Di Pabrik dengan lahan seluas 3,7 hektare ini polisi menemukan shabu-shabu murni dan pil ekstasi dalam jumlah yang besar. Bahkan lebih besar dibandingkan pabrik ekstasi yang pernah digerebek sebelumnya di kawasan Tangerang dan Jasinga, Bogor, Jawa Barat. Polisi juga menemukan bahan-bahan pembuat ekstasi dan shabu-shabu serta mesin pencetak ekstasi. Pabrik ini disebut-sebut pula sebagai terbesar ketiga di dunia setelah yang ditemukan di Fiji dan Cina.
Polisi belum menghitung jumlah barang bukti yang ditemukan. Namun polisi memperkirakan omzet dari pabrik ekstasi ini sebesar Rp 50 miliar per minggu. Dengan kapasitas produksi sekitar satu juta pil ekstasi per hari.
Dalam penggerebekan ini, setidaknya 15 orang ditangkap polisi. Mereka terdiri dari tujuh warga Indonesia, satu warga Taiwan, seorang warga Belanda, satu warga Prancis, dan empat warga Cina. Tersangka ditangkap saat tengah meracik barang haram itu. Polisi juga menangkap target operasi, yakni Beni Sudrajat alias Beni Oy, pemilik pabrik itu.
Advertisement
Warga sekitar mengaku, mereka tak menduga jika lokasi bekas pabrik kabel itu dijadikan tempat memproduksi ekstasi. Warga hanya mengetahui di pabrik itu terdapat aktivitas selama 24 jam. Namun setiap warga yang mau melamar pekerjaan ditolak. "Semenjak pabrik dibuka, warga tidak boleh melamar di pabrik itu," tutur Soleh, salah satu warga.
Kepala Polri Jenderal Polisi Sutanto yang mendatangi lokasi pabrik tersebut mengatakan, polisi menggerebek setelah mengintai selama tiga bulan. Polisi juga bekerja sama dengan Interpol Belanda, Swedia, Hongkong, dan Amerika Serikat. "Pada bulan Mei [2005] kita mendapat informasi bahwa ada pengiriman peralatan yang akan digunakan pabrik ekstasi. Atas dasar tersebut, Polri bersama Bea Cukai dan instasi terkait melakukan penyelidikan," jelas Kapolri.
Saat ini seluruh tersangka ditahan di Mabes Polri guna penyelidikan lebih lanjut. Setidaknya polisi akan mendapatkan informasi untuk membongkar jaringan internasional pengedar barang-barang haram tersebut.
Di hadapan polisi, Beni mengaku semua biaya operasional dari Peter Wong, pemilik pabrik yang berkewarganegaraan Hongkong. Dia bertemu Peter Wong beberapa tahun silam di Hongkong. "You atur saja pabrik, semua dana saya yang keluarkan dan barang juga saya suplai. Ntar hasilnya akan saya ambil dan kamu akan dikasih 10 persen dari hasil tersebut," kata Beni Oy menirukan ucapan Peter Wong.
Sementara Agus, kepala gudang mengatakan, tak tahu banyak aktivitas di dalam pabrik karena jarang memasuki ruangan lain selain gudang. Dia hanya tahu kalau pabrik itu memproduksi shabu-shabu dan inek. Barang memabukkan itu kemudian dikirim ke luar negeri. "Bahan baku terkadang dikirim dari Cina. Tapi kalau saya hanya terima barang dan duit dari pabrik," tutur Agus.
Sebelumnya, pada bulan April 2002 silam polisi menggerebek pabrik pembuat ekstasi di Ciledug, Tangerang. Pabrik beromzet miliaran rupiah per bulan ini memproduksi lebih dari 150 ribu butir ekstasi setiap hari. Untuk mengelabui warga, tempat itu disamarkan seperti rumah biasa. Karena kualitasnya terbilang bagus, ekstasi dari pabrik milik Ang Kim Soei ini tak hanya diedarkan di Indonesia melainkan juga di negara lain. Selain ratusan ribu pil haram, polisi juga menyita uang senilai Rp 2 miliar. Sementara Ang Kim Soei oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang telah divonis hukuman mati [baca: Ang Kim Soei Divonis Mati].
Pada 8 November 2004 polisi kembali menggerebek pabrik ekstasi di Jalan Bedugul, Cengkareng, Jakarta Barat milik Burhan Tahar yang berkawan dengan Ang Kim Soei. Sebelumnya tersangka pernah dipenjara selama empat bulan dalam kasus kepemilikan ekstasi. Selanjutnya buron ke luar negeri. Dari pabrik Burhan polisi menyita puluhan ribu pil ekstasi dan shabu-shabu murni yang disimpan dalam toples. Pabrik ini diperkirakan mampu memproduksi 10 ribu butir ekstasi per hari senilai Rp 250 juta [baca: Pabrik Ekstasi Besar di Cengkareng Digerebek].
Selanjutnya pada April 2005, polisi lagi-lagi menggerebek pabrik ekstasi di Kampung Kandang Sapi, Desa Pangradin, Jasinga, Bogor, Jabar. Pabrik barang haram itu milik Philip Wijayanto alias Hans Philip. Hans sendiri tewas dalam penggerebekan. Setiap mesin di pabrik ini mampu memproduksi 840 butir ekstasi per menit. Dengan omzet sekitar Rp 12 miliar. Artinya, dengan dua mesin di pabrik ini dalam setahun mampu memproduksi lebih dari 45 juta pil ekstasi [baca: Heboh Ekstasi dari Kandang Sapi].(BOG/Tim Liputan 6 SCTV)