Sukses

Akhir Petualangan Doktor Pencabut Nyawa

Doktor Azahari dilaporkan tewas meledakkan diri setelah lubang persembunyiannya di Kota Batu, Jawa Timur diserbu Detasemen 88, pasukan Antiteror Polri. Jejak Noordin M. Top masih gelap.

Liputan6.com, Jakarta: Kota Batu, Jawa Timur mendadak jadi bahan berita. Kota sejuk yang biasanya tenang itu mendadak hiruk-pikuk, setelah sebuah vila di Jalan Flamboyan Raya diserbu pasukan Detasemen 88 Antiteror, Rabu (9/11), sekitar pukul 14.30 WIB. Dalam baku tembak selama tiga setengah jam disertai sebelas ledakan tersebut Doktor Azahari bin Husin tewas terbunuh. Teroris buronan nomor wahid itu dilaporkan meledakkan diri.

Penemuan "sarang" Azahari bagai kado Lebaran setelah polisi satu bulan bekerja keras mengintai. Tepatnya pascaledakan bom Bali kedua. Kebenaran Azahari tewas memang belum sah seratus persen. Ini mengingat identifikasi belum dilakukan. Dan, tidak cuma satu jenazah ditemukan di dalam vila, tapi tiga mayat.

Polisi meyakini mayat itu Azahari setelah mendengar pengakuan dari tersangka teroris lain yang diciduk di Semarang, Jawa Tengah. "Kami khawatir terjadi ledakan, karena ditemukan ransel [di lantai] dan ransel bom di tubuh mereka [ketiga mayat]. Kami juga khawatir ada ranjau," papar Kepala Polri Jenderal Polisi Sutanto saat berbincang dengan reporter SCTV Alvito Deannova dalam acara "Topik Minggu Ini", Rabu malam.

Sutanto mengatakan, kejelasan identitas ketiga mayat menunggu kedatangan Tim Gegana dan Tim Forensik dari Markas Besar Polri. Pemeriksaan rumah kemungkinan besar memakai robot. Yang pasti, lanjut Sutanto, pasukan penyerbu melihat tiga orang tergeletak tewas setelah mengintip dari jendela dan atap yang bolong.

Lebih detail, Sutanto menjelaskan kronologis kejadian bermula dari pengepungan vila. Polisi kemudian memerintahkan penghuni rumah keluar, tapi tidak digubris. "Mereka mendahului menembak seorang anggota kita yang mengawasi," kata Sutanto. Tembak-menembak sempat berhenti satu jam dan berlanjut lagi sampai akhirnya terjadi ledakan terbesar. "Ledakan itu yang menyebabkan mereka [teroris] meninggal," tambah dia. Kini, seorang lelaki bernama Suwandi tengah diinterogasi. Suwandi masih berstatus saksi.

Tempat persembunyian Azahari di Malang terungkap setelah polisi mengintai selama sepuluh hari. Keberadaan teroris asal Malaysia itu berbekal hasil penyidikan tiga pelaku bom bunuh diri di Jimbaran, Bali [baca: Kafe di Jimbaran Dibuka Kembali]. Dua orang yang tubuhnya ditemukan di Kafe Nyoman dikenali berinisial SF asal Majalengka (Jawa Barat) dan W dari Cilacap (Jawa Tengah). "Kejadian Bali dua berkaitan dengan Bali satu dan semuanya mengarah ke Azahari," jelas Sutanto. Menyoal keberadaan Noordin M. Top di vila itu dibantah Kapolri. "Dia tidak di [kota] Batu," tegas dia.

Penyergapan pasukan pimpinan Brigadir Jenderal Pol. Gories Mere ke markas teroris di permukiman yang padat itu jelas mengejutkan warga setempat. "Saya jantungan," kata Dewi Ambarwati yang ikut berdialog. Kediaman Dewi jaraknya hanya tiga rumah dari vila sasaran polisi. Begitu mendengar letusan, Dewi yang hendak menjemur pakaian bergegas ke halaman. Kaki Dewi lunglai. Bunyi yang dikiranya petasan ternyata suara desingan peluru. "Saya pikir pengejaran bawa kabur duit orang atau narkoba gitu," ujar Dewi yang baru boleh keluar rumah pukul 21.00 WIB [baca: Azahari Tewas].

Vila itu kini dijaga ekstra ketat. Polisi memblokade jalan menuju ke vila. Meski begitu, ratusan orang menyemut untuk menuntaskan keterkejutan mereka. Sedangkan penduduk yang tinggal berdekatan dengan vila sudah diungsikan. Umumnya, mereka mengaku kaget, orang-orang yang selama ini mengaku mahasiswa satu universitas di Malang ternyata biang pengeboman di Indonesia.

Pengamat politik Hermawan Sulistyo mengacungkan jempol jika benar Azahari tewas. Namun, identifikasi menggunakan robot dinilai Hermawan riskan mengingat struktur ruangan yang belum jelas. Paling mudah, menurut dia, mengidentifikasi dengan rontgen foto tulang dan foto wajah--jika masih utuh. Meski sudah menjadi berita utama di media massa pembuktiannya masih perlu dipertegas. "Jangan terlalu yakin dulu, kalau salah jadi bahan tertawaan," kata penulis "Bom Bali: Buku Putih tidak Resmi Investigasi Teror Bom Bali" itu.

Dalam pandangan Hermawan, Azahari paling lihai meracik dan merakit bom. Azahari pertama kali muncul pascatragedi Kuta, 12 Oktober 2002. Ia disebut oleh Ali Imron, salah seorang terdakwa peledakan itu, sebagai peracik dan perakit bom di rumah kontrakan di Jalan Pulau Menjangan, Denpasar. "Kemampuan Azahari [merakit bom] di luar keahlian biasa," kata Hermawan. Yang diragukan adalah kebenaran Azahari dan Noordin pentolan Jamaah Islamiyah--keberadaan organisasi itu juga masih absurd.

Yang perlu dikhawatirkan sekarang, menurut Hermawan, jaringan lebih luas di mana orang-orangnya bermain dengan bom low explosive tapi dapat menelan korban jiwa. Upaya menangkal potensi tindak terorisme memang tidak mungkin. Tapi, pemerintah bisa bergerak satu langkah lebih cepat dengan mengerahkan seluruh kekuatan intelijen. Masyarakat pun diminta peka dan bekerja sama untuk mencegah aksi teroris.

Menyinggung kemungkinan aksi balas dendam atas kematian Azahari ditampik Hermawan. Pola peledakan bom bukan berlatar belakang dendam. "Tapi, mereka tetap siap menjadi martir. Kelompok lain belum ada yang berani bunuh diri," kata Hermawan.

Terbunuhnya Azahari diharapkan menghentikan aksi-aksi berdarah yang terus membayangi Indonesia. Jika dibiarkan terjadi, berapa lagi nyawa harus terenggut atau berapa tubuh yang menanggung cacat seumur hidup, seperti dialami Brigadir Polisi Asep Wahyudi. Dia adalah salah satu korban Tragedi Bom Kuningan, 9 September 2004. Asep setelah kejadian itu mengalami gangguan permanen di bagian kepala, pendengaran dan fungsi motorik tubuhnya. Saluran pernapasannya juga mengalami penyempitan. Hidupnya kini ditopang sebuah selang yang ditanam di dalam tubuhnya [baca: Asep Wahyudi Masih Ingin Menjadi Polisi Jujur].(KEN)

    Video Terkini