Liputan6.com, Jakarta: Permasalahan hak pilih anggota TNI masih menimbulkan pro dan kontra. Sebab, berdasarkan undang-undang yang berlaku saat ini masih memberi pagar agar institusi TNI tetap netral secara politis karena fungsinya sebagai alat negara. Hal ini seperti yang tercantum dalam UU Nomor 12/2003 Tentang Pemilu Legislatif dalam Pasal 145 dan UU Nomor 23/2003 Tentang Pemilu Presiden dalam Pasal 102.
Kendati demikian, menurut anggota Komisi I DPR Theo L Sambuaga, di Jakarta, baru-baru ini, setelah TNI tidak lagi mempunyai wakil di parlemen mestinya anggota TNI sudah saatnya untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilu 2009 mendatang. "Hak pilih TNI itu tidak ada masalah di pemilihan umum 2009 karena hak warga negara,"Â kata dia.
Pendapat serupa juga dikemukakan Abdillah Toha dari Fraksi Partai Amanat Nasional. Menurut dia, hak pilih itu bisa digunakan sebagai hak individu dan bukan kelompok. "Tapi, jangan teridentifikasi jadi partai-partai tertentu," tutur Abdillah.
Sementara itu, pengamat politik Rizal Sukma mengatakan hak pilih dapat digunakan asal mereka dijamin suaranya secara individu dengan aturan main yang jelas oleh pemerintah. "Tak ada lagi peran politik secara institusional," kata Rizal menanggapi masalah ini.
Dalam perjalanan sejarahnya, TNI memang pernah menggunakan hak suaranya pada Pemilu 1955 atau pemilu di Indonesia untuk kali pertama. Namun, gesekan antarkelompok pendukung partai politik tak terhindarkan termasuk di dalam tubuh ABRI saat itu. Akan tetapi, catatan sejarah itu diharapkan menjadi pelajaran pada periode mendatang agar polarisasi didalam tubuh TNI tak lagi terulang kembali.(ZIZ/Tim Liputan 6 SCTV)
Kendati demikian, menurut anggota Komisi I DPR Theo L Sambuaga, di Jakarta, baru-baru ini, setelah TNI tidak lagi mempunyai wakil di parlemen mestinya anggota TNI sudah saatnya untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilu 2009 mendatang. "Hak pilih TNI itu tidak ada masalah di pemilihan umum 2009 karena hak warga negara,"Â kata dia.
Pendapat serupa juga dikemukakan Abdillah Toha dari Fraksi Partai Amanat Nasional. Menurut dia, hak pilih itu bisa digunakan sebagai hak individu dan bukan kelompok. "Tapi, jangan teridentifikasi jadi partai-partai tertentu," tutur Abdillah.
Sementara itu, pengamat politik Rizal Sukma mengatakan hak pilih dapat digunakan asal mereka dijamin suaranya secara individu dengan aturan main yang jelas oleh pemerintah. "Tak ada lagi peran politik secara institusional," kata Rizal menanggapi masalah ini.
Dalam perjalanan sejarahnya, TNI memang pernah menggunakan hak suaranya pada Pemilu 1955 atau pemilu di Indonesia untuk kali pertama. Namun, gesekan antarkelompok pendukung partai politik tak terhindarkan termasuk di dalam tubuh ABRI saat itu. Akan tetapi, catatan sejarah itu diharapkan menjadi pelajaran pada periode mendatang agar polarisasi didalam tubuh TNI tak lagi terulang kembali.(ZIZ/Tim Liputan 6 SCTV)