Liputan6.com, Polewali: Tak ada yang menonjol dari diri Sumardin Tappaiyya. Pria asal Desa Laliko, Kecamatan Campalagian, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, ini dikenal warga sebagai pria bersahaja. Dia berprofesi sebagai guru Sekolah Menengah Atas Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Polewali Mandar. Sampai di sini, tak ada alasan pria berjambang lebat itu harus berurusan dengan polisi.
Namun pada awal Januari silam, cerita berubah. Dia digelandang ke Markas Kepolisian Resor Polmas dengan tudingan penistaan agama dan meresahkan warga. Sebab, lelaki berumur 60 tahun ini mengajarkan ritual salat yang bacaannya diganti dengan bersiul. Setiap menjalankan salat bersiul, pahalanya sama dengan ibadah selama seribu bulan.
Salat siul bukan termasuk salat wajib. Salat sunat ini hanya dilakukan dalam kondisi tertentu. Biasanya, menurut Sumardin, orang yang melakukan salat bersiul jiwanya akan tenang.
Dalam ajaran Sumardin salat tidak musti dimulai dengan berwudu. Tanpa itu pun diperbolehkan asal didahului dengan mengucapkan "ha" sebanyak rakaat yang diinginkan.
Rakaat tiap salat yang diajarkan Sumardin pun berbeda. Mulai dari empat rakaat, tujuh, hingga 17 rakaat. Bagi yang tak mampu secara fisik, boleh salat satu rakaat. Tapi bersiul tetap syarat mutlak.
Tak hanya bersiul dalam salat yang diajarkan Sumardin. Pria baya ini juga mengajarkan puasa Ramadan yang berbeda dengan ajaran Islam. Menurut Sumardin, puasa Ramadan cukup dilakukan sehari saja. Setelah itu, murid Sumardin boleh makan dan minum saat puasa. Sebab, menurut dia, zat Allah tak akan rusak hanya dengan makan dan minum.
Sumardin mengaku ajaran ini berdasarkan pengalaman spiritualnya yang didatangi seorang pria dalam mimpi. Pengalamannya ini dia tuliskan dalam naskah setebal 400 halaman yang ia sebut kitab laduni. Kitab ini ditulis dalam waktu dua bulan dengan menggunakan tiga bahasa. Inggris, Arab, dan Indonesia. "Tahun 80 dia datang kepada saya. Siapkan kertas dan spidol, katanya. Saya tidak mengarang, tangan ini bergerak sendiri," tutur Sumardin.
Kendati memiliki tuhan dan kitab sendiri selain Allah dan Alquran, Sumardin bersikeras bahwa dirinya tetap beragama Islam. Bahkan hingga kini, Sumardin tetap menjalankan ibadah wajib bagi seorang muslim, salat lima waktu. Dia juga kerap menjadi imam salat berjamaah di masjid sekitar tempat tinggalnya. Ketika menjadi imam salat, Sumardin mengerjakan salat sesuai dengan syariat Islam.
Sumardin memiliki 20 orang pengikut. Kesemuanya ia bekali dengan kartu anggota yang bagi Sumardin, berguna sebagai keselamatan dunia akhirat. Satu di antara pengikut Sumardin adalah Dahlam. Pria ini tinggal di Desa Tubi, Kecamatan Taramanu, yang letaknya sekitar 70 kilometer dari desa tempat tinggal Sumardin.
Dahlam mengaku menjadi pengikut Sumardin adalah akhir dari perjalanannya dalam mencari keselamatan dunia dan akhirat. Dia merasakan emosinya semakin terkendali sejak mengikuti ajaran Sumardin. Selain Dahlam, pengikut Sumardin tersebar di beberapa desa di Kabupaten Polewali Mandar. "Kalau mau selamat dunia akhirat, baca dulu `ahu` sebanyak empat kali," kata pria ini.
Kendati nyaman mengikuti ajaran Sumardin, keputusan Dahlam ditentang Nurjanah, istrinya. Nurjanah tak rela suaminya masuk ajaran Sumardin. "Seandainya ada uang, aku datang ke Pak Sumardin. Kenapa kau ajarkan suamiku begitu?" tutur Nurjanah di sela isak tangisnya.
Bagi keluarga, tetangga, hingga rekan kerja serta murid-muridnya di SMA PGRI, Sumardin adalah sosok yang disegani. Latar belakang pendidikannya pun tergolong mumpuni untuk ukuran warga Desa Laliko. Yaitu, lulusan Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Parepare, Sulawesi Selatan. Karena itulah, sebagian warga protes dengan penangkapan Sumardin. "Saya merasa begitu kejamnya hukum. Tentang kebenaran dan kesalahan itu terserah individu," tutur Burhanudin, tetangga Sumardin.
Di SMA PGRI, Sumardin termasuk salah satu tenaga pengajar terlama. Selama 20 tahun ini, dia mengajar bahasa Inggris untuk kelas satu dan dua sebanyak dua kali seminggu. Murid-muridnya pun memandang hormat Sumardin. "Dia bagus, baik sama kita. Kita heran kenapa bisa begitu," kata Husni Eka Wijayanti.
Kendati baik di mata masyarakat, Sumardin tetap salah di mata hukum. Dengan barang bukti kitab laduni dan senjata tajam yang ditemukan di rumahnya, Sumardin ditahan di Mapolres Polmas [baca: Pemimpin Aliran Salat Bersiul Ditangkap].
