Liputan6.com, Jakarta: Malam itu, Dewi menjalang. Mulutnya meracau, matanya melotot. Dia berteriak-teriak mengabarkan roh jahat sedang menyerang Anisa, bocah berumur tiga tahun. Dewi yang mengaku sedang dirasuki Ki Sumantri, paranormal langganannya, menyuruh anggota keluarga menggelar ruwatan. "Lobang angin tutup, jangan ada yang masuk," kata Dewi setengah berteriak.
Semua anggota keluarga manut. Begitu pula ketika Dewi menyuruh mereka masuk ke dalam terpal, termasuk Anisa yang sedang sakit. Dewi benar-benar seperti kehilangan akal sehat. Matanya tak henti-henti memelototi tubuh lemah Anisa. Menurut dia, perempuan mungil itu sedang dirasuki roh jahat. Dewi pun memukuli wajah dan tubuh Anisa. Tak sampai di situ. Si bibi kemudian mengisap darah Anisa dari ketiak. Tak kuasa menahan sakit, Anisa menangis meraung-raung.
Anggota keluarga yang lain keluar karena tak kuat dengan udara pengap dalam terpal. Anisa, ditinggalkan dalam terpal. Selang beberapa saat kemudian, Dewi sadar dari kesurupannya. Dia dan anggota keluarga lain lantas membuka terpal. Mereka terperanjat. Anisa terbujur kaku dengan tubuh membiru. Bocah yang telah lama menderita penyakit paru-paru itu telah meninggal dunia.
Kegaduhan pada Selasa, 24 Mei silam ini membuat warga di Jalan Adil, Kelurahan Susukan, Ciracas, Jakarta Timur, terbangun. Para tetangga penasaran dengan ribut-ribut di rumah Sri Rahayu, nenek korban, yang biasanya tertutup rapat. Namun, rasa penasaran warga tak terjawab. Dewi bungkam. Begitu pula dengan anggota keluarga lain yang ikut dalam ritual, seperti Ifan, Hendrik, serta orang tua Anisa, Faisal dan Heni. Tetangga juga dilarang membawa jenazah ke rumah sakit. "Kabarnya simpang siur. Katanya sudah seminggu ini kesurupan satu keluarga," kata Sulipah, tetangga korban.
Kematian Anisa akhirnya sampai kepada polisi. Personel Kepolisian Sektor Metro Ciracas akhirnya mengirim Anisa untuk diotopsi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Salemba, Jakarta Pusat. Sementara Dewi ditetapkan sebagai tersangka pembunuh Anisa. Hasil visum dari RSCM menyebutkan, pada tubuh Anisa terdapat luka-luka ringan di kening, leher, ketiak, serta dada. Sedangkan penyebab kematian Anisa belum bisa dipastikan oleh tim dokter.
Usai diotopsi, Anisa dibawa pulang untuk dimakamkan di Kampung Susukan. Malam harinya, Heni yang masih belum bisa berpikir rasional dan selalu ketakutan akan kedatangan roh jahat, selalu ditemani para tetangga. Saat itu, Heni mulai bisa menuturkan awal petaka. Pada pagi sebelum kejadian, ia memutuskan membawa Anisa yang sakit ke Sumantri. Yang mengejutkan, Heni mengakui adiknya, Dewi mengalami gangguan mental. Karena itu, dia juga membawa adiknya itu ke Sumantri. "Dewi sering kesurupan buta ijo, kuntilanak," kata Heni.
Sejak saat itu, Heni bersama ibunya, Rahayu, selalu membawa Dewi dan Anisa ke tempat Sumantri. Seperti juga yang dilakukan pada hari nahas. Apalagi Dewi mengaku cocok berobat ke Sumantri. Agar Dewi merasa tenang, Sumatri juga memberikan sebuah jimat. "Dewi ngomong, enggak ada yang bisa ngobatin selain Sumantri. Enggak ada yang kuat," tambah Heni.
Anisa, anak semata wayang Heni-Faisal kini telah pergi untuk selamanya. Keputusan mengalihkan pengobatan Anisa yang sedang menjalani perawatan medis di RSCM karena sakit paru-paru ke pengobatan alternatif hanya menghasilkan petaka. Heni pasrah. "Memang sudah ajalnya," kata Heni.
Dewi yang dijadikan tersangka pembunuh Anisa tidak menyangkal telah menyiksa keponakannya. Dia mengaku berkeras melakukan ritual itu karena ada yang mendorongnya untuk mengeluarkan roh jahat yang bersemayam di tubuh Anisa. "Pas saya lihat, udah pucat," tambah Dewi.
Selain harus kehilangan salah seorang anggota keluarganya, keluarga besar Heni kini ketakutan pada kekuatan yang dimiliki Sumantri. Karena itulah Faisal, bapak Anisa, mengaku seluruh anggota keluarganya bungkam. "Takutnya jika dia [Sumantri] dendam. Ancamannya itu bukan ancaman fisik, istilahnya haluslah," kata Faisal.
Ketakutan keluarga korban itu tak beralasan bagi Sumantri. Paranormal ini mengaku semua itu tak ada kaitan dengannya. "Itu kan kemauan si Dewi," tambah Sumantri.
