Optimisme Jero Wacik juga berdasarkan langkah pemerintah yang lebih cepat tanggap dibandingkan Bom Bali pada 2002. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono langsung mengadakan konferensi pers menjelaskan langkah dan sikap pemerintah menanggapi serangan ini. "Saya yakin pengaruh bom yang terjadi kali ini akan lebih kecil dibanding peristiwa 2002," kata Jero.
Faktor lain adalah warga dunia saat ini seakan sudah imun terhadap serangan bom. Contoh, saat serangkaian bom meledak di London, Inggris, pada 7 dan 21 Juli silam [baca: London Kembali Diguncang Serangkaian Ledakan]. Sebulan setelah ledakan, pariwisata Inggris telah kembali seperti sedia kala. "Dunia sekarang sudah paham kalau serangan bom bisa terjadi di mana saja," Jero menambahkan.
Saat ini, pemerintah telah mendirikan posko media di Bali untuk menghindari pemberitaan yang bias. Jero Wacik sendiri akan langsung terbang ke sana hari ini untuk memastikan pendirian pos tersebut. "Kita akan mengkomunikasikan kepada dunia dengan proporsional," kata Jero Wacik yang mengaku sedang dalam perjalanan menuju bandar udara.
Advertisement
Penanganan pascateror memang sangat menentukan untuk menyelamatkan muka Indonesia di hadapan dunia internasional. Terlebih untuk iklim ekonomi dan dunia pariwisata yang banyak tergantung pada kondisi keamanan. Apalagi saat ini sejumlah wisatawan mengaku kapok mengunjungi Pulau Dewata.
Di antara wisatawan yang mengaku jera datang ke Bali adalah Leigh Birchall. Turis asal Australia yang baru pertama kali berkunjung ke Bali ini mengaku ledakan bom membuatnya sangat takut. Karena itu ia menyatakan tak akan kembali lagi ke Bali meski diakuinya pulau tersebut sangat mengesankan sebagai tempat berlibur.
Dia juga prihatin atas nasib penduduk Bali yang banyak mengandalkan pariwisata sebagai sumber nafkah. Selain untuk berlibur, kunjungan Leigh Birchall dan temannya, Nathan Deck adalah untuk melihat Tugu Peringatan Serangan Bom 2002 yang menewaskan 202 orang di Kuta.
Chris Ryan, seorang turis asal Inggris mengaku sangat terguncang akibat ledakan bom. Dia sama sekali tak menyangka, serangan bom seperti yang terjadi tiga tahun silam kembali terulang. Menurut Ryan, teman-temannya sesama turis dari Inggris juga mengaku sulit mempercayai Bali kembali diguncang bom.
Sementara seorang turis dari Turki Sally Guven menyatakan, serangan bom ini hanya akan merusak nama baik Islam. Sally yang mengaku muslim, prihatin atas peledakan bom di Indonesia yang merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Ledakan di Kafe Teba dan Kafe Nyoman kawasan Jimbaran serta Restoran R.AJA`s di Kuta memang mengagetkan. Tak terkecuali dengan Dian Islamiati yang tinggal di Australia. Awak Radio Australia Siaran Bahasa Indonesia (RASI) itu mengaku sebelum ledakan terjadi, menggelar pertemuan di Banten. Dalam acara yang dihadiri sejumlah warga asing ini Dian mengaku mengampanyekan Indonesia yang sudah terbebas dari bom. Malamnya, bom mengguncang Jimbaran dan Kuta. "Ironis sekali," kata Dian di Melbourne, Australia.
Dian menambahkan, Perdana Menteri Australia John Howard menduga serangan kali ini dilakukan oleh anggota Jamaah Islamiyah. Tapi pernyataan ini bukan tanggapan resmi dari Australia karena mereka tak mempunyai cukup bukti. Pemerintah setempat hanya menyatakan duka mendalam bagi korban dan mengutuk tragedi berdarah tersebut. Selain itu pemerintah setempat telah menyediakan layanan hot line bagi warganya yang ingin mengetahui kabar kerabatnya di Indonesia.
Pihak Australia belum menawarkan diri untuk memberikan bantuan. Pihak kepolisian setempat hanya mencari data dan menginventarisasi kebutuhan yang diperlukan para korban. Ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman seperti yang pernah terjadi setelah Bom Kuningan, 9 September silam dan saat proses hukum Schapelle Leigh Corby [baca: Kedubes RI di Australia Ditutup]. "Mereka menunggu permintaan dari Indonesia," kata Dian yang tak lain putri Wakil Ketua MPR A.M. Fatwa. (YAN/Tim Liputan 6 SCTV)