Sukses

Tiket Kereta Api Tidak Kena PPN 12 Persen, Warganet Ngeluh Harga Makanannya Sudah Naik Duluan

Mulai dari kereta jarak jauh, sampai KRL, KAI memastikan tiket kereta api tidak akan kena PPN 12 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Hanya tinggal sekitar tiga hari sampai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen berlaku per 1 Januari 2025. Protes kenaikan PPN 12 persen masih terus dilayangkan di jagat maya, termasuk di salah satu cuitan akun X, dulunya Twitter, PT Kereta Api Indonesia (Persero).

Di sebuah tweet Jumat, 27 Desember 2024, akun @keretaapikita menulis, "Kabar Gembira! Tiket kereta tidak dikenakan PPN 12 persen. Gaes! Tiket kereta api nggak dikenakan PPN 12% ya. Jadi, perjalanan kamu tetap hemat. Mau liburan ke tempat seru atau cuma buat perjalanan harian, semuanya tetap ramah di kantong!"

Pihaknya pun menjelaskan dasar penentuan harga tiket kereta api. Ditulis bahwa "kereta api Public Service Obligation (PSO) merupakan subsidi pemerintah, supaya tarif kereta kelas ekonomi lebih ringan."

"Berkat PSO, perjalanan kereta jadi aman, nyaman, dan selamat makin ramah di kantong masyarakat. Mantap, kan? Saat ini, ada 13 kereta api antarkota PSO yang siap nemenin perjalanan kamu," imbuh KAI. "LRT, KRL, dan kereta lokal termasuk PSO yang disubsisi pemerintah untuk memastikan transportasi publik terjangkau dan merata."

Sementara untuk kereta api non-PSO, penentuan tarifnya "fleksibel." "Tarifnya ngikutin range TBB (Tarif Batas Bawah) sama TBA (Tarif Batas Atas) yang udah ditetapkan. Jadi, bisa banget disesuaikan biar tetep nyaman di kantong," menurut mereka.

Lebih lanjut disebutkan bahwa KAI juga punya tarif reduksi. "Reduksi itu potongan harga tiket kereta dari KAI, baik dari kebijakan KAI atau kerja sama dengan instansi tertentu. Yang bisa dapet? Lansia, disabilitas, veteran, wartawan, dan TNI/Polri. Cukup beli tiketnya di aplikasi Access by KAI. Lumayan, kan?" pihaknya menjelaskan.

2 dari 4 halaman

Keluhan Warganet

Melalui utas yang sama, KAI juga memastikan bahwa harga tiket kereta jarak jauh tidak akan dibebankan 12 persen. "Tarifnya engga dibebankan PPN 12% jadi makin bersahabat sama kantong!" klaim mereka.

Kendati demikian, warganet mengeluh bahwa harga makanan di kereta sudah lebih dulu naik, kendati tarif tiketnya "dijamin" tidak dibebankan PPN 12 persen. "Kabar gembira karena sudah naik duluan harganya," sindir seorang warganet, menyertakan tweet yang menginformasikan, "Harga teh KAI naik 2ribu jadi 17ribu 😭."

"Gak kena ppn tapi harga menu makanan nya naik kagak min? Wkwkw," kata warganet lain, yang dijawab pengguna berbeda, "Mjb, makanan di restorasi naik juga kak, kemaren aku beli tekwan yg biasanya 25rb jadi 27/28rb terus ciomy juga jadi 33rb😭😭."

Ada juga yang berkomentar, "Kalau sesuatu yang tidak kena PPN 12% dikatakan kabar gembira sama salah satu instansi negara, berarti negara sendiri tau PPN 12% ini emang bukan kebijakan bagus, yet tetep dilanjutin."

3 dari 4 halaman

Prabowo Diminta Turun Tangan

Kanal News Liputan6.com melaporkan, menurut Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Surya Vandiantara, Presiden Prabowo Subianto perlu turun tangan menunda kenaikan PPN 12 persen. Kenaikan tarif PPN mulai 1 Januari 2025 memang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Namun, ketentuan itu bisa dengan mudah diubah jika ada kemauan politik dari Presiden Prabowo lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2025. "Tersedia ruang untuk pemerintah mengajukan RAPBN Penyesuaian apabila ada perubahan kebijakan-kebijakan fiskal," kata Surya, Kamis, 26 Desember 2024.

UU HPP yang disahkan di era Presiden Joko Widodo pun telah memberi ruang bagi perubahan tarif PPN. Dalam pasal 7 ayat (3) UU HPP, diatur bahwa tarif PPN dapat diubah paling rendah lima persen dan paling tinggi 15 persen.

Selanjutnya, dalam pasal 7 ayat (4) UU HPP dijelaskan bahwa perubahan tarif PPN diatur dengan peraturan pemerintah, setelah disampaikan pemerintah pada DPR untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan RAPBN. "Pemerintahan Presiden Prabowo dapat menyesuaikan tarif PPN 12 persen melalui mekanisme APBN Perubahan," kata Surya. 

4 dari 4 halaman

Kemauan Politik dari Prabowo

Surya menambahkan, dalam UU APBN 2025 juga tersedia ruang bagi pemerintah mengajukan RAPBN perubahan, apabila terdapat perubahan-perubahan kebijakan fiskal. Hal itu secara tegas diatur dalam Pasal 42 UU APBN 2025. Ia pun meyakini, Presiden Prabowo akan mendapat dukungan penuh dari DPR jika mengajukan perubahan ini. 

Sebab, hampir seluruh fraksi di DPR kini adalah bagian dari koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran. Setelah RAPBN disetujui menjadi UU APBN, pemerintah tinggal menerbitkan PP tentang tarif PPN. "Artinya, hanya butuh kemauan politik dari Presiden Prabowo untuk membatalkan kenaikan PPN," tegas dia.

Senada, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengusulkan Presiden Prabowo mempertimbangkan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menunda kenaikan PPN. Menurutnya, langkah ini tidak hanya legal, tapi juga realistis, mengingat kondisi ekonomi saat ini yang masih lesu.

"Ini soal kemauan politik. Penerbitan Perppu memungkinkan pemerintah menunda kebijakan tersebut karena daya beli masyarakat belum pulih. Jika dipaksakan, kenaikan PPN justru bisa memperlambat pemulihan ekonomi," ujar Esther pada wartawan, Kamis, 26 Desember 2024.

Video Terkini