Sukses

Arsip Nasional Menyimpan Naskah Salinan "Palsu" Supersemar

Hingga kini, keberadaan naskah asli Surat Perintah 11 Maret 1966 belum diketahui. Kendati begitu, naskah salinannya sudah disimpan di Gedung Arsip Nasional. Sayang, salinan ini pun diyakini palsu.

Liputan6.com, Jakarta: Keberadaan naskah asli Surat Perintah 11 Maret 1966 adalah persoalan klasik. Meski demikian, Wakil Presiden Megawati Sukarnoputri tetap saja mempertanyakan nasib naskah pergantian tampuk kepemimpinan di Indonesia, puluhan tahun lampau itu. Dia menyinggungnya saat mengunjungi Gedung Arsip Nasional, di Jalan Ampera, Jakarta Selatan, Jumat (4/5) pagi. Megawati prihatin atas raibnya dokumen penting negara tadi. Namun menurut Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Mukhlis Paeni, saat ini lembaganya sudah menyimpan dua naskah salinan Supersemar. Sayang, kedua naskah salinan itu pun diragukan keasliannya.

Menurut Mukhlis, ada perbedaan substansial dari naskah salinan asal Pusat Penerangan TNI Angkatan Darat dan Sekretariat Negara tersebut. Contohnya, ada kalimat "Harus diadakan koordinasi dengan Panglima Angkatan" dan "Harus diadakan koordinasi dengan Panglima-panglima Angkatan". Bagi Mukhlis, koordinasi dengan Panglima Angkatan berarti koordinasi hanya dilakukan dengan satu orang saja. Tapi kalau tertulis panglima-panglima, berarti harus berkoordinasi dengan lebih dari satu pucuk pimpinan angkatan bersenjata. Selain itu, terdapat pula penulisan yang berbeda. Satu versi mencantumkan Supersemar dan lainnya Soepersemar.

Untuk meluruskan sejarah, Mukhlis menegaskan akan terus mencari naskah yang benar-benar asli. Niat itu juga diamini Megawati. Sebab putri proklamator Sukarno itu berjanji ikut membantu upaya pencarian naskah asli plus data-data sejarah bangsa.

Ihwal kebenaran Supersemar sendiri sempat menjadi cerita baru yang mengagetkan. Sebab berdasarkan hasil sebuah seminar bertema Pengkhianatan Pelaksanaan Supersemar, awal Maret lampau, Supersemar yang ditandatangani bekas Presiden Sukarno itu memberikan mandat kepada Mayor Jenderal Soeharto untuk menertibkan dan memulihkan keamanan yang saat itu tak menentu. Tapi, tentara Soeharto yang kala itu menjabat Panglima Komando Cadangan Strategis TNI AD justru menggunakan surat tersebut sebagai kendaraan untuk melaksanakan agenda pribadi [baca: Supersemar, Alat Soeharto Menggulingkan Presiden Sukarno].(COK/Esther Mulyanie dan Eko Purwanto)