Sukses

Pro-Kontra Majalah "Kelinci Berdasi Kupu-Kupu"

Anggota Dewan Pers Leo Batubara meminta pemerintah membuat undang-undang yang mengatur distribusi majalah Playboy Indonesia. Agar majalah yang kerap memamerkan kemolekan tubuh perempuan itu tak sembarangan dikonsumsi.

Liputan6.com, Jakarta: Kesibukan terlihat tak pernah berhenti di lantai empat Gedung Aceh Asean Fertilizer, Cilandak, Jakarta Selatan, baru-baru ini. Sejumlah orang lalu-lalang membawa berkas dan helaian dokumen. Mereka, karyawan majalah Playboy Indonesia yang tengah sibuk mempersiapkan penerbitan edisi perdana, Maret mendatang. Adapun pemegang lisensi majalah berlambang kepala kelinci mengenakan dasi kupu-kupu itu adalah Velvet Silver Media.

Meski baru beredar satu setengah bulan lagi, namun kehadiran majalah Playboy Indonesia sudah menuai polemik. Sebagian masyarakat mengatakan setuju majalah esek-esek itu terbit di Tanah Air. Asalkan, distribusi dan peredarannya diatur secara ketat. Dalam arti hanya orang dewasa yang boleh membeli majalah yang gemar mengobral aurat itu. Sementara warga lainnya menganggap kehadirannya tidak bermanfaat, malah merusak moral dan tak sesuai adat ketimuran.

Menyoal perlunya pengaturan peredaran majalah Playboy juga diutarakan anggota Dewan Pers Leo Barubara. Menurut Leo ketika berdialog dengan reporter SCTV Bayu Sutiyono mengakui, harus ada undang-undang yang mengatur distribusi majalah itu. Sikap Dewan Pers sendiri, kata Leo, sudah jelas, bahwa media porno itu bukan produk media pers. "Jadi, puluhan majalah, tabloid, dan video compact disc (VCD) cabul di kota itu bukan produk pers," kata Leo.

Leo mengaku Dewan Pers banyak menerima keberatan dari masyarakat mengenai maraknya peredaran tabloid dan majalah yang mengandung unsur pornografi. Bahkan sebelum ada berita majalah Playboy Indonesia akan terbit. Ia juga mengatakan, terbitnya majalah dewasa itu tidak perlu ditanggapi secara emosional. "Karena media yang lebih jorok dari tabloid dan majalah sudah masuk ke rumah kita," jelas Leo.

Apa yang dikatakan oleh Leo bisa jadi benar. Selama ini, tidak hanya orang dewasa saja yang bisa menikmati kemolekan tubuh kaum hawa, baik itu dari luar negeri maupun lokal. Anak-anak pun bisa dengan mudah melihatnya melalui dunia maya. Jika di rumah tidak ada, mereka tinggal datang ke warung internet (internet) yang menyediakan akses internet.

Leo menganjurkan kepada masyarakat untuk mengadukan masalah itu kepada polisi. Terlebih, jika isinya sudah mengandung kesusilaan yang tak sesuai dengan nilai maryarakat. Menurut Leo, penerbit majalah porno bisa dijerat dengan Pasal 282 Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengenai pelanggaran kesusilaan dengan ancaman hukuman maksimal 18 bulan penjara.

Bagi para pedagang majalah, rencana terbitnya majalah Playboy edisi Indonesia diyakini akan mendongkrak pendapatan mereka. Pasalnya, selama ini majalah sejenis itu cukup banyak digemari oleh kaum adam. Nantinya, mereka mengaku tidak akan sembarangan memajang majalah itu agar tak dikonsumsi anak di bawah umur.

Rencananya, pekan pertama bulan Februari para penerbit majalah maupun tabloid yang selama ini diprotes berkumpul di Dewan Pers. Mereka akan diberikan penjelasan oleh Dewan Pers. Sementara pihak Velvet Silver Media ketika didatangi oleh SCTV menolak untuk memberikan komentar. Menurut mereka saat ini belum waktunya untuk memberikan penjelasan.(BOG/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini