Liputan6.com, Jakarta - Kabar akan dijualnya Rumah Musik Harry Roesli (RMHR) tengah jadi sorotan online. Informasi tersebut ramai beredar di media sosial, termasuk diunggah akun X, dulunya Twitter, pengamat musik Adib Hidayat.
Di sana, Adib mengungkap bahwa RMHR dijual karena pihak keluarga kesulitan memenuhi biaya perawatannya. "Rumah Musik Harry Roesli yang beralamat di Jalan Supratman Nomor 59, Bandung dijual. Pihak keluarga memutuskan menjual rumah bergaya arsitektur kolonial Belanda itu lantaran biaya perawatannya yang cukup besar," tulis mantan pemimpin redaksi majalah Rolling Stone itu dalam cuitannya, Senin, 16 Desember 2024.
Sebelum dibahas lebih jauh, sebaiknya Anda mengenal sosok mendiang Harry Roesli. Melansir laman Universitas Lampung, Rabu (18/12/2024), pemilik nama lengkap Djauhar Zahrsyah Fachrudin Roesli ini lahir pada 1951 di Bandung, Jawa Barat. Ayahnya adalah seorang jenderal, sedangkan ibunya bekerja sebagai dokter.
Advertisement
Harry merupakan cucu dari pujangga kenamaan, Marah Roesli. Bakat seni yang kental merupakan warisan dari keluarga yang juga mencintai seni. Sebagai seorang seniman, Harry tidak secara gamblang memproklamirkan dirinya sebagai seorang komposer yang "biasa-biasa saja," namun lantang menyuarakan apa yang ingin dilakukan daripada memikirkan hal-hal yang bersifat eksplisit dan implisit.
Harry Roesli menuangkan berbagai kreativitas seninya sebagai "seniman sosial" yang bergerak memperhatikan kehidupan anak-anak jalanan. Ia berdiri dalam tiga paradigma yang kritis terhadap rezim pemerintahan yang kurang sejalan dengan pemikirannya, mendidik, dan berkarya sebagai seorang seniman.
Â
Pelatih Musik
Selain seniman, Harry Roesli juga merupakan seorang pelatih musik. Karya-karyanya yang seolah jauh dari nilai komersil merupakan alat yang digunakan dalam mengekspresikan perasannya terhadap situasi sosial dan politik saat itu.Â
Dimensi kehidupan Harry yang beragam akhirnya dihimpun dalam RMHR. Di tubuh RMHR terdapat banyak produk, salah satunya adalah Depot Kreasi Seni Bandung (DKSB).Â
Titik balik karier Harry terjadi saat ia melanjutkan studi di Rotterdam Conservaorium Den Haag, Belanda. Kala itu, gaya bermusiknya banyak terinspirasi John Milton Cage Jr, band Gentle Giant, dan komposer Frank Zappa. Ini dapat diidentifikasi melalui komparasi secara auditif.
Pada 12 April 1975, Harry mulai dikenal luas melalui pertunjukan "Rock Opera Ken Arok" di Gedung Merdeka Bandung. Pergelaran yang banyak menarik perhatian itu dipentaskan ulang pada 2 Agustus 1975 di Balai Sidang Jakarta.
"Rock Opera Ken Arok-nya" mulai merambah berbagai daerah di Indonesia, termasuk Semarang pada Januari 1976. Tapi, pergelarannya dihentikan pihak berwajib dengan alasan naskah pertunjukan terlambat tiba di meja pemberi izin.Â
Advertisement
Berkarya Melalui Band
Harry dan sahabat-sahabatnya sempat membentuk band bernama "Philosophy Gang of Harry Roesli" pada 1973--1979 yang sukses menghasilkan album pertama yang dinamai sama dengan nama bandnya. Bandnya itu domotori Albert Warnerin (gitar), Janto Soedjono (drum, perkusi), Indra Rivai (keyboard), Harry Pochang (harmonika, vokal), dan Dadang Latief (gitar).
Rully, adik dari istri Harry mengatakan bahwa proses bermusik seorang Harry Roesli selama hidupnya sangat dipengaruhi orang–orang yang berada di sekitarnya ataupun kecendrungan musik dari luar negeri dan pengalaman dia mendapatkan pendidikan. Bersama bandnya, Harry menelurkan 13 album, yaitu:
- Philosophy Gang of Harry Roesli – Musica record – Lion Record 1973
- Titik Api – Aktuil Musicollection 1976 (album solo)
- Ken Arok – Eterna 1977 (album solo)
- Tiga Bendera – Musica Studio’s 1977 (album solo)
- Gadis Plastik – Chandra Recording 1977 (album solo)
- LTO – Musica Studio's 1978 (album solo)
- Harry Roesli dan Kharisma 1 – Aneka Nada (1977)
- Musik Akustik Monticelli – Hidayat Audio (1977) (kompilasi)
- Harry Roesli dan Kharisma 2 – Aneka Nada (1978)
- Jika Hari Tak Berangin – Aneka Nada (1978) (album solo)
- Daun – SM Recording (1978) (album solo)
- Ode dan Ode – Berlian Record (1978) (album solo)
- Kota Gelap – Purnama Record (1979) (album solo)
Dianugerahi Tanda Kehormatan
Mantan Presiden Joko Widodo menganugerahkan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma pada mendiang KH. Ali Manshur Shiddiq dan Harry Roesli pada Rabu, 14 Agustus 2024, di Istana Negara. Bintang Budaya Parama Dharma adalah tanda kehormatan yang diberikan pada Warga Negara Indonesia yang telah menyumbangkan nilai-nilai luhur sebagai darma baktinya dalam bidang kebudayaan, melansir situs web Kemendikbud.
"Pemberian tanda kehormatan ini merupakan wujud apresiasi tertinggi pemerintah pada para budayawan yang memiliki dampak besar bagi ekosistem kebudayaan Indonesia, sekaligus jadi bentuk nyata dari pengakuan negara terhadap dedikasi mereka dalam melestarikan dan memajukan warisan budaya bangsa," ungkap Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid.
Ia menyambung, "Setiap tahun, Kemendikbudristek melalui program Anugerah Kebudayaan Indonesia memberikan penghargaan pada para budayawan dan pelaku budaya yang berjasa dan berkontribusi dalam memajukan kebudayaan Indonesia."
Harry ditulis sebagai "sosok seniman nyentrik yang telah melahirkan banyak karya fenomenal dalam jagat musik Indonesia." Selain kemampuannya meracik lirik yang sarat kritik sosial, seniman berjuluk Si Bengal dari Bandung itu pun dikenal atas kepeduliannya terhadap keberadaan kaum marginal.
Advertisement