Sukses

Pesta Rakyat di Hari Kemerdekaan

Umat Katolik merayakan misa peringatan Kemerdekaan RI di Katedral Jakarta dengan kotbah yang dibawakan ahli marketing Hermawan Kertajaya, bukan pastor. Di Tegal ada lomba menarik bus.

Liputan6.com, Jakarta: Sang Dwi Warna berkibar di seantero Negeri untuk memperingati Ulang Tahun ke-60 Kemerdekaan RI yang jatuh pada Rabu (17/8). Berbagai kegiatan dilakukan rakyat Indonesia untuk memperingati detik-detik proklamasi ini.

Puluhan kuli panggul beras terlihat antusias mengikuti lomba memanggul beras seberat 100 kilogram di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur. Dua pemanggul beras dalam satu tim secara bergantian membawa beras di rute sepanjang 60 meter. Para kuli panggul lain juga tak kalah bersemangat dalam mengikuti lomba balap karung. Apalagi, mereka dijanjikan mendapatkan hadiah uang dari Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu rupiah plus piagam jika memenangi pesta rakyat ini.

Lain kuli panggul, lain pula penggemar otomotif dalam mengekspresikan peringatan HUT ke-60 RI. Saat kuli panggul berlomba membopong beras, penggemar mobil antik dan otomotif melakukan napak tilas Jakarta-Rengasdengklok, Jawa Barat. Acara memperingati penculikan Soekarno-Hatta untuk mempercepat pembacaan teks proklamasi itu diisi dengan konvoi kendaraan antik dipimpin veteran perang kemerdekaan, Herman Sarens Sudiro. Kendaraan yang dipakai antara lain, sedan yang pernah digunakan Presiden Sukarno pada masa kemerdekaan, mobil Jeep Willis, sedan antik, dan sepeda motor Vespa.

Di Pasar Blok A, Tanahabang, Jakarta Pusat, peringatan kemerdekaan diisi dengan pembentangan bendera Merah Putih berukuran 156 x 50 meter. Panitia berencana mendaftarkan bendera ini ke Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) dan Buku Rekor Dunia Guiness sebagai bendera terbesar. Bendera berbobot 1.300 kilogram dan menghabiskan tiga ratus gulung benang sepanjang 1.500 meter itu, dikerjakan 24 penjahit yang menyatukan 119 sambungan selama 89 jam nonstop.

Umat nasrani di Jakarta, mengisi dengan misa di Gereja Katedral Jakarta. Berbeda dengan Misa Minggu, misa kali ini diawali dengan mengarak Merah Putih menuju altar. Ratusan umat Katolik lantas menyanyikan lagu Indonesia Raya dan mengucapkan teks Pancasila.

Khotbah misa pagi tadi juga tidak disampaikan oleh pastor. Melainkan ahli marketing, Hermawan Kertajaya. Dalam wejangannya, Hermawan menekankan agar bangsa Indonesia tak tenggelam dalam arus globalisasi. Misa 17 Agustus memang biasa dilakukan tiap tahun di Gereja Katedral serta gereja-gereja lain. Namun biasanya, umat yang menghadiri misa tak sebanyak misa Minggu.

Lomba tarik bus menggunakan tali tambang dilakukan di Tegal, Jawa Tengah. Lomba unik ini diikuti seluruh kru bus, agen tiket, dan pedagang asongan yang berjualan di lingkungan Terminal Bus Tegal. Setiap agen bus, bisa menyertakan lebih dari satu kelompok dengan jumlah tiap kelompok sebanyak enam orang.

Seratus kendaraan hias berpawai memadati jalan protokol di Cirebon, Jawa Barat. Kendaraan dengan berbagai aksesori ini didatangkan dari 37 kecamatan di Kabupaten Cirebon. Para peserta mendandani kendaraannya dengan keunggulan wilayahnya, seperti bentuk ayam dan perahu persembahan warga nelayan Pantai Utara Pulau Jawa.

Selain pesta rakyat, ada juga yang memperingati kemerdekaan RI dengan unjuk rasa. Seperti yang dilakukan puluhan aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta. Mereka mengibarkan bendera Merah Putih setengah tiang diiringi lagu Gugur Bunga. Aktivis juga menaburkan bunga duka saat bendera dinaikkan. Aksi ini ditutup dengan pembacaan naskah proklamasi jilid dua yang menggambarkan ketertindasan bangsa Indonesia hingga saat ini.

Di Banten, sejumlah mahasiswa menggelar demonstrasi dan doa keprihatinan menuntut pemerintah bercermin dengan kondisi Indonesia yang kian terpuruk. Mereka mencontohkan, munculnya penyakit busung lapar, gizi buruk, dan masih adanya hak-hak mahasiswa yang dibungkam.

Paguyuban Masyarakat Tionghoa di Surabaya, Jawa Tengah, tak mau ketinggalan. Mereka menggelar upacara bendera seperti di sejumlah instansi pemerintah dan swasta. Dalam upacara itu, mereka mengupayakan pelaku upacara berasal dari etnis Tionghoa. Dalam amanatnya, Ketua Paguyuban Masyarakat Tionghoa Liem Oe Yen, meminta warga Tionghoa secara sadar dan tulus mengisi kemerdekaan.

Liem juga mengkritik etnis Cina yang memperlakukan Indonesia seperti hotel, tempat menginap, bukan sebagai tempat tinggal. "Kita bertugas melanjutkan para pahlawan kita membangun negeri ini," kata Liem berapi-api. Upacara kemudian ditutup dengan atraksi barongsai dari berbagai perkumpulan.(YAN/Tim Liputan 6 SCTV)
    Video Terkini