Sukses

Kekurangan Biaya, Penderita Busung Lapar Menghentikan Pengobatan

Seorang penderita busung lapar di Nusatenggara Timur terpaksa menghentikan pengobatannya karena keterbatasan biaya. Mencegah lebih banyak korban, sejumlah pos pelayanan terpadu di NTT kembali diaktifkan.

Liputan6.com, Kupang: Kristin Lubalu, penderita busung lapar di Kupang, Nusatenggara Timur, hingga Ahad (12/6), tak lagi ditangani tim medis Rumah Sakit Umum Daerah Kupang. Padahal anak petani miskin di Desa Naibonat, Kupang ini belum sembuh dan harus menjalani rawat jalan.

Bocah sembilan tahun ini dirawat satu bulan di RSUD Kupang karena menderita busung lapar. Selain itu, Kristin juga menderita paru-paru basah. Menurut ayahnya, Lubalu, anaknya terpaksa dibawa pulang karena keterbatasan biaya. Ongkos pulang pergi ke rumah sakit sebesar Rp 10 ribu juga dinilai memberatkan.

Menurut cacatan Dinas Kesehatan NTT, sejak ditetapkan sebagai kejadian luar biasa jumlah bocah di bawah usia lima tahun (balita) penderita gizi buruk dan busung lapar telah mencapai 11.048 anak. Empat balita penderita busung lapar meninggal Rabu kemarin [baca: Korban Meninggal Busung Lapar NTT Bertambah].

Mencegah lebih banyak korban, sejumlah pos pelayanan terpadu (posyandu) di NTT kembali diaktifkan. Namun usaha ini belum optimal. Banyak kegiatan posyandu tidak memenuhi standar pelayanan kesehatan. Di Posyandu Sinar Kasih, misalnya. Petugas belum memberikan makanan tambahan bergizi seperti susu dan bubur kacang hijau.

Sementara kader Posyandu Sinar Kasih mengeluh tak adanya insentif khusus sehingga mereka harus sukarela mengorbankan waktu dan tenaganya. Bahkan mereka harus mengeluarkan uang pribadi untuk menjalankan layanan kesehatan. Kepala Dinas Kesehatan NTT dokter Stef Bria Seran berjanji menindaklanjuti kondisi tersebut.(JUM/Tim Liputan 6 SCTV)