Berdasarkan keterangan saksi mata, sebelum terjadi kontak tembak terdengar ledakan sekitar pukul 15.00 WIB dan 16.00 WIB. Ledakan tersebut terhitung cukup besar karena vila yang diduga dihuni oleh sebelas orang hancur hampir rata dengan tanah. Setelah terdengar ledakan, sekitar delapan hingga sepuluh anggota Detasemen 88 masuk vila berbekal senapan laras panjang dan rompi antipeluru.
Menurut pantauan SCTV, lokasi ledakan telah dipasang garis polisi. Hanya terlihat polisi dari berbagai kesatuan di lokasi ledakan dan kontak senjata. Satu unit ambulans juga terlihat di sekitar vila.
Polisi yang berjaga di sekitar lokasi membenarkan kontak senjata terkait dengan penangkapan anggota teroris. Namun mereka enggan memberikan keterangan lebih mendetail. Tapi berdasarkan konfirmasi dari Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Goris Mere, salah satu pria yang tewas adalah Dr. Azahari.
Dewi Ambarwati, seorang warga yang tinggal sekitar tiga rumah dari tempat penggerebekan mengaku sempat mengenal pria yang mengontrak vila tersebut. Menurut dia, vila itu disewa oleh tiga orang berpenampilan seperti mahasiswa sejak tiga bulan silam. Mereka tak terlihat seperti Dr. Azahari atau Noordin M. Top. Seorang memperkenalkan diri dengan nama Yahya asal Surabaya, Jawa Timur dan seorang lagi berasal dari Semarang. Tak ada keterangan tentang seorang pemuda lain yang terlihat sering keluar untuk belanja dan kuliah bersama dua rekannya. "Umurnya antara 24 sampai 25 tahun," kata Dewi.
Saat penggerebekan terjadi, Dewi mengaku sedang menyiram bunga. Dia terkejut karena sejumlah polisi bersenjata lengkap menghardiknya untuk segera masuk rumah. Tak lama kemudian terdengar sebuah ledakan cukup besar yang diikuti dua ledakan kecil. Akibat ledakan pertama, sejumlah kaca jendela pecah dan genting berjatuhan. "Tembakan terdengar mulai jam 3.00 sampai setengah lima," tambah Dewi.
Usai terjadi kontak senjata, Dewi melihat seorang polisi terluka setelah kakinya terkena tembakan. Dia juga melihat sejumlah orang berpakaian sipil berlari menjauh dari lokasi keributan.
Advertisement
Nama Azahari mulai disebut-sebut setelah terjadi ledakan di sejumlah gereja di Jakarta dan sejumlah kota lain pada malam Natal lima tahun silam. Nama bekas dosen di Universitas Teknologi Malaysia ini semakin santer terdengar setelah bersama Noordin M. Top disebut-sebut sejumlah eksekutor ikut mendalangi Bom Bali I di Sari Club dan Padis`s Cafe, Bali, pada 12 Oktober 2002. Lebih dari dua ratus orang tewas, termasuk turis mancanegara terutama dari Australia dalam kejadian ini [baca: Menapak Jejak Teror di Bali].
Sejumlah pelaku peledakan kemudian ditangkap. Mereka adalah Imam Samudra, Amrozi, Ali Imron, dan Ali Gufron. Tiga di antaranya divonis mati oleh pengadilan. Tapi Azahari dan Nordin M. Top tak tertangkap. Alih-alih dibekuk, Azahari kembali beraksi dengan mendalangi peledakan bom bunuh diri yang dieksekusi oleh Asmar Latin Sani di Hotel JW Marriott, Jakarta Selatan, pada 8 Agustus 2003. Dua belas orang meninggal dalam ledakan ini [baca: Sepuluh Pelaku Bom Marriott Dibekuk].
Setelah peledakan di JW Marriott, jejak Azahari sempat terendus. Mereka diketahui menyewa kamar kos di kawasan Tangerang, Banten; Cirebon dan Bandung, Jawa Barat. Tapi kedua buruan nomor satu pihak intelijen di banyak negara ini berhasil kabur dengan membawa bom di badan. Polisi hanya menangkap Tohir dan Ismail sebagai pelaku yang terlibat dalam peledakan di Hotel JW Marriott [baca: Kapolri Membenarkan Tersangka Bom Marriott Ditangkap].
Setahun kemudian, tepatnya pada 9 September 2004, bom bunuh diri yang diangkut mobil boks kembali meledak di depan Kedutaan Besar Australia di kawasan Kuningan, Jaksel. Belasan orang tewas dalam ledakan ini. Kendati Iwan Darmawan alias Rois berhasil dibekuk, pria berjuluk doktor elmaut dari Johor, Malaysia, itu tak tersentuh [baca: Iwan Darmawan Dijatuhi Vonis Mati].
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dilantik pada Oktober tahun silam kemudian menjadikan salah satu agenda utama pemerintahannya adalah menangkap dua buronan kelas kakap itu. Tapi tekad SBY tak berlangsung mulus. Azahari dan Noordin kembali berulah dengan meledakkan kawasan Jimbaran dan Kuta Square, Bali, 1 Oktober 2005. Hingga kini, polisi bahkan belum mengetahui identitas tiga pelaku bom bunuh diri di Jimbaran dan R.AJa`s Bar and Restaurant, Kuta [baca: Bali Menangis Lagi].(YAN/Tim Liputan 6 SCTV)