Tanah yang menjadi sengketa itu berada di kawasan Kelapagading, Jakarta Utara. Robert mengaku membeli tanah seluas 8.320 meter persegi itu dari Badan Urusan Piutang Negara melalui lelang terbuka. Namun kemudian, sertifikat tanah itu turut diakui oleh PT Summarecon Agung, pengembang perumahan Kelapagading Permai, yang kemudian menggugatnya [baca: Keputusan MA: Antara Harapan dan Kenyataan].
Hingga kini, Robert masih bersikukuh untuk memiliki tanah yang dalam persidangan selalu dimenangkan pihak Summarecon Agung, mulai dari pengadilan negeri hingga pengadilan tinggi. Saat ini Robert mengaku mempunyai novum. Namun saksi-saksi pembawa novum dari pihak Robert baru bersedia mengungkap penyelewengan tersebut asalkan mendapat perlindungan hukum.
Menanggapi permintaan Robert, Komisi Yudisial bersama Komisi Pemberantasan Korupsi mengaku siap memberikan perlindungan saksi. "Apabila mereka benar mau bersaksi bahwa terjadi tindak pidana seperti penyuapan, ini pasti kami teruskan kepada KPK agar mendapat perlindungan terhadap saksi," tutur anggota Komisi Yudisial Irawady Joenoes.
Advertisement
Di pihak lain, seorang hakim agung yang masuk dalam daftar pengaduan di Komisi Yudisial menolak berkomentar. Dia berdalih, segala pertanyaan bisa diajukan kepada juru bicara. "Biar berfungsi," kata Ketua MA Bidang Yudisial Mariana Sutadi.
Sengketa tanah di Kelapagading adalah satu di antara 88 kasus yang masuk ke Komisi Yudisial sejak didirikan lima bulan silam. Dari pengaduan yang masuk, kasus tersebut melibatkan 13 hakim agung.(YAN/Mikotoro dan Joni Marcos)