Liputan6.com, Jakarta: Sidang paripurna DPR membahas Rancangan Undang-Undang Guru dan Dosen masih berlangsung di Ruang Rapat Nusantara II di Gedung MPR/DPR, Jakarta, hingga Selasa (6/12) siang ini. Dalam rapat itu, salah satu agenda utamanya adalah pengesahan RUU Guru dan Dosen yang telah tertunda sejak November silam dan sebelumnya telah digodok angota DPR beberapa waktu lalu.
Dalam RUU itu, di antaranya ditetapkan bahwa guru sebagai tenaga pendidik profesional yang tidak membeda-bedakan status antara guru swasta dan pegawai negeri sipil. Maka mereka diharuskan memiliki kewajiban untuk mendapat kualifikasi pendidikan minimal sarjana strata satu (S1) atau diploma empat (D4). Sementara itu, sertifikasi pendidikan yang akan mereka peroleh nantinya akan didapatkan dari perguruan tinggi yang ditunjuk pemerintah.
Tuntutan profesionalisme guru ini tentunya akan dibarengi dengan regulasi yang menetapkan hak-hak yang akan mereka dapatkan seperti tunjangan profesi, fungsional, dan kehormatan. Selain itu, di dalam RUU tersebut juga diatur mengenai kewajiban pemerintah daerah maupun pusat untuk menyediakan anggaran bagi peningkatan kualifikasi guru [baca: Pemerintah Berjanji Memperbaiki Pendidikan Nasional].
Dalam RUU Guru dan Dosen, regulasi kualifikasi pendidikan itu tercantum dalam Pasal 9a yang menyebutkan bahwa para guru harus memenuhi kewajibannya paling lambat 10 tahun sejak RUU disahkan. Sementara mengenai sertifikasi pendidikan diatur dalam Pasal 9c. Dalam pasal itu guru dan dosen diberi waktu paling lambat 12 bulan ke depan untuk mengurus sertifikasi. Selanjutnya mengenai kewajiban pemerintah termuat dalam Pasal 13 dan mengenai tunjangan guru termuat dalam Pasal 14.
Dalam sidang paripurna itu, sejumlah wakil rakyat dari partai-partai telah menunjukkan persetujuannya dan dukungan terhadap RUU tersebut. Mereka berharap bahwa UU ini dapat menjadi awal peningkatan mutu pendidikan dan tenaga pengajar di Indonesia.
Saat bersamaan, di depan Gedung MPR/DPR, puluhan mahasiswa dan dosen dari Universitas Muhammadiyah Prof. Hamka menggelar unjuk rasa. Dalam orasinya, mereka menuntut disahkannya RUU Guru dan Dosen.
Menurut pengunjuk rasa, apabila RUU itu disahkan maka guru dan dosen akan mendapat perlindungan hukum dan peningkatan kesejateraan. Sebab, dalam RUU disebutkan bahwa guru dan dosen akan mendapat penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dari tunjangan-tunjangan yang akan ditetapkan. Berdasarkan pantauan SCTV, aksi damai ini hanya berlangsung satu jam dan pengunjuk rasa tidak menemui anggota Dewan.
Sementara itu, pemogokan para guru di Lombok Timur, Nusatenggara Barat hingga hari ini masih terus terjadi. Para guru tersebut berunjuk rasa di Gedung DPRD setempat sejak pagi. Dalam orasinya, mereka menuntut pencabutan pungutan 2,5 persen dari gaji mereka. Aksi ini merupakan hari keenam yang dilakukan para guru di Lombok Timur [baca: Mogok Mengajar Meluas di Lombok Timur]. (ZIZ/Tim Liputan 6 SCTV)
Dalam RUU itu, di antaranya ditetapkan bahwa guru sebagai tenaga pendidik profesional yang tidak membeda-bedakan status antara guru swasta dan pegawai negeri sipil. Maka mereka diharuskan memiliki kewajiban untuk mendapat kualifikasi pendidikan minimal sarjana strata satu (S1) atau diploma empat (D4). Sementara itu, sertifikasi pendidikan yang akan mereka peroleh nantinya akan didapatkan dari perguruan tinggi yang ditunjuk pemerintah.
Tuntutan profesionalisme guru ini tentunya akan dibarengi dengan regulasi yang menetapkan hak-hak yang akan mereka dapatkan seperti tunjangan profesi, fungsional, dan kehormatan. Selain itu, di dalam RUU tersebut juga diatur mengenai kewajiban pemerintah daerah maupun pusat untuk menyediakan anggaran bagi peningkatan kualifikasi guru [baca: Pemerintah Berjanji Memperbaiki Pendidikan Nasional].
Dalam RUU Guru dan Dosen, regulasi kualifikasi pendidikan itu tercantum dalam Pasal 9a yang menyebutkan bahwa para guru harus memenuhi kewajibannya paling lambat 10 tahun sejak RUU disahkan. Sementara mengenai sertifikasi pendidikan diatur dalam Pasal 9c. Dalam pasal itu guru dan dosen diberi waktu paling lambat 12 bulan ke depan untuk mengurus sertifikasi. Selanjutnya mengenai kewajiban pemerintah termuat dalam Pasal 13 dan mengenai tunjangan guru termuat dalam Pasal 14.
Dalam sidang paripurna itu, sejumlah wakil rakyat dari partai-partai telah menunjukkan persetujuannya dan dukungan terhadap RUU tersebut. Mereka berharap bahwa UU ini dapat menjadi awal peningkatan mutu pendidikan dan tenaga pengajar di Indonesia.
Saat bersamaan, di depan Gedung MPR/DPR, puluhan mahasiswa dan dosen dari Universitas Muhammadiyah Prof. Hamka menggelar unjuk rasa. Dalam orasinya, mereka menuntut disahkannya RUU Guru dan Dosen.
Menurut pengunjuk rasa, apabila RUU itu disahkan maka guru dan dosen akan mendapat perlindungan hukum dan peningkatan kesejateraan. Sebab, dalam RUU disebutkan bahwa guru dan dosen akan mendapat penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dari tunjangan-tunjangan yang akan ditetapkan. Berdasarkan pantauan SCTV, aksi damai ini hanya berlangsung satu jam dan pengunjuk rasa tidak menemui anggota Dewan.
Sementara itu, pemogokan para guru di Lombok Timur, Nusatenggara Barat hingga hari ini masih terus terjadi. Para guru tersebut berunjuk rasa di Gedung DPRD setempat sejak pagi. Dalam orasinya, mereka menuntut pencabutan pungutan 2,5 persen dari gaji mereka. Aksi ini merupakan hari keenam yang dilakukan para guru di Lombok Timur [baca: Mogok Mengajar Meluas di Lombok Timur]. (ZIZ/Tim Liputan 6 SCTV)