan sampah akan dilakukan dengan meningkatkan layanan pengumpulan dan pengangkutan sampah secara terpilah yang menjangkau seluruh wilayah di daerah, serta menyalurkan sampah tersebut ke fasilitas pengolahan sampah.
Lalu, membangun industrialiasi pengelolaan sampah dengan mengembangkan fasilitas pengolahan sampah yang menerapkan teknologi ramah lingkungan dan rendah emisi disertai pengelolaan yang dilakukan secara professional. Yang tidak kalah penting, TPA di daerah harus ditata ulang agar dapat dikelola dengan metode lahan urug saniter atau sekurang-kurangnya lahan urug terkendali dan hanya menerima residu saja.
Advertisement