Liputan6.com, Jakarta: Tak habis-habis kemelut menyelimuti bank-bank milik negara. Setelah Bank Negara Indonesia dibobol, kini kredit macet mendera Bank Mandiri. Angkanya tak sedikit, sekitar satu triliun rupiah lebih. Ada sejumlah keganjilan dan penyimpangan dalam penyaluran kredit ini, terutama manajemen yang mengabaikan asas kehati-hatian dalam penyaluran kredit.
Kini, kasus ini tengah ditangani Kejaksaan Agung. Bahkan, sejumlah petinggi bank pelat merah ini telah diperiksa. Seorang di antaranya adalah Direktur Utama Bank Mandiri Eduard Cornelis William (ECW) Neloe. Rabu kemarin, ECW Neloe diperiksa sebagai saksi [baca: Neloe Siap Bertanggung Jawab]. Sehari sebelumnya, Wakil Dirut Bank Mandiri I Wayan Pugeg juga dimintai keterangan. Kejaksaan Agung juga memeriksa Bin Hadi, komisaris utama dan beberapa orang petugas analis kredit Bank Mandiri sebagai saksi.
Pemeriksaan pejabat Bank Mandiri ini sebuah langkah maju. Sebelumnya, para pejabat perusahaan penerima kredit diperiksa. Bahkan, Kejaksaan Agung telah menahan Direktur Utama PT Siak Zamrud Permata Nader Taher dan petinggi PT Cipta Graha Nusantara yakni Ponijan dan Edison.
Menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, kasus kredit macet di Bank Mandiri terjadi sejak pertengahan 1990-an. Kredit senilai satu triliun rupiah lebih ini kemudian direkapitalisasi dan di-refinancing. Namun, belakangan macet lagi. Anehnya, Bank Mandiri lalu mengambil alih kredit tersebut. Padahal, manajemen bank tahu, perusahaan penerima kredit sudah tak layak lagi dibantu.
Auditor Badan Pemeriksa Keuangan Udju Juhaeri menyebutkan ada 36 modus penyimpangan penyaluran kredit bermasalah di Bank Mandiri. Dari hasil investigasi BPK ditemukan keganjilan dan penyimpangan dalam penyaluran kredit, terutama kepatuhan pihak manajemen tentang sikap kehati-hatian dalam penyaluran kredit. Menurut data BPK, kredit tersebut dikucurkan kepada 28 perusahaan di antaranya PT Lativi Media Karya sebesar Rp 300 miliar, PT Siak Zamrud Permata Rp 24,8 miliar, dan PT Cipta Graha Nusantara Rp 161 miliar.(AWD/Tim Liputan 6 SCTV)
Kini, kasus ini tengah ditangani Kejaksaan Agung. Bahkan, sejumlah petinggi bank pelat merah ini telah diperiksa. Seorang di antaranya adalah Direktur Utama Bank Mandiri Eduard Cornelis William (ECW) Neloe. Rabu kemarin, ECW Neloe diperiksa sebagai saksi [baca: Neloe Siap Bertanggung Jawab]. Sehari sebelumnya, Wakil Dirut Bank Mandiri I Wayan Pugeg juga dimintai keterangan. Kejaksaan Agung juga memeriksa Bin Hadi, komisaris utama dan beberapa orang petugas analis kredit Bank Mandiri sebagai saksi.
Pemeriksaan pejabat Bank Mandiri ini sebuah langkah maju. Sebelumnya, para pejabat perusahaan penerima kredit diperiksa. Bahkan, Kejaksaan Agung telah menahan Direktur Utama PT Siak Zamrud Permata Nader Taher dan petinggi PT Cipta Graha Nusantara yakni Ponijan dan Edison.
Menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, kasus kredit macet di Bank Mandiri terjadi sejak pertengahan 1990-an. Kredit senilai satu triliun rupiah lebih ini kemudian direkapitalisasi dan di-refinancing. Namun, belakangan macet lagi. Anehnya, Bank Mandiri lalu mengambil alih kredit tersebut. Padahal, manajemen bank tahu, perusahaan penerima kredit sudah tak layak lagi dibantu.
Auditor Badan Pemeriksa Keuangan Udju Juhaeri menyebutkan ada 36 modus penyimpangan penyaluran kredit bermasalah di Bank Mandiri. Dari hasil investigasi BPK ditemukan keganjilan dan penyimpangan dalam penyaluran kredit, terutama kepatuhan pihak manajemen tentang sikap kehati-hatian dalam penyaluran kredit. Menurut data BPK, kredit tersebut dikucurkan kepada 28 perusahaan di antaranya PT Lativi Media Karya sebesar Rp 300 miliar, PT Siak Zamrud Permata Rp 24,8 miliar, dan PT Cipta Graha Nusantara Rp 161 miliar.(AWD/Tim Liputan 6 SCTV)