Saat ini, polisi telah menahan Dewi dengan sangkaan telah membunuh keponakannya. Dia juga diduga sebagai pemimpin ritual yang menyebabkan kematian Anisa. "Atas nama Dewi ini dominan memimpin kegiatan tersebut. Menepuk-nepuk wajah, dahi, dan menggigit kedua ketiak korban hingga korban menangis dan membuat keresahan warga," kata Kapolsek Ciracas Ajun Komisaris Polisi Wijanarko.(YAN/Tim Derap Hukum)
Semua anggota keluarga manut. Begitu pula ketika Dewi menyuruh mereka masuk ke dalam terpal, termasuk Anisa yang sedang sakit. Dewi benar-benar seperti kehilangan akal sehat. Matanya tak henti-henti memelototi tubuh lemah Anisa. Menurut dia, perempuan mungil itu sedang dirasuki roh jahat. Dewi pun memukuli wajah dan tubuh Anisa. Tak sampai di situ. Si bibi kemudian mengisap darah Anisa dari ketiak. Tak kuasa menahan sakit, Anisa menangis meraung-raung.
Anggota keluarga yang lain keluar karena tak kuat dengan udara pengap dalam terpal. Anisa, ditinggalkan dalam terpal. Selang beberapa saat kemudian, Dewi sadar dari kesurupannya. Dia dan anggota keluarga lain lantas membuka terpal. Mereka terperanjat. Anisa terbujur kaku dengan tubuh membiru. Bocah yang telah lama menderita penyakit paru-paru itu telah meninggal dunia.
Kegaduhan pada Selasa, 24 Mei silam ini membuat warga di Jalan Adil, Kelurahan Susukan, Ciracas, Jakarta Timur, terbangun. Para tetangga penasaran dengan ribut-ribut di rumah Sri Rahayu, nenek korban, yang biasanya tertutup rapat. Namun, rasa penasaran warga tak terjawab. Dewi bungkam. Begitu pula dengan anggota keluarga lain yang ikut dalam ritual, seperti Ifan, Hendrik, serta orang tua Anisa, Faisal dan Heni. Tetangga juga dilarang membawa jenazah ke rumah sakit. "Kabarnya simpang siur. Katanya sudah seminggu ini kesurupan satu keluarga," kata Sulipah, tetangga korban.
Kematian Anisa akhirnya sampai kepada polisi. Personel Kepolisian Sektor Metro Ciracas akhirnya mengirim Anisa untuk diotopsi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Salemba, Jakarta Pusat. Sementara Dewi ditetapkan sebagai tersangka pembunuh Anisa. Hasil visum dari RSCM menyebutkan, pada tubuh Anisa terdapat luka-luka ringan di kening, leher, ketiak, serta dada. Sedangkan penyebab kematian Anisa belum bisa dipastikan oleh tim dokter.
Usai diotopsi, Anisa dibawa pulang untuk dimakamkan di Kampung Susukan. Malam harinya, Heni yang masih belum bisa berpikir rasional dan selalu ketakutan akan kedatangan roh jahat, selalu ditemani para tetangga. Saat itu, Heni mulai bisa menuturkan awal petaka. Pada pagi sebelum kejadian, ia memutuskan membawa Anisa yang sakit ke Sumantri. Yang mengejutkan, Heni mengakui adiknya, Dewi mengalami gangguan mental. Karena itu, dia juga membawa adiknya itu ke Sumantri. "Dewi sering kesurupan buta ijo, kuntilanak," kata Heni.
Sejak saat itu, Heni bersama ibunya, Rahayu, selalu membawa Dewi dan Anisa ke tempat Sumantri. Seperti juga yang dilakukan pada hari nahas. Apalagi Dewi mengaku cocok berobat ke Sumantri. Agar Dewi merasa tenang, Sumatri juga memberikan sebuah jimat. "Dewi ngomong, enggak ada yang bisa ngobatin selain Sumantri. Enggak ada yang kuat," tambah Heni.
Anisa, anak semata wayang Heni-Faisal kini telah pergi untuk selamanya. Keputusan mengalihkan pengobatan Anisa yang sedang menjalani perawatan medis di RSCM karena sakit paru-paru ke pengobatan alternatif hanya menghasilkan petaka. Heni pasrah. "Memang sudah ajalnya," kata Heni.
Dewi yang dijadikan tersangka pembunuh Anisa tidak menyangkal telah menyiksa keponakannya. Dia mengaku berkeras melakukan ritual itu karena ada yang mendorongnya untuk mengeluarkan roh jahat yang bersemayam di tubuh Anisa. "Pas saya lihat, udah pucat," tambah Dewi.
Selain harus kehilangan salah seorang anggota keluarganya, keluarga besar Heni kini ketakutan pada kekuatan yang dimiliki Sumantri. Karena itulah Faisal, bapak Anisa, mengaku seluruh anggota keluarganya bungkam. "Takutnya jika dia [Sumantri] dendam. Ancamannya itu bukan ancaman fisik, istilahnya haluslah," kata Faisal.
Ketakutan keluarga korban itu tak beralasan bagi Sumantri. Paranormal ini mengaku semua itu tak ada kaitan dengannya. "Itu kan kemauan si Dewi," tambah Sumantri.
Saat ini, polisi telah menahan Dewi dengan sangkaan telah membunuh keponakannya. Dia juga diduga sebagai pemimpin ritual yang menyebabkan kematian Anisa. "Atas nama Dewi ini dominan memimpin kegiatan tersebut. Menepuk-nepuk wajah, dahi, dan menggigit kedua ketiak korban hingga korban menangis dan membuat keresahan warga," kata Kapolsek Ciracas Ajun Komisaris Polisi Wijanarko.(YAN/Tim Derap Hukum)