Sukses

Kontes Kecantikan Merangkul Inklusivitas, namun Harus Sesuai Norma dan Kepatutan Budaya

Seiring waktu, dunia beauty pageant mengikuti berbagai perubahan dan lebih inklusif dengan syarat-syarat kepesertaannya, namun setiap ajang tetap memiliki standart sendiri dan pada skala nasional harus berpegang pada nilai norma dan kepatutan budaya di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Ajang kontes kecantikan telah menjadi wadah bagi perempuan untuk berekspresi dan menyuarakan pendapatnya, serta menjembatani isu krusial tetang kesetaraan gender. Seiring waktu, dunia beauty pageant mengikuti berbagai perubahan dan lebih inklusif dengan syarat-syarat kepesertaannya.

Pada ajang Miss Universe Korea 2024 misalnya, inklusivitas membuat Choi Soon Hwa bisa yang berusia 80 tahun bisa lolos seleksi sebagai finalis. Kemudian ada pula Alejandra Marisa Rodríguez yang tahun ini memegang predikat Miss Universe tertua dari Buenos Aires dan melenggang masuk jajaran finalis Miss Universe Argentina.

Inklusivitas ini baru secara signifikan terjadi di tingkat internasional. Pada skala nasional inklusivitas masih harus menyesuaikan dengan nilai dan norma kepatutan yang ada di Indonesia.

"Inklusivtas yang diminta dunia luar, kita tidak serta merta mengikuti itu," sebut Head of Communication Yayasan Puteri Indonesia, Mega Angkasa, saat wawancara telepon dengan Tim Lifestyle Liputan6.com, Rabu, 18 Desember 2024.

Mega menyambung bahwa pihaknya masih konsisten dengan syarat-syarat yang sesuai dengan visi misi Puteri Indonesia sejak didirikan oleh Mooryati Soedibyo pada 1991. "Kita jaga dengan baik norma-norma Indonesia dan kaidah-kaidah yang lazim di Indonesia, negara timur," tuturnya.

Mengenai inklusivitas, ajang Puteri Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sudah memperluas syarat kepesertaan dari segi umur. Mulanya dibatasi hingga usia 23 tahun, kemudian 25 tahun dan kini calon kontestan yang berusia 27 tahun saat malam final diperbolehkan mengikuti beauty pageant paling pertama di Indonesia tersebut. 

2 dari 4 halaman

Inklusivitas Harus Ada Batasnya

Tiap ajang kontes kecantikan juga punya segmennya sendiri. Dengan namanya, Mega mengungkapkan Puteri Indonesia tentu tidak bisa mengikutsertakan wanita yang sudah menikah atau wanita bercerai, maupun wanita transgender. 

"Inklusivitas harus ada batasnya," kata Mega sambil menyebut pihaknya mempersilahkan ajang lain untuk melonggarkan syarat-syarat tertentu, namun jika ditanyakan mengenai inklusivitas tersebut Puteri Indonesia ingin tetap konsisten pada jalurnya.

Hal ini juga yang menjadi sebab Puteri Indonesia melepas lisensi Miss Universe dan tidak lagi mengirim wakilnya di ajang prestisius tersebut, karena pihaknya merasa nilai-nilai yang ada sudah tidak sesuai. Untuk itu, akhirnya Puteri Indonesia menggantinya dengan mengirim salah satu wakilnya di Miss Charm.

Lalu selain status dan usia, beberapa syarat terkait inklusivitas seperti tinggi badan yang minimal 170 cm menurut Mega juga memiliki tujuan tertentu. "Agar saat mengikuti ajang internasional perwakilan dari Indonesia bisa sejajar percaya diri bersanding dengan kontestan lainnya dari seluruh dunia," terangnya, sambil mengatakan bahwa terkait inklusivitas mungkin saja akan ada gebrakan lain yang dibuat oleh Puteri Indonesia.

3 dari 4 halaman

Tiap Kontes Kecantikan Punya Segmen

Founder dari Yayasan Dunia Mega Bintang, Ivan Gunawan ikut mengomentari mengenai inklusivitas dari penyelenggaraan kontes kecantikan. Menurutnya setiap ajang kontes kecantikan memiliki cerita dan tujuannya, sehingga terkait inklusivitas akan sesuai dengan kebijakan dan nilai yang dianut masing-masing.

"Jadi buat aku kalau satu negara mau mengirimkan ke ajang tersebut berarti ajang tersebut sudah sesuai," ungkap Ivan saat ditemui di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Jumat, 20 Desember 2024.

Namun semua ajang yang ia ambil lisensinya adalah untuk wanita single dan wanita transgender tidak bisa ikut. Rata-rata anak didiknya dari kontes tersebut ia ajak untuk menjadi talent di dunia modeling dan mempresentasikan karya fashion designer.

"Lima tahun terakhir ini saya punya enam ajang internasional, yang paling besar yang aku pegang itu Miss Grand Internasional, jadi memang itu menyita saya banget untuk mempersiapkan kontestan maju ke ajang internasional," sambung Ivan lagi. 

4 dari 4 halaman

Kata Pengamat Beauty Pageant

Co-founder Indonesian Pageants dan IPClass, Mukie Muza, mengungkapkan esensi kontes kecantikan adalah sebuah ajang yang korelasinya sangat memberi dampak pada segala aspek kehidupan. Pesertanya dinilai tak hanya berdasarkan rupa saja, tapi juga attitude, kecerdasan dan semuanya diobservasi pada saat masa karantina.

Namun mengenai inklusivitas, jika hal itu positif dan bisa memberikan dampak lebih besar menurutnya tidak masalah. "Saya mendukung (inklusivitas) tetap pada koridornya, mana yang baik dan cocok dengan budaya kita," kata Mukie dalam wawancara telepon dengan Tim Lifestyle Liputan6.com, Jumat, 20 Desember 2024.

"Kalau transgender sudah ada group untuk mereka di Thailand," sambung Mukie.

Menurutnya penyelenggaraan kontes kecantikan juga sangat beririsan dengan apa yang tercermin di masyarakat, karena itu perempuan muda yang mengikuti beauty pageant harus mempersiapkan banyak hal. Terlebih kontestasi ini juga memberi dampak pada industri kecantikan, pariwisata, dan menggerakkan UMKM serta industri kreatif. 

"Knowledge, adat istiadat, punya sense of pride daerah yang dimunculkan," imbuhnya. Ia pun berharap kontes kecantikan bukan sekadar gegap gempita pemilihannya saja tapi menggerakkan semua industri terkait.

 

Video Terkini