Sukses

Yang Beda dari Sagu

Di antara banyaknya grup musik di Indonesia, kekentalan warna lokal justru menjadi nilai jual Sagu. Secara implisit, Sagu ingin bermusik sebagai bentuk kepedulian terhadap budaya daerah mereka.

Liputan6.com, Jakarta: Sagu berani beda. Mereka tak lupa budaya asal yang mengalir deras dalam darah mereka. Di antara banyaknya grup musik di Indonesia, kekentalan warna lokal ini justru menjadi nilai jual Sagu. Belum lama ini, grup musik asal Riau itu merilis album pertama bertajuk Istana Kerinduan yang kenyal irama Melayu. Dalam dialog dengan reporter SCTV Sella Wangkar yang ditayangkan Ahad (19/6), Sagu menamakan musiknya pop rock Melayu.

Grup Sagu dimotori Gani (gitar), Jepri (vokal), Widdi (bas), Itoy (drum) dan dua additional player. Sejarah Sagu cukup panjang. Sebelum Gani dan kawan-kawan bertemu di Akademi Kesenian Melayu, Riau, tempat mereka belajar, empat sekawan ini telah lama bermusik. Gani mengungkapkan, layaknya anak muda lain, mereka banyak memainkan musik-musik Barat.

Tapi, waktu mereka kuliah dan mempelajari khasanah musik tradisi Melayu, seperti zapin dan langgam, mata mereka menjadi terbuka akan kekayaan tradisi budaya Melayu. Misalnya, sebuah gendang Melayu dapat menghasilkan 24 pola pukulan. Para anak muda ini kemudian sepakat memadukan musik tradisi Melayu dengan khasanah musik modern yang disesuaikan dengan selera pasar. Sagu kemudian secara resmi dibentuk pada 22 Juni 2004.

Nama Sagu sendiri lahir dari dialog dengan beberapa tokoh kebudayaan Riau, antara lain dengan Taufik Ikram Jamil. Pada akhir `80-an, Sagu sempat menjadi makanan pokok buat warga Riau, makanan penyelamat. "Filosofisnya bagi kami cukup berarti bahwa tanaman ini, akar, pohon, daunnya punya nama-nama yang lain dan punya fungsi yang beda-beda, gitu," ujar Gani. Secara implisit, Sagu ingin bermusik sebagai bentuk kepedulian terhadap budaya daerah mereka. Suatu hal yang jarang dilakoni para musisi muda seusia mereka. Sebuah idealisme besar.

Sembilan lagu dalam Istana Kerinduan semuanya ditulis Gani. Tembang Lain Hati menjadi salah satu lagu andalan. "Istana Kerinduan berbicara tentang kehidupan secara keseluruhan," ucap Gani. Salah sebuah puisi karya Taufik Ikram Jamil disisipkan di sana. Penyertaan satu puisi karya penyair Riau memang telah diniatkan Sagu sejak awal sebagai sebuah ciri khas album Sagu.

Tak urung pilihan bermusik seperti ini memunculkan pertanyaan sejauh mana Sagu mampu bertahan? "Sebetulnya pada awalnya kita tak pernah berpikir Sagu bisa duduk di sini," ucap Gani. Gani mengaku, mereka tak pernah bermimpi. Mereka hanya mendengarkan kata-kata orang tua Melayu untuk berbuat sesuatu dengan tulus dan ikhlas, sembari terus belajar dan berproses. Gitaris ini mengatakan telah menyiapkan sekitar 50 lagu untuk album selanjutnya yang warnanya tak jauh berbeda dengan album pertama.(MAK/Tim Liputan 6 SCTV)
    Video Terkini