Sukses

Guru Swasta Menyangsikan UU Guru Mengubah Nasib

Sejumlah guru swasta sangsi UU Guru dan Dosen dapat memperbaiki nasib. UU baru memastikan hanya guru yang mempunyai S1 atau D4 yang mendapat tunjangan. Gaji guru swasta selama ini diserahkan pada pengelola sekolah.

Liputan6.com, Jakarta: Undang-Undang Guru dan Dosen baru saja disahkan, Selasa (6/12). Namun sebagian guru swasta menyangsikan peraturan tersebut dapat mengubah nasib mereka. "Jangan hanya merupakan janji-janji pemerintah yang muluk-muluk saja," tutur seorang guru swasta. Seorang guru lain berharap adanya UU Guru dan Dosen membuat tunjangan guru swasta sama dengan tunjangan guru negeri. Apalagi selama ini gaji dan tunjangan guru swasta diserahkan sepenuhnya pada pengelola sekolah [baca: DPR Mengesahkan UU Guru dan Dosen].

Selama ini memang persoalan kesejahteraan menjadi bagian penting yang selalu diperjuangkan para guru. Tapi kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah. Meski begitu, UU Guru dan Dosen memastikan ada tunjangan bagi para pendidik. Tunjangan itu mencakup profesi, fungsional, dan tambahan. Tunjangan tak hanya diberikan pada guru pegawai negeri sipil tapi juga kepada guru swasta.

Tunjangan profesi besarnya satu kali gaji pokok dengan total anggaran Rp 330 miliar. Tunjangan fungsional Rp 18 triliun. Sedangkan untuk tunjangan lain-lain dan khusus masing-masing sebesar Rp 10 triliun dan Rp 12 triliun. Dalam UU Guru dan Dosen itu alokasi anggaran untuk dana sertifikasi diperkirakan mencapai Rp 30 triliun.

Jika pemerintah serius menepati janjinya dalam UU Guru dan Dosen berarti dana yang harus dialokasikan mencapai sekitar Rp 74 triliun. Dana itu belum termasuk dana untuk peningkatan mutu pendidikan lainnya, seperti perbaikan gedung sekolah. Sementara tahun ini, total dana pendidikan nasional hanya berjumlah Rp 44 triliun.

Persoalannya, tak semua guru mendapatkan tunjangan. Soalnya, hanya guru yang memiliki kualifikasi pendidikan minimal sarjana strata satu (S1) atau diploma empat (D4) yang akan memperolehnya. Padahal kualifikasi semacam ini baru dimiliki 10 persen dari 3 juta guru di Indonesia. Sementara pengadaan tunjangan masih akan dihitung dalam anggaran negara tahun depan.

"Ya ini begini, begitu ada undang-undang itu kemudian ada konsekuensi anggarannya. Artinya apa? Anggaran 2006 sudah diputuskan. Di situ memang ada anggaran pos-pos untuk perbaikan kesejahteraan guru. Tapi tentunya belum betul-betul mengacu kepada UU [baru] ini," kata Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo. Kesejahteraan guru menjadi penting mengingat pada tangan merekalah kualitas pendidikan generasi muda ditentukan.

Sementara di Lombok Timur, Nusatenggara Barat, para guru masih berjuang untuk memperbaiki nasib. Mereka telah mogok mengajar selama enam hari untuk menuntut penghapusan potongan 2,5 persen dari gaji mereka [baca: Mogok Mengajar Meluas di Lombok Timur].


Ribuan guru mogok tersebut hari ini kembali berunjuk rasa mendatangi Gedung DPRD. Mereka meminta para wakil rakyat mendesak Pemerintah Kabupatan Lombok Timur menghapus pemotongan gaji guru 2,5 persen untuk zakat. Aksi mereka juga mendapat dukungan dari para orang tua siswa yang menginginkan pemkab setempat memenuhi tuntutan guru. Ini agar anak mereka dapat bersekolah kembali.

Para guru bahkan mengumpulkan tanda tangan di atas kain sepanjang hampir seribu meter sebagai bukti dukungan untuk mencabut Peraturan Daerah tentang Zakat Profesi 2,5 persen. Ketua DPRD Lombok Timur Muhamad Samsul Lutfi menyatakan dukungannya terhadap tuntutan para guru. Ia berjanji akan segera memanggil Bupati Ali bin Dahlan. Sedangkan Ali bin Dahlan belum berencana untuk menghentikan pungutan tersebut. Selain itu, pemotongan zakat selama dua tahun sebesar Rp 12 miliar diakui telah disalurkan sesuai peruntukan.(MAK/Tim Liputan 6 SCTV)