Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kebudayaan Fadli Zon membantah terjadi pembredelan dalam insiden pembatalan Pameran Tunggal Yos Suprapto yang bertajuk Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan 2024. Sebelumnya, pihak Galeri Nasional selaku penyelenggara dilaporkan mengunci pintu ke galeri utama saat pameran semestinya dibuka pada Kamis malam, 19 Desember 2024.
"Tidak ada bredel itu. Itu kurator yang menentukan. Tentu, kami juga atas nama kurator. Saya sendiri baru tahu belakangan," Kata Fadli Zon di sela pembukaan Pameran Indonesia, The Oldest Civilization on Earth?: 130 Years After Pithecanthropus Erectus, di Museum Nasional, Jakarta, Jumat malam, 21 Desember 2024.
Baca Juga
Didampingi Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha, ia menekankan bahwa tidak ada pembungkaman dalam insiden tersebut. Pihaknya menyatakan mendukung kebebasan berekspresi, namun menegaskan bahwa kebebasan yang dimaksud tidak boleh melanggar kebebasan orang lain.
Advertisement
"Temanya tentang ketahanan pangan, kok ada nginjek-nginjek orang misalnya. Nanti ada yang dianggap penghinaan atribut budaya tertentu atau tidak senonoh tadi. Itu kan ada batasnya," sambungnya.
Ia pun membela penjelasan kurator yang menyatakan bahwa beberapa lukisan yang diminta diturunkan lantaran tidak sesuai dengan tema. Di antaranya, lukisan bermotif politik, berisi makian untuk seseorang, dan lukisan yang menampilkan gambar telanjang atau masuk kategori SARA. "Menurut informasi yang kami terima, lukisannya yang dipasang sendiri oleh seniman, bukan kurator," ujarnya.
Sementara itu, Yos Suprapto sebagai seniman mengaku sudah kehilangan kepercayaan dengan manajemen Galeri Nasional yang disebutnya amburadul. "Saya memutuskan tidak akan lagi (berhubungan dengan Galeri Nasional), kecuali ada betul-betul seperti yang pernah saya alami sebelum-sebelumnya," ujar Yos yang ditemui di Galeri Nasional secara terpisah.
Â
Kronologi Insiden Menurut Yos Suprapto
Yos pun menjelaskan kronologi kejadian versinya. Ia mengaku sudah mengajukan proposal tentang pameran lengkap dengan narasi yang akan dihadirkan tersebut sejak 2021, tetapi baru pada 2023, proposal pamerannya diterima dan menandatangani MoU dengan Dirjen Kebudayaan sebelumnya, Hilmar Farid.
Dirjen Kebudayaan kemudian menugaskan Galeri Nasional untuk menyiapkan dan menyelenggarakan pameran. Seorang kurator ditunjuk pihak Galnas, yakni Suwarno Wisetrotomo, yang kemudian berkoordinasi dengan Yos dalam setahun terakhir. Selama berjalannya persiapan, menurut Yos, Suwarno beberapa kali datang ke rumahnya dan melihat lukisan-lukisan yang akan dipajang.
"Selama itu, dia (Suwarno) tidak pernah berkata jangan dipajang," kata Yos.
Pameran sedianya akan mulai dibuka pada 3 Desember 2024, tetapi diundur ke 19 Desember 2024 karena berbagai pertimbangan. Menurut Yos, ia dan kurator sepakat mulai menyiapkan pameran pada 13 Desember 2024, sesuai timeline yang ada. Namun hingga tiba waktu pemasangan, Suwarno tidak hadir.
Yos tetap melanjutkan pemasangan karyanya karena pihaknya perlu waktu untuk menyiapkan hal itu. Suwarno dilaporkan baru tiba di Jakarta dari Jogja pada 16 Desember 2024 malam, dan baru mengecek tata pamernya keesokan paginya, Selasa, 17 Desember 2024.
Â
Advertisement
Awalnya Hanya Minta Ditutup tapi Lalu Minta Diturunkan
Saat itulah, kata Yos, Suwarno meminta agar dua dari sekitar 35 lukisan yang akan dipamerkan ditutup dengan kain hitam. Alasannya karena tidak sesuai dengan tema. "Saya tutup, ikhlas saya. Dua lukisan," ujarnya.
Tapi, beberapa jam sebelum pameran dibuka, Suwarno meminta hal lebih. Menurut Yos, ada lima lukisan yang diminta diturunkan, tidak dipamerkan ke publik, alih-alih hanya ditutup kain hitam. Yos menyebut alasan yang dikemukakan Suwarno adalah karena dianggap akan mengagitasi atau memicu orang lebih penasaran.
"Saya tanya mengapa saat detik-detik terakhir ini baru diomongkan. Kenapa tidak kemarin-kemarin? Kenapa tidak beberapa bulan yang lalu?" ujarnya.
Yos pun menolak. Ia bersikeras tetap dipasang karena lukisan-lukisan itu adalah bagian kronologi dari narasi inti yang dibangun.Â
"Sebuah kronologi, cerita, kalau dipotong tengahnya, inti isinya kan nggak ada. Terus masak hanya kulitnya saja yang disuguhkan? Kan kasihan banget orang yang datang ke sini. Terus nanti terus apa? Saya suruh duduk di sini, berdiri di sini untuk menjelaskan segala sesuatunya setiap hari?" sambungnya.
Tema Lukisan yang Diminta Diturunkan
Dua di antara lima lukisan yang dimaksud itu ada berjudul Konoha 1. Metafora tentang bagaimana kekuasaan itu memperlakukan rakyat kecil yang memperlihatkan gambar seorang raja bermahkota Jawa yang menginjak sekumpulan orang yang saling bertumpuk dengan ekspresi kesakitan.
"Saya ingin menceritakan sejarah kehilangannya kedaulatan pangan. Nah, itu saya akhiri dengan lukisan yang menggambarkan penguasa, kekuasaan, kedaulatan pangan. Tanpa kekuasaan, kedaulatan pangan itu omong kosong," ucapnya.
Satu lainnya berjudul Konoha 2 yang bercerita tentang budaya asal bapak senang. Yos memvisualisasikannya dalam gambar orang saling menjilat, yang mungkin sebagian orang menganggapnya vulgar. "Jadi, asal bapak senang itu saya terjemahkan jilat pantat itu loh. Jilat pantat itu kan ekspresi yang sering kita dengar ya?" ujarnya.
Yos pun memutuskan membatalkan pameran tersebut karena ia merasa narasi pamerannya jadi kosong. Pembatalan itu disesalkan Eros Djarot, sesama seniman.Â
"Ini akibat kurator tidak jernih memandang sesuatu dari kacamata kesenian, bukan politik. Kalau saya lihat, kelima lukisan itu biasa-biasa saja. Apa yang dikhawatirkan itu karena ketakutan berlebihan atau penilaian subjektif, yang tidak sama dengan kacamata saya," ucapnya.
Advertisement