Sukses

Kulit Telur Bisa Menjadi Lahan Usaha

Charlie Hutajulu, perajin di kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur, mampu memadukan sebuah benda lain dengan ornamen-ornamen yang dibentuk dari kulit telur. Ide kreatifnya ini didapat setelah sulit mendapatkan pekerjaan.

Liputan6.com, Jakarta: Kulit telur tak selamanya identik dengan limbah atau benda tak berguna. Dengan sentuhan kreativitas, kulit telur ini mampu menjadi sebuah karya seni yang berharga. Buntutnya, kerajinan seni kulit telur ini bisa dijadikan lahan usaha. Ini seperti dilakukan Charlie Hutajulu, perajin di kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur. Dengan kreativitasnya, Charlie mampu memadukan sebuah benda lain, seperti gerabah, lukisan atau furnitur dengan ornamen-ornamen yang dibentuk dari kulit telur.

Menurut Charlie, baru-baru ini, ide itu sendiri tidak muncul dari kepalanya. Namun, ide tersebut diperoleh setelah ia kesulitan mendapat pekerjaan. Saat itu, pria lulusan diploma tiga akuntansi ini mengaku, seorang pemilik galeri menyarankannya untuk memberdayakan kulit telur. Alasannya, tekstur dan warna kulit telur menarik untuk dikreasikan pada benda lain. Tepat pada 1999, ia pun resmi merintis kreativitas ini menjadi sebuah usaha.

Proses kreativitas itu sendiri, menurut Charlie, tak terlalu sulit. Sebuah gerabah--yang biasanya dipasok dari Purwakarta, Jawa Barat--ditempel kulit telur sesuai pola yang dirancangnya. Biasanya, ia memilih gaya abstrak atau motif-motif dari alam. Setelah itu, kulit telur diampelas supaya halus dan tekstur kulit telur lebih menonjol. Kemudian, gerabah yang telah ditempel kulit telur disemprot lapisan pernis untuk mencerahkan warnanya. Agar lebih menarik, Charlie mengaku, mengoleskan cat di permukaannya. Selain gerabah, Charlie mengungkapkan, kerap memilih medium lain, seperti kayu dan batok kelapa untuk dijadikan pigura, lukisan atau furnitur.

Charlie menjelaskan, kerajinan kulit telur ini dijualnya dengan harga beragam mulai Rp 2.500 hingga Rp 1 juta. Namun, penghasilannya dari kerajinan ini tidak menentu. Kadang mendapat pesanan dalam jumlah besar. Kadang tak jarang hasil karyanya sepi pembeli. Masalah utamanya hanya satu yakni di pemasaran.(ORS/Dewi Puspita dan Frets Ferdinand)