Apalagi setelah Departemen Agama, Majelis Ulama Indonesia di Polewali, dan sejumlah tokoh masyarakat menyatakan ajaran Sumardin menyimpang dari syariat Islam. "Kita khawatir kalau umat Islam marah. Kita ingat Arswendo Atmowiloto yang menempatkan Muhammad di peringkat sekian juga ditahan," ujar Kepala Kantor Wilayah Depag Polewali Syafrudin Rasyid.(YAN/Tascha Liudmila dan Erwin Arief)
Namun pada awal Januari silam, cerita berubah. Dia digelandang ke Markas Kepolisian Resor Polmas dengan tudingan penistaan agama dan meresahkan warga. Sebab, lelaki berumur 60 tahun ini mengajarkan ritual salat yang bacaannya diganti dengan bersiul. Setiap menjalankan salat bersiul, pahalanya sama dengan ibadah selama seribu bulan.
Salat siul bukan termasuk salat wajib. Salat sunat ini hanya dilakukan dalam kondisi tertentu. Biasanya, menurut Sumardin, orang yang melakukan salat bersiul jiwanya akan tenang.
Dalam ajaran Sumardin salat tidak musti dimulai dengan berwudu. Tanpa itu pun diperbolehkan asal didahului dengan mengucapkan "ha" sebanyak rakaat yang diinginkan.
Rakaat tiap salat yang diajarkan Sumardin pun berbeda. Mulai dari empat rakaat, tujuh, hingga 17 rakaat. Bagi yang tak mampu secara fisik, boleh salat satu rakaat. Tapi bersiul tetap syarat mutlak.
Tak hanya bersiul dalam salat yang diajarkan Sumardin. Pria baya ini juga mengajarkan puasa Ramadan yang berbeda dengan ajaran Islam. Menurut Sumardin, puasa Ramadan cukup dilakukan sehari saja. Setelah itu, murid Sumardin boleh makan dan minum saat puasa. Sebab, menurut dia, zat Allah tak akan rusak hanya dengan makan dan minum.
Sumardin mengaku ajaran ini berdasarkan pengalaman spiritualnya yang didatangi seorang pria dalam mimpi. Pengalamannya ini dia tuliskan dalam naskah setebal 400 halaman yang ia sebut kitab laduni. Kitab ini ditulis dalam waktu dua bulan dengan menggunakan tiga bahasa. Inggris, Arab, dan Indonesia. "Tahun 80 dia datang kepada saya. Siapkan kertas dan spidol, katanya. Saya tidak mengarang, tangan ini bergerak sendiri," tutur Sumardin.
Kendati memiliki tuhan dan kitab sendiri selain Allah dan Alquran, Sumardin bersikeras bahwa dirinya tetap beragama Islam. Bahkan hingga kini, Sumardin tetap menjalankan ibadah wajib bagi seorang muslim, salat lima waktu. Dia juga kerap menjadi imam salat berjamaah di masjid sekitar tempat tinggalnya. Ketika menjadi imam salat, Sumardin mengerjakan salat sesuai dengan syariat Islam.
Sumardin memiliki 20 orang pengikut. Kesemuanya ia bekali dengan kartu anggota yang bagi Sumardin, berguna sebagai keselamatan dunia akhirat. Satu di antara pengikut Sumardin adalah Dahlam. Pria ini tinggal di Desa Tubi, Kecamatan Taramanu, yang letaknya sekitar 70 kilometer dari desa tempat tinggal Sumardin.
Dahlam mengaku menjadi pengikut Sumardin adalah akhir dari perjalanannya dalam mencari keselamatan dunia dan akhirat. Dia merasakan emosinya semakin terkendali sejak mengikuti ajaran Sumardin. Selain Dahlam, pengikut Sumardin tersebar di beberapa desa di Kabupaten Polewali Mandar. "Kalau mau selamat dunia akhirat, baca dulu `ahu` sebanyak empat kali," kata pria ini.
Kendati nyaman mengikuti ajaran Sumardin, keputusan Dahlam ditentang Nurjanah, istrinya. Nurjanah tak rela suaminya masuk ajaran Sumardin. "Seandainya ada uang, aku datang ke Pak Sumardin. Kenapa kau ajarkan suamiku begitu?" tutur Nurjanah di sela isak tangisnya.
Bagi keluarga, tetangga, hingga rekan kerja serta murid-muridnya di SMA PGRI, Sumardin adalah sosok yang disegani. Latar belakang pendidikannya pun tergolong mumpuni untuk ukuran warga Desa Laliko. Yaitu, lulusan Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Parepare, Sulawesi Selatan. Karena itulah, sebagian warga protes dengan penangkapan Sumardin. "Saya merasa begitu kejamnya hukum. Tentang kebenaran dan kesalahan itu terserah individu," tutur Burhanudin, tetangga Sumardin.
Di SMA PGRI, Sumardin termasuk salah satu tenaga pengajar terlama. Selama 20 tahun ini, dia mengajar bahasa Inggris untuk kelas satu dan dua sebanyak dua kali seminggu. Murid-muridnya pun memandang hormat Sumardin. "Dia bagus, baik sama kita. Kita heran kenapa bisa begitu," kata Husni Eka Wijayanti.
Kendati baik di mata masyarakat, Sumardin tetap salah di mata hukum. Dengan barang bukti kitab laduni dan senjata tajam yang ditemukan di rumahnya, Sumardin ditahan di Mapolres Polmas [baca: Pemimpin Aliran Salat Bersiul Ditangkap].
Apalagi setelah Departemen Agama, Majelis Ulama Indonesia di Polewali, dan sejumlah tokoh masyarakat menyatakan ajaran Sumardin menyimpang dari syariat Islam. "Kita khawatir kalau umat Islam marah. Kita ingat Arswendo Atmowiloto yang menempatkan Muhammad di peringkat sekian juga ditahan," ujar Kepala Kantor Wilayah Depag Polewali Syafrudin Rasyid.(YAN/Tascha Liudmila dan Erwin Arief)